Di hari Sabtu yang bahagia, langit tidak henti-hentinya
menurunkan air hujan ke muka bumi. Kenapa gue bilang bahagia? Iya bahagia.
Dengan cuaca dingin yang seperti ini, gue bakalan bisa tidur nyenyak dengan
mudahnya. Gue bisa sembunyi dan bergumul dengan hangatnya sang selimut.
Namun, semua berubah saat kepala gue yang secara tiba-tiba memutar ingatan dengan chat Lisa. Chat yang berisi. ‘’ketemuan hari Sabtu jam tujuh ya. ‘’ itu mendadak membuat gue langsung menyambar hp.
Gue langsung saja menelfon Lisa, teman semasa SMK gue dulu.
‘’ Sa, lagi di mana? ‘’
‘’ Lagi di rumah. Kamu lg di mana, Lan? ‘’
‘’ Aku lagi di rumah, lagi ngeluarin motor. Tinggal ngegas aja nih. ‘’
‘’ Iya iya, Lan. Ke rumah Roza dulu ya. ‘’
‘’ Oke. ‘’
Namun, semua berubah saat kepala gue yang secara tiba-tiba memutar ingatan dengan chat Lisa. Chat yang berisi. ‘’ketemuan hari Sabtu jam tujuh ya. ‘’ itu mendadak membuat gue langsung menyambar hp.
Gue langsung saja menelfon Lisa, teman semasa SMK gue dulu.
‘’ Sa, lagi di mana? ‘’
‘’ Lagi di rumah. Kamu lg di mana, Lan? ‘’
‘’ Aku lagi di rumah, lagi ngeluarin motor. Tinggal ngegas aja nih. ‘’
‘’ Iya iya, Lan. Ke rumah Roza dulu ya. ‘’
‘’ Oke. ‘’
Selesai menyudahi obrolan via telfon itu, gue langsung
manyambar handuk dan ngacir ke kamar mandi. Setelah gue rasa semuanya cukup,
gue langsung izin ke Ayah Ibu, menutup pintu dan cuuuss langsung menuju rumah
Roza.
Hari itu, Roza yang sedang berkuliah jauh akhirnya pulang ke rumahnya. Seperti biasa, kalo Roza pulang ke sini, gue dan Lisa pasti langsung membuat rencana untuk berkumpul bersama.
Sesampainya di rumah Roza, gue menemukan Roza masih dengan tampang lusuh dan baju rumahannya. Iyak, ini anak bener-bener nggak berubah ya dari dulu. Kalo janjian, pasti selalu nggak on time.
Nih ya, kalo kalian sering punya temen yang janjian jam 7 tapi datangnya jam 8 mah nggak papa. It’s okay. Wajar sih.
Hari itu, Roza yang sedang berkuliah jauh akhirnya pulang ke rumahnya. Seperti biasa, kalo Roza pulang ke sini, gue dan Lisa pasti langsung membuat rencana untuk berkumpul bersama.
Sesampainya di rumah Roza, gue menemukan Roza masih dengan tampang lusuh dan baju rumahannya. Iyak, ini anak bener-bener nggak berubah ya dari dulu. Kalo janjian, pasti selalu nggak on time.
Nih ya, kalo kalian sering punya temen yang janjian jam 7 tapi datangnya jam 8 mah nggak papa. It’s okay. Wajar sih.
Kalo Roza, beda. Janjian jam 7, mandinya jam 8.
Alhasil, saat jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam,
kami berangkat menuju Café Diya. Sempat terjadi obrolan absurd antara gue
dengan Roza.
R (Roza)
G (Gue, perempuan yang mencintai dia dalam diam)
R: Kita kemana nih, Lan?
G: Kata Lisa, ke Café Diya.
R: Café dia? Lisa punya café?
G: Iya Café Diya.
R: Sejak kapan Lisa punya Café?
G: Nganuuu maksudnya Café Diya. D-I-Y-A
G: Kata Lisa, ke Café Diya.
R: Café dia? Lisa punya café?
G: Iya Café Diya.
R: Sejak kapan Lisa punya Café?
G: Nganuuu maksudnya Café Diya. D-I-Y-A
Ini gue salah ngomong ya? Teros coro mocone piye? ;(
Setelah gue mengeja satu persatu huruf dalam nama Café
tersebut, tawa Roza pecah seketika.
Sesampainya di Café Diya, kami berempat turun dari motor.
Iya kami berangkat berempat bersama Sari, teman kami juga yang ternyata sedang
off day setelah kerja nun jauh di sana.
Cafenya adem. Sunyi. Senyap. Hanya ada beberapa pasangan muda-mudi yang terlihat bercengkerama dengan mesranya. Gue lupa untuk mengatur hari untuk tidak keluar malam. Gue lupa kalo ini malam minggu. Oh no!
Cafenya adem. Sunyi. Senyap. Hanya ada beberapa pasangan muda-mudi yang terlihat bercengkerama dengan mesranya. Gue lupa untuk mengatur hari untuk tidak keluar malam. Gue lupa kalo ini malam minggu. Oh no!
Satu hal yang pertama kali terlintas di benak pikiran gue.
Sumpah, ini cafenya kenapa remang-remang banget anjir. Ini café atau tempat
prostitusi? Gue sempat curiga dengan teman-teman gue. Apa jangan-jangan mereka
sengaja membawa gue ke sini untuk menjual gue?
Nggak salah nih mereka? Dada rata gini masak laku sih? Minta naikan harga dikit bisa keleus.
Nggak salah nih mereka? Dada rata gini masak laku sih? Minta naikan harga dikit bisa keleus.
Lah sitai.
Sebelum pikiran aneh itu makin panjang, gue langsung menepis
dugaan-dugaan itu. Gue percaya dengan mereka kok. Mereka anak baik-baik. Mereka
perempuan baik yang sholehah. Gue masih ingat jelas waktu masih masa sekolah
dulu, Lisa pernah mengajak gue dan Roza untuk ikut pengajian. Dalam pengajian
ini, nantinya akan ada pembedahan al-quran. Seperti membahas ayat-ayat yang ada
di dalam al quran. Gue langsung ngerasa jadi Zaskia Adya Mecca yang cantik
jelita dan sholehah saat pertama kali ikut pengajian bersama Lisa dan Roza.
Pengajian yang diadakan sekali seminggu itu sukses membuat gue hadir dengan sekali pertemuan saja.
Setelah gue tidak lagi ikut pengajian itu, gue tetep ngerasa jadi Zaskia. Tapi kali ini Zaskia Gotik. ;(
Tapi gue hapal pancasila kok. Serius.
Pengajian yang diadakan sekali seminggu itu sukses membuat gue hadir dengan sekali pertemuan saja.
Setelah gue tidak lagi ikut pengajian itu, gue tetep ngerasa jadi Zaskia. Tapi kali ini Zaskia Gotik. ;(
Tapi gue hapal pancasila kok. Serius.
Beberapa minggu setelah gue tidak lagi ikut pengajian itu,
Roza akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak sesat dan laknat gue. Roza
berhenti dari pengajian itu. Sungguh, kami perempuan yang tidak sholehah.
Dan karena itu, gue belum berani beli susu Hilo Sholehah.
Bukan, bukan karena gue tidak sholehah. Tapi karena harganya. Mahal banget
kampret.
Karena belom sholehah juga sih.
Kalo gue boleh minta satu permintaan, bisa nggak pabrik susu
Hilo nyiptain produk susu dengan nama produk, susu Hilo Pra-Sholehah.
Pasti gue beli deh itu. Bener.
Sesampainya di dalam Café Diya yang tentunya setelah gue
melewati area para muda mudi ngedate, kami langsung berjalan untuk mencari meja
yang kosong. Setelah melalui berbagai pertimbangan, gue dan Roza langsung saja
memilih salah satu meja yang berada di tengah-tengah yang mengarah ke dinding. Sepertinya,
gue tidak salah memilih tempat. Lah iya, wong tempat yang tersedia cuma tinggal
satu meja doang.
Setelah memesan makanan dan minuman, kami berempat mulai
membuka suara dan saling bercerita tentang apa yang dialami masing-masing
selama akhir bulan ini. Hingga entah darimana awalnya tiba-tiba saja obrolan
melenceng hingga membahas soal asmara.
‘’ Kamu masih sama Reksi, Sa? ‘’ tanya gue kepada Lisa. Lisa mengangguk dan mengembangkan senyumannya.
‘’ Wah langgeng ya, ‘’ ujar gue. Sayup-sayup lagu Pasto terdengar memenuhi segala penjuru Café Diya. Membuat pasangan muda-mudi semakin terbawa hanyut oleh keromantisan.
Lisa yang sudah 3 tahun berpacaran dengan pacarnya itu sukses membuat gue bertanya-tanya dalam hati tentang apa rahasia langgengnya suatu hubungan. Obrolan kembali berlanjut saat Sari menceritakan bahwa ia sedang mengalami cinta lokasi dengan rekan kerjanya.
‘’ Kamu masih Za? ‘’ Kali ini Lisa yang bertanya kepada Roza mengenai status perempuan itu.
‘’ Masih single? Iya. Hehehe, ‘’ Roza cengengesan sambil sesekali mencolek kentang goreng ke dalam tumpukan saos. Gue masih heran sama Roza, itu anak masih aja betah ngejomblo. Iya sih dia jomblo, tapi gebetannya banyak. Seru.
‘’ Kalo kamu, Lan? Masih? ‘’
‘’ Masih sama yang kemaren? ‘’
‘’ Kamu masih sama Reksi, Sa? ‘’ tanya gue kepada Lisa. Lisa mengangguk dan mengembangkan senyumannya.
‘’ Wah langgeng ya, ‘’ ujar gue. Sayup-sayup lagu Pasto terdengar memenuhi segala penjuru Café Diya. Membuat pasangan muda-mudi semakin terbawa hanyut oleh keromantisan.
Lisa yang sudah 3 tahun berpacaran dengan pacarnya itu sukses membuat gue bertanya-tanya dalam hati tentang apa rahasia langgengnya suatu hubungan. Obrolan kembali berlanjut saat Sari menceritakan bahwa ia sedang mengalami cinta lokasi dengan rekan kerjanya.
‘’ Kamu masih Za? ‘’ Kali ini Lisa yang bertanya kepada Roza mengenai status perempuan itu.
‘’ Masih single? Iya. Hehehe, ‘’ Roza cengengesan sambil sesekali mencolek kentang goreng ke dalam tumpukan saos. Gue masih heran sama Roza, itu anak masih aja betah ngejomblo. Iya sih dia jomblo, tapi gebetannya banyak. Seru.
‘’ Kalo kamu, Lan? Masih? ‘’
‘’ Masih sama yang kemaren? ‘’
Lisa mengangguk. Gue menghela nafas lalu menggelengkan
kepala perlahan. Alis Lisa mengkerut, seolah menandakan bahwa itu adalah
pertanyaan ‘mengapa’ yang ia tujukan kepada gue.
‘’ Nggak cocok lagi. ‘’
‘’ Nggak cocok lagi. ‘’
Lalu
mengalirlah cerita tentang kandasnya hubungan gue yang sempat gue jalani selama
tahun 2015 lalu. Tentang bagaimana gue yang mencoba selalu berpikir positif,
sabar dan memilih untuk mempertahankan hubungan ketika itu. Hingga akhirnya gue
lelah untuk berjuang sendirian dan memutuskan untuk berhenti. Beberapa hari
setelah kami mengambil jalan masing-masing, ia datang kembali untuk meminta
hati gue LAGI.
‘’ Dia minta balikan
lagi? Kenapa nggak mau, Lan? Kasih kesempatan dong. Semua orang punya salah
kok. Nggak ada salahnya maafin dia. ‘’
‘’ Sa, ini bukan masalah tentang salah ataupun menerima permintaan maaf dari seseorang, tapi ini lebih ke perasaan kecewa karena tidak dipedulikan. Hanya itu. Mengenai permintaan maafnya, jauh dari dulu aku sudah memaafkan kesalahan dia. ‘’
‘’ Sa, ini bukan masalah tentang salah ataupun menerima permintaan maaf dari seseorang, tapi ini lebih ke perasaan kecewa karena tidak dipedulikan. Hanya itu. Mengenai permintaan maafnya, jauh dari dulu aku sudah memaafkan kesalahan dia. ‘’
‘’ Tapi kan nggak
ada salahnya untuk buka pintu hati lagi. Siapa tau dia nggak bakal ngulangin
kesalahan itu kembali, ‘’ ujar Lisa. Gue kembali menggeleng. Kali ini lebih
mantap.
‘’ Kesalahan itu
udah terlalu sering, Sa. Kesalahan dia yang seperti apa lagi yang belum aku
maafin? ‘’
Lisa manggut-manggut. Sementara Roza dan Sari hanya diam menyaksikan kami yang berbicara dengan pendapat yang berbeda. Gue tau, gue dan Lisa adalah sosok kepribadian yang bertolakbelakang. Lisa dengan sosok keibuannya, terlihat gampang menaruh iba dan mudah mengalah. Sementara gue, tidak akan pernah menggunakan strategi mengalah demi menjadi solusi dalam suatu masalah. Bukan berarti gue egois, gue tau kapan gue harus mengalah dan gue tau kapan gue harus bersikeras serta tetap pada pendirian gue sendiri.
Setiap kali ada masalah, Lisa selalu berkata, ‘’ Yaudah deh iya iya,’’ atau ‘’Iyain aja deh. Aku ngalah aja.’’
Dan gue sama sekali nggak bisa seperti itu. Kalo pasangan salah, kita koreksi. Bukan mengalah.
Lisa manggut-manggut. Sementara Roza dan Sari hanya diam menyaksikan kami yang berbicara dengan pendapat yang berbeda. Gue tau, gue dan Lisa adalah sosok kepribadian yang bertolakbelakang. Lisa dengan sosok keibuannya, terlihat gampang menaruh iba dan mudah mengalah. Sementara gue, tidak akan pernah menggunakan strategi mengalah demi menjadi solusi dalam suatu masalah. Bukan berarti gue egois, gue tau kapan gue harus mengalah dan gue tau kapan gue harus bersikeras serta tetap pada pendirian gue sendiri.
Setiap kali ada masalah, Lisa selalu berkata, ‘’ Yaudah deh iya iya,’’ atau ‘’Iyain aja deh. Aku ngalah aja.’’
Dan gue sama sekali nggak bisa seperti itu. Kalo pasangan salah, kita koreksi. Bukan mengalah.
‘’ Hmm gitu ya, Lan.
Yaudah sabar aja ya, semoga kamu dapat yang lebih baik ya. ‘’ Lisa mengelus
pundak gue hangat.
Tanpa sengaja, pandangan gue menangkap sepasang muda-mudi
yang duduknya tidak jauh dari meja gue. Gue tersenyum berusaha menahan tertawa.
Tampak si cowo sedang sibuk mengotak-atik handphonenya, sementara si cewe sibuk
mengaduk-ngaduk minumannya dengan sedotan di hadapannya. Muka cewenya kayak
ketek. Asem. Cemberut mulu sih.
‘’ Betewe, besok
kalo puasa kita buka bareng ya, ‘’ ujar gue penuh semangat.
‘’ YAELAAH PUASA JUGA BELOM, ‘’ sahut mereka hampir bersamaan. Krai efridei ;(
‘’ YAELAAH PUASA JUGA BELOM, ‘’ sahut mereka hampir bersamaan. Krai efridei ;(
Saat asyik mengobrol, entah ini kebetulan atau tidak, lagu
Pasto yang tadi terdengar jelas kini berganti menjadi lagu Christina Perri, Jar
of Hearts.
So don't come back for me
Who do you think you are?
Sampai gue meninggalkan
area parkir, sayup-sayup lagu Jar of Hearts masih terdengar di telinga gue.
Dear, it took so long, just to feel alright
Remember how you put back the light in my eyes
Remember how you put back the light in my eyes
Setelah keluar dari Café Diya, kami berempat memutuskan untuk langsung
pulang ke rumah. Setelah bertemu dan berkumpul dengan mereka, teman-teman gue
tercinta, gue bisa mengambil satu kesimpulan yang menurut gue itu adalah kesimpulan
yang terbaik dan bisa gue jadikan pesan untuk gue sendiri. Kesimpulan itu
adalah,
‘’ Jangan pernah lagi keluar di malam minggu.Banyak yang pacaran. BAHAYA! ‘’
Trus tulisan ini manfaatnya apa sih nyet?
Ya gada sih. OKE.
Ya gada sih. OKE.