Gue termasuk anak yang boros. Gue nggak bisa lihat nasi
padang lama-lama begitu saja di etalase. Kasihan. Nasi padangnya minta dimakan
banget.
Gue boros untuk hal yang berbau makanan. Untuk baju, tas dan sepatu mah boro-boro. Yang penting makan, makan dan makan.
Besok-besok kalo gue jadi caleg, gue mau bikin slogan 3M. Makan, makan dan makan. Okesip.
Tenang aja. Kalo gue jadi DPR, gue nggak bakal tidur di sidang paripurna kok. Gue hanya bakalan tidur di pundak dan dada bidang kamu. Eheheew
Gue boros untuk hal yang berbau makanan. Untuk baju, tas dan sepatu mah boro-boro. Yang penting makan, makan dan makan.
Besok-besok kalo gue jadi caleg, gue mau bikin slogan 3M. Makan, makan dan makan. Okesip.
Tenang aja. Kalo gue jadi DPR, gue nggak bakal tidur di sidang paripurna kok. Gue hanya bakalan tidur di pundak dan dada bidang kamu. Eheheew
Gue memang boros untuk hal-hal makanan, tapi bukan berarti
gue pecinta makan makanan berat. Cukup rindu aku ke kamu aja yang berat, makanan
nggak usah.
Gue boros untuk makanan yang berupa cemilan. Gue bisa-bisanya bangun tengah malam hanya untuk duduk di pinggir tempat tidur, membuka cemilan dan mengunyahnya dengan penuh khidmat.
Gue selalu salut dengan orang yang menerapakan prinsip hemat di hidupnya. Menyisihkan uang bulanan untuk disimpan, membuat tabungan harian kecil, dan berbagai macam cara berhemat dan menabung lainnya.
Memang bener ya, Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan dan saling melengkapi.
Kalimat itu yang ada di pikiran gue di tahun 2012 silam. Ketika itu gue memiiki pacar yang super hemat. Sementara gue anaknya boros.
Saling melengkapi, right?
Gue boros untuk makanan yang berupa cemilan. Gue bisa-bisanya bangun tengah malam hanya untuk duduk di pinggir tempat tidur, membuka cemilan dan mengunyahnya dengan penuh khidmat.
Gue selalu salut dengan orang yang menerapakan prinsip hemat di hidupnya. Menyisihkan uang bulanan untuk disimpan, membuat tabungan harian kecil, dan berbagai macam cara berhemat dan menabung lainnya.
Memang bener ya, Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan dan saling melengkapi.
Kalimat itu yang ada di pikiran gue di tahun 2012 silam. Ketika itu gue memiiki pacar yang super hemat. Sementara gue anaknya boros.
Saling melengkapi, right?
Saat itu gue masih
duduk di semester awal kelas satu SMK. Gue mengenal dekat seorang lelaki yang
usianya lebih tua 3 tahun daripada gue. Ketika itu dia sudah bekerja sebagai
karyawan di salah satu perusahaan.
Namanya Deni.
Serius. Ini bukan nama samaran.
Sampai pada suatu hari, Deni mengajak gue untuk menghadiri undangan pernikahan temannya. Mengingat lokasi undangan yang cukup jauh karena menempuh perjalanan satu jam lebih, Deni meminta izin kepada Ayah dan Ibu untuk membawa gue satu harian.
Ayah dan Ibu mengizinkan.
Sekitar jam 10 pagi, gue dan Deni berangkat dengan riang gembira. Sesaat sebelum pergi, gue yang mendadak kehausan berkata kepada Deni, ‘’ Aku haus. Berhenti cari minum dulu dong. ‘’
Deni memberhentikan motornya dan mendekat ke sebuah warung kecil. Gue cukup tercengang saat Deni menghampiri gue dengan menyodorkan minuman frutang.
Oke nggak papa. Gue pun langsung meminum habis minuman itu. Perjalanan kembali dilanjutkan.
Sesampainya di tempat undangan, seperti orang pada umumnya, gue dan Deni langsung menuju pada bagian makanan yang terhidang. Tadinya gue pengen gantiin mempelai wanitanya di atas pelaminan, tapi nggak jadi. Mending gue gantiin pas malam pertamanya aja. Enak.
Makanannya. Makanannya di sana enak-enak.
Setelah selesai makan, menyalami kedua mempelai, gue dan Deni memutuskan untuk mencari mesjid terdekat. Di sana kami solat dan berdoa dengan penuh khusyuk. Terutama gue, gue berdoa supaya nanti nggak dikasih minuman frutang lagi. Seret euy.
Jam menunjukkan pukul tiga sore. Deni mengajak gue ke salah satu mall yang ada di daerah tersebut. Motor yang Deni kendarai berhenti di pinggir jalan dan di luar area mall.
‘’ Kok kita parkir di sini? ‘’ tanya gue heran. Melihatnya melepaskan helm dan mematikan motor, gue juga turut turun dari motor.
‘’ Iya, kita parkir di sini aja ya. Kalau masuk nanti kena biaya parkir. ‘’
Sore itu, dengan cuaca yang cukup panas dan membuat badan gerah, gue dan Deni berjalan kaki menuju pintu masuk mall. Jarak yang terbilang cukup jauh dari posisi parkir motor yang di tepi jalan.
Sepertinya Deni sedang menerapkan GISDH. Gerakan Indonesia Sehat dan Dompet Hemat.
Sesampainya di dalam mall, gue dan Deni berjalan mengitari segala penjuru mall. Dari lantai dasar sampai lantai paling atas. Dari kiri ke kanan. Dari masuk sampai keluar lagi dari toko buku. Dari cleaning service ganti shift satu sampai ganti ke shift lima.
Gue dan Deni tetap berjalan dengan langkah yang pasti. Langkahnya doang yang pasti, tujuannya nggak pasti. YHA.
Namanya Deni.
Serius. Ini bukan nama samaran.
Sampai pada suatu hari, Deni mengajak gue untuk menghadiri undangan pernikahan temannya. Mengingat lokasi undangan yang cukup jauh karena menempuh perjalanan satu jam lebih, Deni meminta izin kepada Ayah dan Ibu untuk membawa gue satu harian.
Ayah dan Ibu mengizinkan.
Sekitar jam 10 pagi, gue dan Deni berangkat dengan riang gembira. Sesaat sebelum pergi, gue yang mendadak kehausan berkata kepada Deni, ‘’ Aku haus. Berhenti cari minum dulu dong. ‘’
Deni memberhentikan motornya dan mendekat ke sebuah warung kecil. Gue cukup tercengang saat Deni menghampiri gue dengan menyodorkan minuman frutang.
Oke nggak papa. Gue pun langsung meminum habis minuman itu. Perjalanan kembali dilanjutkan.
Sesampainya di tempat undangan, seperti orang pada umumnya, gue dan Deni langsung menuju pada bagian makanan yang terhidang. Tadinya gue pengen gantiin mempelai wanitanya di atas pelaminan, tapi nggak jadi. Mending gue gantiin pas malam pertamanya aja. Enak.
Makanannya. Makanannya di sana enak-enak.
Setelah selesai makan, menyalami kedua mempelai, gue dan Deni memutuskan untuk mencari mesjid terdekat. Di sana kami solat dan berdoa dengan penuh khusyuk. Terutama gue, gue berdoa supaya nanti nggak dikasih minuman frutang lagi. Seret euy.
Jam menunjukkan pukul tiga sore. Deni mengajak gue ke salah satu mall yang ada di daerah tersebut. Motor yang Deni kendarai berhenti di pinggir jalan dan di luar area mall.
‘’ Kok kita parkir di sini? ‘’ tanya gue heran. Melihatnya melepaskan helm dan mematikan motor, gue juga turut turun dari motor.
‘’ Iya, kita parkir di sini aja ya. Kalau masuk nanti kena biaya parkir. ‘’
Sore itu, dengan cuaca yang cukup panas dan membuat badan gerah, gue dan Deni berjalan kaki menuju pintu masuk mall. Jarak yang terbilang cukup jauh dari posisi parkir motor yang di tepi jalan.
Sepertinya Deni sedang menerapkan GISDH. Gerakan Indonesia Sehat dan Dompet Hemat.
Sesampainya di dalam mall, gue dan Deni berjalan mengitari segala penjuru mall. Dari lantai dasar sampai lantai paling atas. Dari kiri ke kanan. Dari masuk sampai keluar lagi dari toko buku. Dari cleaning service ganti shift satu sampai ganti ke shift lima.
Gue dan Deni tetap berjalan dengan langkah yang pasti. Langkahnya doang yang pasti, tujuannya nggak pasti. YHA.
Selama berjalan mengitari mall, gue selalu tertinggal di
belakang dari Deni. Deni jalannya cepet banget. Lebih cepet dari usia hubungan
lu sama dia yang tiba-tiba kandas. Cepet deh pokoknya. Sementara gue selalu
celingukan di belakang. Diantara kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.
Pribahasa yang tepat untuk gue yang kebingungan ketika itu adalah, bagai anak ayam kehilangan om-omnya.
Saat itu gue masih pacaran dengan malu-malu. Pegangan tangan aja malu. Jadi maklum aja kalo gue sering ketinggalan jalan di belakang Deni.
Pribahasa yang tepat untuk gue yang kebingungan ketika itu adalah, bagai anak ayam kehilangan om-omnya.
Saat itu gue masih pacaran dengan malu-malu. Pegangan tangan aja malu. Jadi maklum aja kalo gue sering ketinggalan jalan di belakang Deni.
Kegiatan mengitari mall yang dimulai dari pukul tiga itu akhirnya selesai saat jarum jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Gila. 4,5 jam gue dan Deni jalan keliling mall tanpa tujuan yang jelas.
4,5 JAM GAESSS??
Saat itu gue ngerasa jadi peserta jalan sehat di
tujuhbelasan.
Jangankan membeli sebiji barang, makan juga enggak.
Jangankan makan, ditawarin juga kagak.
Gue mendadak lemes dengan perut yang meminta diisi saat berjalan keluar dari mall.
Setelah sampai di motor, gue dan Deni langsung memutuskan untuk pulang ke rumah. Takut pulang kemalaman. Eh tapi memang udah malem sih.
Tidak sampai limabelas menit perjalanan, hujan turun dengan derasnya. Deni langsung kelabakan dan mencari tempat untuk berteduh. Malam itu, gue dan Deni berteduh di depan salah satu ruko yang tutup. Tepat di sebelah kami berteduh, seorang bapak tua terlihat juga ikut berteduh ditemani dengan gerobak bakso putihnya.
Wah mantap nih. Hujan-hujan, dingin, makan bakso, bareng pacar lagi, gumam gue ketika itu.
‘’ Kamu mau bakso? ‘’ Deni menoleh ke arah gue. Spontan gue langsung menggeleng sambil berkata tidak mau. Belum sempat gue mengembalikan posisi kepala dari arah gelengan, Deni sudah dulu sampai di depan gerobak bakso.
‘’ Mas, baksonya satu ya. ‘’
Lah si kampret. Mesen bakso sendiri doang. Ini gerakan hemat apalagi sih elah.
Gue mendadak lemes dengan perut yang meminta diisi saat berjalan keluar dari mall.
Setelah sampai di motor, gue dan Deni langsung memutuskan untuk pulang ke rumah. Takut pulang kemalaman. Eh tapi memang udah malem sih.
Tidak sampai limabelas menit perjalanan, hujan turun dengan derasnya. Deni langsung kelabakan dan mencari tempat untuk berteduh. Malam itu, gue dan Deni berteduh di depan salah satu ruko yang tutup. Tepat di sebelah kami berteduh, seorang bapak tua terlihat juga ikut berteduh ditemani dengan gerobak bakso putihnya.
Wah mantap nih. Hujan-hujan, dingin, makan bakso, bareng pacar lagi, gumam gue ketika itu.
‘’ Kamu mau bakso? ‘’ Deni menoleh ke arah gue. Spontan gue langsung menggeleng sambil berkata tidak mau. Belum sempat gue mengembalikan posisi kepala dari arah gelengan, Deni sudah dulu sampai di depan gerobak bakso.
‘’ Mas, baksonya satu ya. ‘’
Lah si kampret. Mesen bakso sendiri doang. Ini gerakan hemat apalagi sih elah.
Buat cowo-cowo di luar sana, percayalah. Jawaban pertama yang terlontar dari mulut cewe bukanlah jawaban yang sebenarnya. Dengan kata lain, jawaban yang sebenarnya adalah kebalikan dari jawaban pertama.
Jadi jawaban gue yang sebenernya saat ditawarin Deni untuk memakan bakso adalah, YA GUE MAU BANGETLAH GILAAK. UJAN UJAN GINI MAKAN BAKSO. ENAK BANGET. SIAPA YANG NOLAK
Ngerti dong. Tadi kan gue malu-malu gitu pas ditawarin. Coba
aja ada tawaran kedua, pasti gue bakal ngangguk.
Malam itu, di bawah ruko dengan suasana yang dingin serta hujan yang deras, sambil menenteng helm dan jaket, gue berdiri lemes menatap Deni yang tampak begitu menikmati baksonya.
Miris.
Setelah perut Deni kenyang dan gue masih dengan keadaan lapar, kita kembali menunggu hujan reda. Gue melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. Jam setengah sembilan. Sepertinya kali ini gue harus pulang larut malam.
Setelah hujan reda, gue dan Deni kembali melanjutkan perjalanan. Selama di perjalanan, badan gue bener-bener lemes. Muka gue yang tadinya kusut jadi acak adut tak menentu. Gue yang tadinya masih bertenaga kuat dan ceria sekarang jadi lemah tak bergairah.
Semua gara-gara bakso.
Beberapa jam kemudian, gue dan Deni tiba di rumah gue. Gue
mempersilahkan lelaki itu masuk dan menyuguhinya dengan teh hangat.
‘’ Eh Deni, diminum tehnya ya. Mumpung masih hangat,’’ ujar Ibu sambil ikut duduk dan gabung di sebelah gue.
‘’ Lan, ajak dulu nih Mas Deni makan. ‘’
Malam itu gue makan bersama Deni. Sesekali gue menoleh ke Deni, gue heran. Gue yang kelaparan belom makan dari tadi, gue yang kedinginan, kenapa dia yang makannya lahap?? -_-
Sebulan setelah itu gue memilih untuk mengakhiri hubungan gue dengan Deni. Menurut gue, hidupnya terlalu hemat. Bahkan untuk parkir dua ribu rupiah juga terlalu hemat.
‘’ Eh Deni, diminum tehnya ya. Mumpung masih hangat,’’ ujar Ibu sambil ikut duduk dan gabung di sebelah gue.
‘’ Lan, ajak dulu nih Mas Deni makan. ‘’
Malam itu gue makan bersama Deni. Sesekali gue menoleh ke Deni, gue heran. Gue yang kelaparan belom makan dari tadi, gue yang kedinginan, kenapa dia yang makannya lahap?? -_-
Sebulan setelah itu gue memilih untuk mengakhiri hubungan gue dengan Deni. Menurut gue, hidupnya terlalu hemat. Bahkan untuk parkir dua ribu rupiah juga terlalu hemat.
Sebenernya hemat itu yang seperti apa?