Hai, Cinta Pertama
Ada yang ingat kapan pertama kali jatuh cinta?
Kata orang cinta pertama itu enggak bisa dilupakan. Bener nggak sih?
Meskipun pada kenyataannya cinta pertama kita belum tentu menganggap kita sebagai cinta pertamanya. Karena dia pasti punya cinta pertamanya sendiri.
Jujur. Gue sendiri merasakan cinta pertama di usia 8 tahun. Gila ya. Gue nggak habis fikir. Anak kelas 3 esde bisa-bisanya mengalami jatuh cinta.
Gue jatuh cinta dengan ketua kelas di kelas gue sendiri. Namanya Fariz. Beneran deh, ini nama asli. Bukan nama samaran.
Fariz bersuku Aceh. Badannya gagah, tampan rupawan. Kepribadiannya juga wibawa banget. Ngomong seadanya. Tipe suami-able gitu. Duuh.
Gue sering kali melirik-lirik dia di setiap kali ada kesempatan. Ada bahagia yang tak terungkap di dalam hati.
Sampai pada suatu hari yang di mana gue mengingat jelas hari bersejarah ketika gue jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.
Pagi itu pelajaran matematika sedang berlangsung. Sialnya, gue lupa membawa penggaris. Padahal beberapa hari sebelumnya, ibu guru udah mengingatkan siswanya untuk membawa penggaris. Soalnya pelajaran kali itu udah masuk ke bab bangun ruang.
Selesai ibu guru menerangkan di papan tulis, seperti biasa anak-anak lainnya sibuk mencatat kembali pelajaran dari papan tulis. Dan gue mendadak bengong saat menyadari bahwa gue tidak membawa penggaris.
Daripada enggak nyatat, akhirnya gue memberanikan diri bertanya ke teman-teman yang posisi duduknya dekat dengan gue.
'' Temen-temen, ada yang bawa penggaris nggak? ''
Satu kelas hening. Nggak ada yang respon. Gue dikacangin. Parah.
Gue kembali membuka mulut.
'' Ada yang bawa penggaris nggak? Pinjem dong. ''
Belum sempat gue menyelesaikan omongan gue, sebuah penggaris hadir tepat di depan gue.
'' Nih, ''
Seorang lelaki mengulurkan penggarisnya ke arah gue. Gue terkejut. Fariz tersenyum seraya menganggukkan kepalanya ke gue.
Gue diem.
Waktu seakan berjalan lambat. Ada jeda yang membuat jantung gue berdegup cukup kencang. Nafas pun ikut tertahan.
Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuh.
'' Ini, pakai aja. '' Fariz menyadarkan gue.
'' Ehh iya, iya. Pinjam dulu ya. ''
Sejak saat itu, gue menyukai Fariz.
Fariz yang berhasil membuat gue jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Kedengarannya memang aneh, bagaimana mungkin anak berumur 8 tahun bisa mengalami jatuh cinta dengan lawan jenisnya? Bagaimana mungkin cinta bisa datang tiba-tiba di usia yang semuda itu. Masih terbilang kanak-kanak.
Tidak hanya itu. Gue juga sering sekali memperhatikan buku absen yang ada di atas meja guru. Memperhatikan deretan nama absen sesuai abjad. Yang dimana nama gue dan nama Fariz hanya terpisah oleh satu nama siswi lain.
Muhammad Fariz
Ningsih
Rahayu Wulandari
Ada senyum yang perlahan mekar di ujung bibir saat jari tangan gue menyentuh deretan nama gue dan nama Fariz.
Ah, andai saja Ningsih tidak ada di kelas ini. Pasti nama gue dan Fariz udah deketan.
Gila. Segitu jatuh cintanya gue dengan lelaki itu.
Semakin hari, gue semakin menyukai sosok Fariz. Sikapnya dalam memimpin kelas, mengatur kelompok, mengatur barisan. Hanya satu kata yang terlintas di benak gue. Gagah.
Naik ke kelas 4 SD, gue tidak lagi sekelas dengan Fariz. Meskipun begitu, setiap jam istirahat gue selalu menyempatkan diri untuk melihatnya dari kejauhan. Melihat punggungnya yang sedang berjalan di paving block halaman sekolah. Melihatnya masuk ke kantor guru, bicara dengan guru, tertawa dengan teman-temannya. Tatapan matanya teduh.
Hingga sampai naik ke kelas 6 SD, gue-masih-menyukai-Fariz.
Gue menyukai saat di mana gue bisa memperhatikan raut wajahnya secara jelas. Ketika nomor ujian akhir murid udah keluar dan terpampang di papan info sekolah, rasanya gue ingin melompat girang saat mengetahui posisi duduk gue tepat di belakang posisi duduk Fariz. Gue juga bingung, kenapa bukan Ningsih yang berada di belakang posisi duduk Fariz. Dan akhirnya gue tau, ternyata posisi duduk sengaja dibentuk zig-zag sesuai nama di buku absen. Syukurlah. Setidaknya dengan posisi zig-zag itu, gue bisa berada dekat dengan lelaki ini. Lelaki yang gue kagumi 3 tahun lamanya.
Ada satu momen yang sampai saat ini masih teringat jelas di benak gue di saat hari ujian akhir berlangsung.
Seperti biasa, setiap kali selesai mengerjakan soal ujian, gue dan Fariz selalu berbicara tentang apa saja. Saat itu obrolan yang paling gue ingat mengenai musibah tsunami di Aceh. Berhubung Fariz adalah orang Aceh, gue selalu bertanya tentang kejadian itu, tentang saudaranya di sana.
Gue selalu senang ketika bisa berbicara dekat dengan sosok Fariz.
Gue juga masih ingat, saking ingin mengobrol dekat dengannya gue pernah membuka pembicaraan dengan kalimat,
'' Riz, kamu tau nggak. Itu A'a Gym nikah lagi loh. ''
'' Eh, masak iya? ''
'' Iya, bla bla bla ''
Bayangin. Anak kelas 6 SD udah ngomongin tentang A'a Gym yang melakukan poligami. Waktu itu acara gosip di tv memang lagi seru-serunya ngebahas tentang A'a Gym yang berpoligami.
Habisnya, gue nggak tau lagi mau bahas apa dalam obrolan. Gue hanya ingin terus berada dekat dengannya. Meskipun hanya dengan melalui obrolan.
Hingga di hari ujian kedua, gue mendadak kesel dengan Fariz. Fariz tidak sengaja mencopot kartu ujian gue yang tertempel di atas sudut permukaan meja. Di tiap-tiap meja memang tertempel kartu ujian masing-masing siswa. Dengan tujuan agar siswa bisa menyesuaikan posisi duduk dan kartu ujian yang asli sebagai pegangan.
'' Sorry, aku nggak sengaja. ''
'' Kamu sih, lihat tuh kan kartu ujianku jadi lepas. Ujungnya juga robek. '' Gue manyun. Sok imut. Jiji.
'' Iya, aku minta maaf. Blablablaaa.. ''
Hari itu, tidak ada lagi obrolan seusai ujian yang biasa kami lakukan sambil menunggu jam ujian berakhir. Tidak ada lagi membahas tsunami maupun A'a Gym yang menikah lagi.
Setiap kali Fariz menoleh ke belakang untuk mengajak gue mengobrol, gue selalu membuang muka. Diem. Ngambek.
HAHAAHAA KOK GUE GELI YA NGETIK DI BAGIAN INI. NGEBAYANGIN GUE SOK-SOK NGAMBEK.
'' Lan, maaf. Kan aku nggak sengaja. '' Fariz memutar posisi duduknya. Gue tetep diem sambil melempar pandangan ke arah lain.
Keesokan harinya, gue yang sedang diam duduk manis di kursi terkejut dengan kedatangan Fariz yang terlihat tergesa-gesa. Gue mau nanya sih, tapi gue sadar. Kan gue masih dalam kondisi 'ngambek'.
Fariz meletakkan tas punggungnya kemudian mengeluarkan kotak pensil hitamnya. Kemudian Fariz berbalik arah menghadap gue yang berada di belakangnya.
Dari kotak pensil hitam itu, Fariz mengeluarkan sebuah lem kertas. Dengan tanpa bicara apapun, Fariz langsung saja mengoleskan lem kertas itu ke kartu ujian gue dan menempelkannya kembali di atas meja. Gue sama sekali nggak melihat jelas tangan Fariz yang berusaha menempelkan kembali kartu ujian gue.
Dari posisi seperti ini, gue hanya-ingin melihat raut wajahnya yang tampak serius dan berhati-hati menempelkan kertas tersebut.
'' Udah kan? '' Fariz tersenyum sambil menutup kembali lemnya.
Gue tersenyum dan mengangguk. Masih nggak menyangka Fariz sebegitu pedulinya dengan gue. Berbeda dengan anak-anak lainnya.
Gue sebenernya mau ngomong,
'' Lemnya masih di pake nggak? ''
Dan membayangkan Fariz yang akan menjawab,
'' Enggak. Memangnya buat apa? ''
Trus gue dengan imutnya membalas,
'' Buat ngelem hati aku dan hati kamu. Biar lengkeeeet terus. ''
Trus gue dilempar lem.
Sayangnya, percakapan itu nggak terjadi. -__-
Setelah kartu ujian gue kembali melekat di atas meja, gue mulai membuka mulut saat Fariz mengajak gue mengobrol.
Ada perasaan yang sulit untuk diungkapkan saat gue mengingat kejadian seperti itu.
Sebegitu tanggung jawabnya dia di usia anak sekolah dasar ketika itu. Gue salut. Dan sikap-sikap seperti itu yang menjadi alasan mengapa gue bisa menjatuhkan cinta kepada sosok seorang Fariz.
Hampir setiap hari gue selalu berdoa dengan kalimat,
''Ya Allah semoga aku lulus SD. Semoga diterima di SMP 1. Semoga hasil ujiannya bagus dan kertas ujiannya nggak ada masalah. Semoga Fariz bisa jadi suamiku. Amin. ''
Nama Fariz, selalu ada dalam setiap rentetan doa gue.
Sejak lulus dari sekolah dasar, gue dan Fariz masuk di SMP yang berbeda. Begitu juga saat di SMA.
Gue sudah jarang bertemu Fariz.
Pernah suatu kali gue bertemu dengannya. Ingin sekali rasanya menyapa teman lama, tapi gue begitu takut untuk memulai.
Setiap kali berjumpa, gue dan Fariz selalu bertatapan beberapa detik sebelum pada akhirnya kami sama-sama sibuk dan kembali pada kegiatan masing-masing. Satu hal yang gue ingat, tatapan matanya masih sama seperti yang dulu. Teduh. Menyejukkan hati.
Tahun lalu, gue juga sempat bertemu dia saat di bulan puasa. Gue yang ketika itu sedang berburu takjil di pinggir jalan selalu menyempatkan diri melihat jalanan yang macet. Nggak tau kenapa, gue suka macet. Saat berada dalam mobil, gue juga sering memperhatikan korban macet dari balik kaca mobil.
Gue suka memperhatikan orang-orang yang terjebak dalam situasi macet meskipun gue sama sekali tidak berada di dalam kerumunan itu.
Gue bisa melihat raut wajah, gerutuan, omelan dari sikap masing-masing pengguna kendaraan. Gue juga bisa melihat sikap sabar dari beberapa pengendara motor dalam menghadapi situasi macet kala itu.
Dan pada detik itu, tanpa sengaja tatapan mata gue berhenti pada seorang pengendara motor. Fariz.
Lelaki itu...
Entah bagaimana bisa seketika gue menatap Fariz, lelaki itu seperti sadar dan juga menatap gue di tengah-tengah macet yang dialaminya.
Ada beberapa detik saat mata gue dan Fariz saling bertemu. Tak ada obrolan seperti yang kami lakukan saat 6 tahun silam. Tak ada sapaan, senyuman juga tegur sapa.
Percaya atau tidak, sampai saat ini gue masih sering menjadi stalker Fariz. Gue hanya ingin tau bagaimana tentang dia, bagaimana sekolahnya, kuliahnya juga tentang pacarnya.
Gue juga sering membaca komen-komenan instagramnya bersama teman-temannya. Tentang ia yang saat itu mendaki gunung, liburan ke pantai, jadi seorang maba, berlebaran dengan keluarganya dan banyak lainnya.
Karena gue hanya ingin tau tentang bagaimana keadaan dia setiap waktu.
Hai cinta pertama.
Sepertinya kamu tidak tau dan tidak akan pernah tau bahwa kepada kamulah aku menjatuhkan cinta untuk yang pertama kalinya di hidupku. Pemujamu dalam diam.
Kepada sosokmulah aku dapat merasakan bagaimana rasanya menyukai seseorang. Dengan hati yang bercampur aduk, dengan hati yang tidak menentu setiap kali aku melihatmu.
Hai cinta pertama.
Aku sangat berterimakasih kepadamu. Dengan adanya kamu, aku menjadi tau bagaimana rasanya guncangan degup jantung dengan skala besar. Aku menjadi tau bagaimana sejuknya hati saat berbicara denganmu. Dengan memperhatikan tekstur wajahmu, lekukan lesung pipimu, setiap inci helai rambutmu.
Hai cinta pertama.
Sukses selalu dalam mewujudkan impianmu :))
Kata orang cinta pertama itu enggak bisa dilupakan. Bener nggak sih?
Meskipun pada kenyataannya cinta pertama kita belum tentu menganggap kita sebagai cinta pertamanya. Karena dia pasti punya cinta pertamanya sendiri.
Jujur. Gue sendiri merasakan cinta pertama di usia 8 tahun. Gila ya. Gue nggak habis fikir. Anak kelas 3 esde bisa-bisanya mengalami jatuh cinta.
Gue jatuh cinta dengan ketua kelas di kelas gue sendiri. Namanya Fariz. Beneran deh, ini nama asli. Bukan nama samaran.
Fariz bersuku Aceh. Badannya gagah, tampan rupawan. Kepribadiannya juga wibawa banget. Ngomong seadanya. Tipe suami-able gitu. Duuh.
Gue sering kali melirik-lirik dia di setiap kali ada kesempatan. Ada bahagia yang tak terungkap di dalam hati.
Sampai pada suatu hari yang di mana gue mengingat jelas hari bersejarah ketika gue jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.
Pagi itu pelajaran matematika sedang berlangsung. Sialnya, gue lupa membawa penggaris. Padahal beberapa hari sebelumnya, ibu guru udah mengingatkan siswanya untuk membawa penggaris. Soalnya pelajaran kali itu udah masuk ke bab bangun ruang.
Selesai ibu guru menerangkan di papan tulis, seperti biasa anak-anak lainnya sibuk mencatat kembali pelajaran dari papan tulis. Dan gue mendadak bengong saat menyadari bahwa gue tidak membawa penggaris.
Daripada enggak nyatat, akhirnya gue memberanikan diri bertanya ke teman-teman yang posisi duduknya dekat dengan gue.
'' Temen-temen, ada yang bawa penggaris nggak? ''
Satu kelas hening. Nggak ada yang respon. Gue dikacangin. Parah.
Gue kembali membuka mulut.
'' Ada yang bawa penggaris nggak? Pinjem dong. ''
Belum sempat gue menyelesaikan omongan gue, sebuah penggaris hadir tepat di depan gue.
'' Nih, ''
Seorang lelaki mengulurkan penggarisnya ke arah gue. Gue terkejut. Fariz tersenyum seraya menganggukkan kepalanya ke gue.
Gue diem.
Waktu seakan berjalan lambat. Ada jeda yang membuat jantung gue berdegup cukup kencang. Nafas pun ikut tertahan.
Ada gejolak yang tak biasanya gue rasakan saat berada dalam situasi saat ini. Ada rasa yang beda. Lain.
Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuh.
'' Ini, pakai aja. '' Fariz menyadarkan gue.
'' Ehh iya, iya. Pinjam dulu ya. ''
Sejak saat itu, gue menyukai Fariz.
Fariz yang berhasil membuat gue jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Kedengarannya memang aneh, bagaimana mungkin anak berumur 8 tahun bisa mengalami jatuh cinta dengan lawan jenisnya? Bagaimana mungkin cinta bisa datang tiba-tiba di usia yang semuda itu. Masih terbilang kanak-kanak.
Tidak hanya itu. Gue juga sering sekali memperhatikan buku absen yang ada di atas meja guru. Memperhatikan deretan nama absen sesuai abjad. Yang dimana nama gue dan nama Fariz hanya terpisah oleh satu nama siswi lain.
Muhammad Fariz
Ningsih
Rahayu Wulandari
Ada senyum yang perlahan mekar di ujung bibir saat jari tangan gue menyentuh deretan nama gue dan nama Fariz.
Ah, andai saja Ningsih tidak ada di kelas ini. Pasti nama gue dan Fariz udah deketan.
Gila. Segitu jatuh cintanya gue dengan lelaki itu.
Semakin hari, gue semakin menyukai sosok Fariz. Sikapnya dalam memimpin kelas, mengatur kelompok, mengatur barisan. Hanya satu kata yang terlintas di benak gue. Gagah.
Naik ke kelas 4 SD, gue tidak lagi sekelas dengan Fariz. Meskipun begitu, setiap jam istirahat gue selalu menyempatkan diri untuk melihatnya dari kejauhan. Melihat punggungnya yang sedang berjalan di paving block halaman sekolah. Melihatnya masuk ke kantor guru, bicara dengan guru, tertawa dengan teman-temannya. Tatapan matanya teduh.
Hingga sampai naik ke kelas 6 SD, gue-masih-menyukai-Fariz.
Gue menyukai saat di mana gue bisa memperhatikan raut wajahnya secara jelas. Ketika nomor ujian akhir murid udah keluar dan terpampang di papan info sekolah, rasanya gue ingin melompat girang saat mengetahui posisi duduk gue tepat di belakang posisi duduk Fariz. Gue juga bingung, kenapa bukan Ningsih yang berada di belakang posisi duduk Fariz. Dan akhirnya gue tau, ternyata posisi duduk sengaja dibentuk zig-zag sesuai nama di buku absen. Syukurlah. Setidaknya dengan posisi zig-zag itu, gue bisa berada dekat dengan lelaki ini. Lelaki yang gue kagumi 3 tahun lamanya.
Ada satu momen yang sampai saat ini masih teringat jelas di benak gue di saat hari ujian akhir berlangsung.
Seperti biasa, setiap kali selesai mengerjakan soal ujian, gue dan Fariz selalu berbicara tentang apa saja. Saat itu obrolan yang paling gue ingat mengenai musibah tsunami di Aceh. Berhubung Fariz adalah orang Aceh, gue selalu bertanya tentang kejadian itu, tentang saudaranya di sana.
Gue selalu senang ketika bisa berbicara dekat dengan sosok Fariz.
Setidaknya dengan obrolan inilah, gue bisa berada dekat sebagai lawan bicaranya.
Gue juga masih ingat, saking ingin mengobrol dekat dengannya gue pernah membuka pembicaraan dengan kalimat,
'' Riz, kamu tau nggak. Itu A'a Gym nikah lagi loh. ''
'' Eh, masak iya? ''
'' Iya, bla bla bla ''
Bayangin. Anak kelas 6 SD udah ngomongin tentang A'a Gym yang melakukan poligami. Waktu itu acara gosip di tv memang lagi seru-serunya ngebahas tentang A'a Gym yang berpoligami.
Habisnya, gue nggak tau lagi mau bahas apa dalam obrolan. Gue hanya ingin terus berada dekat dengannya. Meskipun hanya dengan melalui obrolan.
Hingga di hari ujian kedua, gue mendadak kesel dengan Fariz. Fariz tidak sengaja mencopot kartu ujian gue yang tertempel di atas sudut permukaan meja. Di tiap-tiap meja memang tertempel kartu ujian masing-masing siswa. Dengan tujuan agar siswa bisa menyesuaikan posisi duduk dan kartu ujian yang asli sebagai pegangan.
'' Sorry, aku nggak sengaja. ''
'' Kamu sih, lihat tuh kan kartu ujianku jadi lepas. Ujungnya juga robek. '' Gue manyun. Sok imut. Jiji.
'' Iya, aku minta maaf. Blablablaaa.. ''
Hari itu, tidak ada lagi obrolan seusai ujian yang biasa kami lakukan sambil menunggu jam ujian berakhir. Tidak ada lagi membahas tsunami maupun A'a Gym yang menikah lagi.
Setiap kali Fariz menoleh ke belakang untuk mengajak gue mengobrol, gue selalu membuang muka. Diem. Ngambek.
HAHAAHAA KOK GUE GELI YA NGETIK DI BAGIAN INI. NGEBAYANGIN GUE SOK-SOK NGAMBEK.
'' Lan, maaf. Kan aku nggak sengaja. '' Fariz memutar posisi duduknya. Gue tetep diem sambil melempar pandangan ke arah lain.
Keesokan harinya, gue yang sedang diam duduk manis di kursi terkejut dengan kedatangan Fariz yang terlihat tergesa-gesa. Gue mau nanya sih, tapi gue sadar. Kan gue masih dalam kondisi 'ngambek'.
Fariz meletakkan tas punggungnya kemudian mengeluarkan kotak pensil hitamnya. Kemudian Fariz berbalik arah menghadap gue yang berada di belakangnya.
Dari kotak pensil hitam itu, Fariz mengeluarkan sebuah lem kertas. Dengan tanpa bicara apapun, Fariz langsung saja mengoleskan lem kertas itu ke kartu ujian gue dan menempelkannya kembali di atas meja. Gue sama sekali nggak melihat jelas tangan Fariz yang berusaha menempelkan kembali kartu ujian gue.
Dari posisi seperti ini, gue hanya-ingin melihat raut wajahnya yang tampak serius dan berhati-hati menempelkan kertas tersebut.
'' Udah kan? '' Fariz tersenyum sambil menutup kembali lemnya.
Gue tersenyum dan mengangguk. Masih nggak menyangka Fariz sebegitu pedulinya dengan gue. Berbeda dengan anak-anak lainnya.
Gue sebenernya mau ngomong,
'' Lemnya masih di pake nggak? ''
Dan membayangkan Fariz yang akan menjawab,
'' Enggak. Memangnya buat apa? ''
Trus gue dengan imutnya membalas,
'' Buat ngelem hati aku dan hati kamu. Biar lengkeeeet terus. ''
Trus gue dilempar lem.
Sayangnya, percakapan itu nggak terjadi. -__-
Setelah kartu ujian gue kembali melekat di atas meja, gue mulai membuka mulut saat Fariz mengajak gue mengobrol.
Ada perasaan yang sulit untuk diungkapkan saat gue mengingat kejadian seperti itu.
Sebegitu tanggung jawabnya dia di usia anak sekolah dasar ketika itu. Gue salut. Dan sikap-sikap seperti itu yang menjadi alasan mengapa gue bisa menjatuhkan cinta kepada sosok seorang Fariz.
Hampir setiap hari gue selalu berdoa dengan kalimat,
''Ya Allah semoga aku lulus SD. Semoga diterima di SMP 1. Semoga hasil ujiannya bagus dan kertas ujiannya nggak ada masalah. Semoga Fariz bisa jadi suamiku. Amin. ''
Nama Fariz, selalu ada dalam setiap rentetan doa gue.
Sejak lulus dari sekolah dasar, gue dan Fariz masuk di SMP yang berbeda. Begitu juga saat di SMA.
Gue sudah jarang bertemu Fariz.
Pernah suatu kali gue bertemu dengannya. Ingin sekali rasanya menyapa teman lama, tapi gue begitu takut untuk memulai.
Setiap kali berjumpa, gue dan Fariz selalu bertatapan beberapa detik sebelum pada akhirnya kami sama-sama sibuk dan kembali pada kegiatan masing-masing. Satu hal yang gue ingat, tatapan matanya masih sama seperti yang dulu. Teduh. Menyejukkan hati.
Tahun lalu, gue juga sempat bertemu dia saat di bulan puasa. Gue yang ketika itu sedang berburu takjil di pinggir jalan selalu menyempatkan diri melihat jalanan yang macet. Nggak tau kenapa, gue suka macet. Saat berada dalam mobil, gue juga sering memperhatikan korban macet dari balik kaca mobil.
Gue suka memperhatikan orang-orang yang terjebak dalam situasi macet meskipun gue sama sekali tidak berada di dalam kerumunan itu.
Gue bisa melihat raut wajah, gerutuan, omelan dari sikap masing-masing pengguna kendaraan. Gue juga bisa melihat sikap sabar dari beberapa pengendara motor dalam menghadapi situasi macet kala itu.
Dan pada detik itu, tanpa sengaja tatapan mata gue berhenti pada seorang pengendara motor. Fariz.
Lelaki itu...
Entah bagaimana bisa seketika gue menatap Fariz, lelaki itu seperti sadar dan juga menatap gue di tengah-tengah macet yang dialaminya.
Ada beberapa detik saat mata gue dan Fariz saling bertemu. Tak ada obrolan seperti yang kami lakukan saat 6 tahun silam. Tak ada sapaan, senyuman juga tegur sapa.
Mata yang seolah berbicara.
Percaya atau tidak, sampai saat ini gue masih sering menjadi stalker Fariz. Gue hanya ingin tau bagaimana tentang dia, bagaimana sekolahnya, kuliahnya juga tentang pacarnya.
Gue juga sering membaca komen-komenan instagramnya bersama teman-temannya. Tentang ia yang saat itu mendaki gunung, liburan ke pantai, jadi seorang maba, berlebaran dengan keluarganya dan banyak lainnya.
Karena gue hanya ingin tau tentang bagaimana keadaan dia setiap waktu.
Hai cinta pertama.
Sepertinya kamu tidak tau dan tidak akan pernah tau bahwa kepada kamulah aku menjatuhkan cinta untuk yang pertama kalinya di hidupku. Pemujamu dalam diam.
Kepada sosokmulah aku dapat merasakan bagaimana rasanya menyukai seseorang. Dengan hati yang bercampur aduk, dengan hati yang tidak menentu setiap kali aku melihatmu.
Hai cinta pertama.
Aku sangat berterimakasih kepadamu. Dengan adanya kamu, aku menjadi tau bagaimana rasanya guncangan degup jantung dengan skala besar. Aku menjadi tau bagaimana sejuknya hati saat berbicara denganmu. Dengan memperhatikan tekstur wajahmu, lekukan lesung pipimu, setiap inci helai rambutmu.
Hai cinta pertama.
Sukses selalu dalam mewujudkan impianmu :))
63 comments
duuh dramatis banget ya lan.
ReplyDeletesubhanallah kelas 3 sd udah jatuh cinta. aku usia segitu masih main blasakan gak karuan. romantis berarti masa kecilmu lan.
doanya luar biasa.
Hahaaa kecepetan puber iya mas :D
DeleteWulan, sepertinya kamu terlalu cepat ngalamin pubertas. Udah ngerasain cinta-cintaan, ngambek kayak cewek PMS, ngobrolin poligami. Hahaha.
ReplyDeleteJadi gimana, punya Fariz panjang nggak waktu itu? Penggarisnya. Penggarisnya panjang kan?
Aku nggak kayak kamu, yang masih inget sama cinta pertamanya. Aku lupa, Lan :( Kayaknya memang bakalan jadi calon pengidap Alzheimer.
Ini Wulan versi melankolis. Tapi ggak bikin senyum-senyum najis. Karena isi postingannya manis. Cintanya yo oloh, tulus abis :))
Hahaa nah iya Cha. Ngambek nggak jelas, segala poligami dibahas :'D
DeletePanjang sekali Cha. 30 cm.
Iya penggarisnya yang panjang :D
Hahaa Alzheimer berat nih kamu, Cha.
Iyaak ini pantun atau apa Chaaa?
Tumben lan, endingnya buat Surat cinta gitu. Hadeh.... Keknya ini bisa dibilang Gagal Moveon Level CDD (Cinta Diam-diam).
ReplyDeleteFariz ternyata Lelaki yang sangat mengagumkan buatmu ya lan. Sayannya, dirimu hanya doyan cari tau. Bukan cari hati supaya bisa ngelem hatimu dan hatinya.. "Sumpah!!BAgian itu tadi jijik bgt lan."
Untung aja gak jadi. Kalo jadi, ya mungkin sekelas bakalan ngelempar lem. :D
Untuk cinta pertama, Fauzi (meski bukan nama asli) sadarlah bahwa wanita satu ini sudah tangguh menjaga rasanya menjadi cinta pertamamu.
Hahaa lagi pengen aja nih Pangeran.
DeleteWaktu esde masih malu-malu gitu.
HAHAA SAMA NIH. AKU JUGA JIJIK PAS NULISNY :'D
Nah iya, untungnya nggak jadi.
Haseeek dah =D
Cinta pertama seorang anak kelas 3 SD :-)
ReplyDeleteSampai sekarang terus terbayang dan mungkin juga tak pernah terlupakan..
Cieilee yang mau nyapa tapi Keingat lagi ngambek.. kok akhir akhir ini aku ngerasain begitu ya.. jijik udah gede pula.. ah, lupakan..
Kamu kok gak ada inisiatif nyapa gitu waktu bertatap tatapan waktu macet?! Yah.. sayang sekali..
Teringat masa pertama kali jatuh cinta, hehe
DeleteWkaka iya. Mau ngomong tapi lagi ngambek.
Jaah samaan gitu Arum?
Takutnya dia nggak kenal lagi. Hehee
Penuaan dini itu namnya yaa :D
ReplyDeletemarahnya cewek memang bikin greget ya, katanya ngambek tapi ngarep. coba kalau fariz tau udah di lempar tuh lem :D
Penuaan dini. Hahaa
DeleteUntung Fariz nggak tau
ketawanya beda ya kalau udah dewasa mah, kaya ada manis-manisnya gitu :D
DeleteHahaaa kayak minerale gitu mas? :'D
Deleteastaga penutupannya bikin baper lan . . .
ReplyDeletebtw ningsih tadi sempat nyusahin yaa, ngehalangin org sama cinta pertama nya aja haha
mungkin kamu waktu SD masih gak suka gombal beda kaya zaman sekarang haha
Makan dulu yuk biar nggak baper.
DeleteIya tuh. Namanya mengganggu banget. WKwk
Sekarang juga nggak bisa gombal mas Febri. :D
gue lebih muda pada elu keles-_
DeleteGIMANA CERITANYA ANAK SD UDAH SUAMI-ABLE?!
ReplyDeleteWulan emang kecepetan akil baligh nih. Hahaha. Bangkheee gue cengar-cengir sendiri bacanya. Pas momen ujian itu loh. Gue punya kenangan juga sama seorang cewek. Kayaknya, sih, pas SMP. Kami duduk sebangku gitu pas ujian. Adik kelas duduk sama kakak kelas. Iya, gue naksir kakak kelas. Di hari terakhir UTS/UAS, gue malah cabut dari mejanya, terus gue tulis di baliknya, "Aku suka kakak."
Lalu gue tempelin lagi. Dan dia gak akan pernah tahu itu :(
Hahahaaa kecepatan puber sih gue.
DeleteANJIIRR NAKSIR KAKAK KELAS :D Sama kayak Darma.
Secret admirer ciyee. Sampe nulis di kartu ujiannya.
Mungkin aja dia tau, Yog.
Aaaaakk tumben postingan kamu manis banget wahai dek wulaaan, hiks dia masi 6 sd waktu aa gym kasus, akuhhh?? Aku mungkin sudah sma klas 1 hahanjeer
ReplyDeleteHmmm..itu masi wajar kok lan, 3 sd uda cinta cintaan..waktu tk, aku aja ditaksir banyak cowok, tapi akunya lempeng n masa bodoh, ciye pamer ..
WAH...baca kalimat per kalimat kayak merasa ini bukan eulan, serius kata kstanya dalem banget..
Jd fariz follow wulan ga di ig nya
Hahaaa aku manis mba? Waaah iya makasih yaa. Duh jadi maluk.
DeleteMba, jangan buka-bukaan umur :'D
Widih pas TK mba ditaksir banyak cowo. Hahaa ya namanya msh anak-anak mba. Masa bodoh gitu ya.
Percayalah. Ini aku mbaaa. Haha
Aku yang follow dia mba. Dianya enggak. Hahaa
Aku waktu kelas 3 bukan jatuh cinta tapi cuma suka ajasih sama temen kelas, dan pas kelas 5 malah jadi suka sama anak cowo yang laen lagi wkwkwk. Namanya juga anak kecil yak, masih labil (banget)~
ReplyDeleteTapi, Kamu jatuh cintanya di usia yang belia dan bisa setia, dari kelas 3 sampe kelas 6, bahkan sekarang masih ngesalk si doi. Luar biasaaa, ntar kalo doi udah jomblo langsung aja tuh ungkapin perasaannya, nanti aku bantu doain biar lancar dan jadi keluarga yang samawa. Amiin :'v
Hahaaa cepet berpindah ke lain hati ya :D
DeleteSekarang nggak ngejar sih. Cuma pengen tau kabarnya aja. hehe :))
mendoakan nya bagus he
ReplyDeleteIya terimakasih ya
Deletehah, cinta pertamaku dia kaka kelasku waktu sd, dulu kayaknya aku masih kelas 4 kayaknya, atau gak 5, eh mungkin 3 atau dua ah, itulah pokonya. kami juga tetanggaan aku ngapelin dia tiap hari, tapi dia takut sama aku karena aku cium cium, hmmm hahaha ini buruk
ReplyDeleteJadi mana yang bener Mae -___-
DeleteHAHAAA MASIH KECIL UDAH MESUM AJA LU. CIAM-CIUM ANAK ORANG.
Cinta pertama sama pacar pertama beda ga?
ReplyDeleteKalo cinta pertama sejak SMP, tapi pacar pertama sejak kelas 2 SMA
Cinta petama sih gak terlalu sulit dilupakan, kalo Pacar pertama baru tuh susah dilupakan'a Hahaha :D
Huahaha keren nih masih SD tapi udah bisa menggombal :v
Semoga Fariz baca artikel ini yah Lan :D
Kalau saya sih beda mas. Beda orang. Hehe. Tapi ada juga sih yang ngalamin cinta pertama dan pacar pertama dgn orang yg sama.
DeleteHahaa. Saya malah kebalik mas =D
Nggak jadi mah itu -__-
Jangan mas. Malu. Wkwkw
Cinta pertama sih dulu ya waktu SD hanya sekedar suka. Dan rasanya kurang mantap kalau nembak pertama kali gak ditolak. Wkwkwkw
ReplyDelete#curhat
Hhahaa jadi pertama kali nembak, kamu ditolak gitu mas? Wow.
DeleteEh? Cinta pertama kelas 3 SD, Lan? Huahaha
ReplyDeleteItu namanya kurang lengkap kamu tulis, Lan... Harusnya Muhammad Fariz** P****** ya kan? Huahaha :D
BENTAR BENTAAR.
DeleteINI MBA DARA TAU DARI MANA NAMA KEPANJANGAN FARIZ YANG ASLIII???
MBAAA TAU DARI MANA?? AAAKKK
beda y sama gw, kalo gw pas sd g pernah suka sama cowok sampe skrng
ReplyDeleteAstagfirullah, jeruk ngunyah jeruk. :v
DeleteHAHAHAA YAIYALAH :'D
DeleteNANGIS NIH GUA
kisahmu sama Fariz :' hampir persis kayak kisahku sama Kiky :' yah, begitulah cinta pertama :')
ReplyDeleteTapi bang, gue nggak pernah suka sama guru :P
DeleteNggak patah hati juga karena guru yang mau nikah.
HAHAHAHAAAA
yap, first love memang sulit dilupakan. dan menjadi stalker hanya untuk mengetahui bagaimana keadaan dan kondisi terakhirnya, itu adalah salah satu bukti nyata..
ReplyDeleteIya bener. Cuma bisa jadi stalker.
DeleteGila! Kak, serius, cerita cinta pertama kita hampir sama banget! Cuman, kalo sekarang sih aku nggak terlalu peduli sama dia. Biasa aja gitu.
ReplyDeleteBaca udah nyampe tengah dan akhir itu sumpah, aku jadi baper. Serius! Apalagi yang... Udah di kata "Hai cinta pertama".
Jadi weh plesbek. Jadi weh galau. Jadi weh kurang pokus :')
Waah iya ya Ris? Posting dong :D
DeleteDuuh jangan baper neng. Jadi plesbek gitu kan :))
Nggak ah, maluuuu :$ nanti baper lagi huaaa
DeleteHahahaa jangan baper Ris..
Deletepercintaan macama apa ini..
ReplyDeleteumur segitu masih main gundu kak....
tapi yaa bener si jev, first love emang sulit dilupain kok :))
masih ada bumbu bumbu kenangan saat diam diam memandang dari jauh, sebatas menyapa sudah berbunga bunga dan lain-lain :))
Hahaa aku kecepatan puber nih, Yu.
DeleteBumbu. Hmm. Kayak mecin.
cie first love ya,, :D salam kunjungan pertama nih di blog ini :) semoga bisa saling silahturohmi kedepannya :)
ReplyDeleteHahaa iya.
DeleteSalam kenal ya. Amin. :))
Ya ampun lucu banget. gua baca sambil senyum-senyum najongm kebayangin bocah SD ngambek-ngambekan gara-gara kartu ujian.
ReplyDeleteeh btw, ga takut si fariz baca? apa bahkan udh ngasi tau ke fariz kalo ada postingan tentang dia.
tapi serius ini cinta bocah banget, manis manis manja.
Hahahaa iya ya :'D
DeleteGue juga geli pas ngetiknya. Bisa-bisanya sok sok ngambek gitu. Wkwk
Kayaknya dia nggak bakal baca deh. Dia juga nggak tau blog ini. Hehee
Hahahaa
sabi-sabi.
Deletetapi kalo tiba-tiba dia enter nama lo di google dan nemu blog ini gimandose?
Cinta pertama selalu wangi
ReplyDeleteSewangi ketek. Hahaa
Deleteyang pertama emang selalu jadi kenangan terindah..
ReplyDeletetenang aja kalo gak jodoh gak bakal kemana kok
:D
Hehee iya Helga. :))
DeleteAwww, sweet sekali :)) Awet juga ya puppy love nya. Kalau aku first love nya umur 7 tahun, ---tapi sama Steven Tyler, hehehe :p
ReplyDeleteWkwkw makasih mba Indi.
DeleteWah, lebih duluan mba Indi ngalamin first love nih daripada aku.
Hahaa Steven Tyler. :'D leh uga,
Biasanya kalo cinta pertama, cinta yang paling diinget. Susah dilupain. walaupun pada akhirnya gak selalu berakhir jadian hehehe
ReplyDeleteIya iya bener. Jarang banget cinta pertama bisa berakhir jadian dan bahagia. Hehe
DeleteWiiiiiii parah masih di stalk sampe sekarang, mancayy. Udah berapa tahun dong?
ReplyDeleteBtw kayanya cuma kakak ya yang doyan macet, haha.
Cinta pertama selalu sulit dilupain kah?
Hmm, ngomong ngomong cinta pertamaku siapa ya :( kalau naksir-naksir kera itu namanya cinta pertama bukan? ._.
Berapa tahun apanya Anis?
DeleteHahaa, macet dinikmatin aja Nis. Wkwk
Naksir kera. Hmm. Kamu suka ke Ragunan Nis?
cukup keren juga ya umur 8 taun udah ngerasain jatuh cinta. kalo aku sih ngerasain jatuh cinta pas smp. dan sampe saat ini masih berhubungan baik. tapi dia udah punya cewek . wkwk
ReplyDeleteeh btw cinta pertama emang susah dilupain. bakal inget terus ...
Hahaa aku kecepetan pubernya nih. Kalo aku mah skrg malah jarang komunikasian.
DeleteIya bener Nita :))
jadi teringat sama cinta pertama nihh...
ReplyDeleteoriginal content on the site.
ReplyDeleteKomentarnya ditunggu kakak~