Itu Perempuanmu
Itu perempuanmu yang terlihat berdiri di ujung gang kecil.
Bergelut dengan gelap yang pekat. Bersemayam pada dinginnya malam.
Dia adalah perempuanmu yang paling cantik.
Tersenyum licik kepada setiap lelaki bersampul jas mewah.
Di setiap lekuk tubuhnya, telah tercatat puluhan bahkan ratusan sentuhan yang tersemat.
Tercatat dengan sangat lekat tanpa ada yang terlewat.
Itu perempuanmu yang tertawa manis dengan suara khasnya.
Aroma malam yang selalu mereka rindukan kini telah membaur dengan keringat nikmat.
Itu adalah uang, begitu kata perempuanmu.
Lihatlah, betapa bahagianya rona mereka.
Bergumul dalam kepulan asap,berpacu dalam dentuman ritme keras serta belaian halus yang laknat.
Kenyamanan yang tiada duanya teruntuk si perempuanmu.
Hei..
Sepertinya itu perempuanmu yang duduk meringkuk di ujung gang kecil.
Nafasnya terlihat menggantung nyawa. Matanya yang indah berubah padam.
Tubuh keriputnya saat ini seolah tak mampu lagi mencatat sentuhan-sentuhan baru dari ‘mereka’.
Kemana perginya tawa manis itu? Bukankah itu uang?
Apakah nikmat jahanam itu telah hilang?
Itu perempuanmu yang menangis terisak di sudut kota.
Berharap jalan pulang masih ada.
Namun sayang, nafasnya telah tertanam di pencakar langit.
Uratnya mengendur, jantungnya enggan untuk berdetak.
Selamat tinggal untuk perempuanmu.
Bergelut dengan gelap yang pekat. Bersemayam pada dinginnya malam.
Dia adalah perempuanmu yang paling cantik.
Tersenyum licik kepada setiap lelaki bersampul jas mewah.
Di setiap lekuk tubuhnya, telah tercatat puluhan bahkan ratusan sentuhan yang tersemat.
Tercatat dengan sangat lekat tanpa ada yang terlewat.
Itu perempuanmu yang tertawa manis dengan suara khasnya.
Aroma malam yang selalu mereka rindukan kini telah membaur dengan keringat nikmat.
Itu adalah uang, begitu kata perempuanmu.
Lihatlah, betapa bahagianya rona mereka.
Bergumul dalam kepulan asap,berpacu dalam dentuman ritme keras serta belaian halus yang laknat.
Kenyamanan yang tiada duanya teruntuk si perempuanmu.
Hei..
Sepertinya itu perempuanmu yang duduk meringkuk di ujung gang kecil.
Nafasnya terlihat menggantung nyawa. Matanya yang indah berubah padam.
Tubuh keriputnya saat ini seolah tak mampu lagi mencatat sentuhan-sentuhan baru dari ‘mereka’.
Kemana perginya tawa manis itu? Bukankah itu uang?
Apakah nikmat jahanam itu telah hilang?
Itu perempuanmu yang menangis terisak di sudut kota.
Berharap jalan pulang masih ada.
Namun sayang, nafasnya telah tertanam di pencakar langit.
Uratnya mengendur, jantungnya enggan untuk berdetak.
Selamat tinggal untuk perempuanmu.
33 comments
Deskrifsi'a seperti wanita panggilan
ReplyDeleteIyaak, bener mas. :))
Deletepantun yaa mba :D hihi
ReplyDeletehihi
Deleteini pantun bukan gan :)
ReplyDeletehihi
DeleteKayanya bukan pantun. Tapi, tebak tebakan gitu.
ReplyDeleteTebakan gue benar, kan.
Ini pribahasa. -_-
DeleteTebakan lu salah.
Hutang gue lunas. Udah 10 hari juga ya ternyata :D hahaaa
Oh, pribahasa.
DeleteJadi, ini bukan puisi.
Nggak mau. Berarti lu masih hutang puisi.
Ini nggak aci. Gue maunya puisi, bukan peribahasa. Apalagi perihatin, dan peringatan. Gue nggak mau. :(
Hahahaaa
DeleteLu sih bilangnya ini tebak-tebakan.
Aaaaaaa enggak, enggak.
jadi 3 dong hutang puisi gue.
Bunuh aja gue beh, bunuh..
Iya, lu masih punya hutang yang banyak. Dan ini nggak sah, ya. Ini bukan puisi. :p
DeleteItu ada yang bilang pantun.
Ada alternatif lain supaya terbebas dari puisi.
Bikinin gue seribu candi.
Hahahha
Yang ada gue yang sudah terbunuh sama lu.
DeleteTerbunuh dengan senyummu.
*ciiiee.
Hahahaa gue juga bingung beh, kenapa ada yang bilang ini pantun. Hahaaaa..
Delete:D ngakak.
Lu Roro Jonggrang ya?
Minta seribu candi segala. haha
iya. Gue memang pembunuh ;p
Bukan. Gue Keenan.
DeleteItu 'e'-nya ada dua, ya. Jadi dibacanya panjang satu harakat. Kaya ada mad Thabi'inya atau mad Asli gitu.
Aduh dapat emot dikedipin sambil melet melet lagi.
Hhaaha panjang satu harakat :D
Deleteenggak gitu juga bacanya hoi. Biasa aja bacanya
itu harusnya titik dua, bukan titik koma.
Raisa typo. Maaf ya :D
Yaudin, terserah Raisa saja mau dibaca apa nama itu.
DeleteNggak percaya kalau itu typo. Dasar genit.
Penyesalan memang selalu dataang terakhir ya mba,? semoga saja menjadi pelajaran bagi kita semua.
ReplyDeleteIya mas Awan :)
DeleteButterfly night haha
ReplyDeleteWaduh dikomen bule. :D
DeleteLu butterfly night Jov. Hahaa
Jadi ini intinya apa raisa? ini nyeritain wanita malam/wanita panggilan yang sering disebut psk? -__-
ReplyDeleteIya neng geulis :)
DeleteTentang wanita malam yang belum sempat bertaubat. Tapi udah keburu dipanggil Allah
Kaciaannn yah :')
Deleteini puisi atau pelampiasan?
ReplyDelete(PELAMPIASAN)
Delete((PELAMPIASAN))
(((PELAMPIASAN)))
Huhuu..
syair yang indah dengan sebuah makna yang menyentuh..
ReplyDeleteWaah terimakasih mbak Desy :)
Deletemengenaskan nasibnya :(
ReplyDeleteIya mas :)
Deletekena banget...
ReplyDeletetapi, itu bukan perempuanku mbak :((
Kena di mana?
DeleteAlhamdulillah kalo itu bukan perempuan kamu mas :)
itu perempuanmu, mana perempuanku yaa ? hihi :D
ReplyDeletehehee sa ae nih mba Dewi :D
DeleteKomentarnya ditunggu kakak~