Sebagai cewe macho sejagad raya,
gue harus terlihat selalu tegar di hadapan teman-teman.
Disakiti cowo, gue tegar. Dibohongin cowo, gue tegar. Dikecewain cowo, gue tegar.
Gila. Keren banget ya gue.
Namun semua kemachoan gue hampir saja runtuh di beberapa minggu lalu.
Tepat pada tanggal 20 Maret di hari Minggu, gue dan beberapa teman serta dosen berangkat menuju kampus pusat.
Fyi, gue berkuliah di kampus cabang. Dari kampus cabang ke kampus pusat bisa dikatakan cukup jauh. Bisa memakan waktu satu setengah jam.
Pagi itu, di mata kuliah yang terakhir di semester dua, gue dan beberapa teman sudah berkumpul di area parkir kampus cabang. Area parkirnya tidak terlalu luas. Nggak bakalan cukup untuk dipake main gobak sodor. Apalagi main futsal. Nggak cukup.
Seperti yang diinfokan dari beberapa hari yang lalu di grup, pagi ini, di mata kuliah Pancasila, semua mahasiwa diharuskan untuk berangkat ke kampus pusat. Kelas akan diadakan di sana.
Karena salah seorang ibu dosen di kampus cabang gue ini berbaik hati, ramah serta bisa menggunakan lampu sein motor dengan benar, ia dengan senang hati menyediakan dua mobil pribadinya untuk digunakan mahasiswa.
Posisi duduk gue ketika itu berada di bangku tengah dan di tengah. Di kursi belakang diisi oleh tiga cowok kece, di kursi tengah diisi oleh tiga cewe. Dengan gue yang berada di tengah, Nurul di sebelah kanan gue dan kakak senior di sebelah kiri gue.
Sementara Dosen di bangku depan dengan adiknya yang menyetir mobil.
Saat 15 menit perjalanan, gue melihat ke sebelah kanan dan kiri. Mereka diam. Hening.
Dengan setengah berbisik gue bertanya ke kakak senior.
Disakiti cowo, gue tegar. Dibohongin cowo, gue tegar. Dikecewain cowo, gue tegar.
Gila. Keren banget ya gue.
Namun semua kemachoan gue hampir saja runtuh di beberapa minggu lalu.
Tepat pada tanggal 20 Maret di hari Minggu, gue dan beberapa teman serta dosen berangkat menuju kampus pusat.
Fyi, gue berkuliah di kampus cabang. Dari kampus cabang ke kampus pusat bisa dikatakan cukup jauh. Bisa memakan waktu satu setengah jam.
Pagi itu, di mata kuliah yang terakhir di semester dua, gue dan beberapa teman sudah berkumpul di area parkir kampus cabang. Area parkirnya tidak terlalu luas. Nggak bakalan cukup untuk dipake main gobak sodor. Apalagi main futsal. Nggak cukup.
Seperti yang diinfokan dari beberapa hari yang lalu di grup, pagi ini, di mata kuliah Pancasila, semua mahasiwa diharuskan untuk berangkat ke kampus pusat. Kelas akan diadakan di sana.
Karena salah seorang ibu dosen di kampus cabang gue ini berbaik hati, ramah serta bisa menggunakan lampu sein motor dengan benar, ia dengan senang hati menyediakan dua mobil pribadinya untuk digunakan mahasiswa.
Posisi duduk gue ketika itu berada di bangku tengah dan di tengah. Di kursi belakang diisi oleh tiga cowok kece, di kursi tengah diisi oleh tiga cewe. Dengan gue yang berada di tengah, Nurul di sebelah kanan gue dan kakak senior di sebelah kiri gue.
Sementara Dosen di bangku depan dengan adiknya yang menyetir mobil.
Saat 15 menit perjalanan, gue melihat ke sebelah kanan dan kiri. Mereka diam. Hening.
Dengan setengah berbisik gue bertanya ke kakak senior.
‘’ Kakak, suka mabok ya kalo naik mobil? ‘’
‘’ Iya, Dek. ‘’
Gue manggut-manggut sebelum akhirnya gue menanyakan hal yang sama ke Nurul.
‘’ Nurul suka mabok ya? ‘’
‘’ Iya, Kak. ‘’
‘’ Iya, Dek. ‘’
Gue manggut-manggut sebelum akhirnya gue menanyakan hal yang sama ke Nurul.
‘’ Nurul suka mabok ya? ‘’
‘’ Iya, Kak. ‘’
Yawlaaa. Tolong.
Ini kenapa posisi duduk gue bisa
di tengah-tengah mereka yang suka mabok gini sih. Harusnya kalo sama-sama suka
itu kan disatukan, didekatkan. Bukan dipisahkan.
Setengah jam berlalu sampai pada akhirnya gue mendengar suara-suara aneh dari Nurul. Gue menoleh. Nurul terlihat menutup mulutnya dan mukanya memerah.
Sebagai perempuan yang teramat sangat ngerti dengan kode, gue langsung meminta plastik ke dosen.
‘’ Bu, ada plastik nggak? Ini Nurul mau muntah. ‘’
Ibu dosen terlihat panik dan merogoh laci tasnya.
Setengah jam berlalu sampai pada akhirnya gue mendengar suara-suara aneh dari Nurul. Gue menoleh. Nurul terlihat menutup mulutnya dan mukanya memerah.
Sebagai perempuan yang teramat sangat ngerti dengan kode, gue langsung meminta plastik ke dosen.
‘’ Bu, ada plastik nggak? Ini Nurul mau muntah. ‘’
Ibu dosen terlihat panik dan merogoh laci tasnya.
‘’ Kakak ada plastik nggak? ‘’
Kakak senior menggeleng. Mukanya ikut memerah. Sepertinya dugaan gue bener. Mereka akan muntah bersamaan dengan intonasi dan irama yang sama. Gue ngerasa kalau di antara mereka ada ikatan batin yang kuat.
‘’ Nggak ada plastik nih, ‘’ ujar Ibu dosen setelah membuka dasbornya.
HUWAAAAA
Gue nggak tau harus gimana lagi. Lama-lama gue jual plastik juga nih di dalam mobil. Mayan kalo dijual seratus rupiah. Seenggaknya lebih murah dari plastik indomartt. Bakal laku keras pasti.
Kira-kira begini:
HUWAAAAA
Gue nggak tau harus gimana lagi. Lama-lama gue jual plastik juga nih di dalam mobil. Mayan kalo dijual seratus rupiah. Seenggaknya lebih murah dari plastik indomartt. Bakal laku keras pasti.
Kira-kira begini:
Nurul muntah 5 kali = Rp. 500
Kakak senior muntah 5 kali = Rp. 500
Kakak senior muntah 5 kali = Rp. 500
Total Rp. 1.000
Rp. 1.000 = dapat antimo dua biji.
1 biji untuk gue minum di perjalanan pergi dan 1 biji lagi untuk gue minum diperjalanan pulang.
Rp. 1.000 = dapat antimo dua biji.
1 biji untuk gue minum di perjalanan pergi dan 1 biji lagi untuk gue minum diperjalanan pulang.
Keren ya perhitungan gue.
Untung saja ketika itu, Nurul dan
kakak senior bersama-sama mengurungkan niat untuk muntah massal. Syukurlah.
Limabelas menit sebelum sampai di kampus pusat, gue mendadak pusing. Badan gue lemes. Dan begonya gue baru sadar kalo gue belum makan dari pagi. Bahkan dari kemarin malam. Di saat seperti ini gue merasa kemachoan gue sedang dipertaruhkan.
Limabelas menit sebelum sampai di kampus pusat, gue mendadak pusing. Badan gue lemes. Dan begonya gue baru sadar kalo gue belum makan dari pagi. Bahkan dari kemarin malam. Di saat seperti ini gue merasa kemachoan gue sedang dipertaruhkan.
Gue nggak boleh muntah.
Sesampainya di kampus pusat, gue langsung sarapan di tempat yang tidak jauh dari lokasi kampus.
Tepat pada jam setengah sembilan, gue dan anak-anak lain mulai memasuki kelas. Seorang lelaki tua, dengan baju abu-abu yang super rapi kayak mau ikut prospek MLM, kacamata bulet serta rambut klimis yang licin kebangetan. Itu gajah kalo jalan di rambutnya pasti langsung kepeleset. Licin cooyy.
Selama menyampaikan materi, dosen pancasila ini bener-bener bikin gue boring. Posisi duduk gue yang di depan meja dosen, sama sekali nggak bisa membuat gue fokus mengikuti materi yang ia sampaikan.
Sampai pada akhirnya, KREEK KREEK
Sesampainya di kampus pusat, gue langsung sarapan di tempat yang tidak jauh dari lokasi kampus.
Tepat pada jam setengah sembilan, gue dan anak-anak lain mulai memasuki kelas. Seorang lelaki tua, dengan baju abu-abu yang super rapi kayak mau ikut prospek MLM, kacamata bulet serta rambut klimis yang licin kebangetan. Itu gajah kalo jalan di rambutnya pasti langsung kepeleset. Licin cooyy.
Selama menyampaikan materi, dosen pancasila ini bener-bener bikin gue boring. Posisi duduk gue yang di depan meja dosen, sama sekali nggak bisa membuat gue fokus mengikuti materi yang ia sampaikan.
Sampai pada akhirnya, KREEK KREEK
Di hadapan gue, dosen pancasila
itu menggaruk kepalanya dengan dua kali garukan. Karena hal itu, rambut dosen yang awalnya
rapi dan licin mendadak langsung berantakan.
Gue langsung menahan tawa yang hampir meledak.
Gue langsung menahan tawa yang hampir meledak.
Rasanya saat itu juga gue pengen
teriak, YA ALLAH ANDHIKA KANGEN BAND.
Sekitar jam setengah empat sore, perkuliahan di hari itu selesai. Perkuliahan di semester dua selesai. Saat keluar dari kampus,
salah seorang teman perempuan gue menawarkan beberapa orang untuk ikut dengan
mobilnya.
‘’ Yuk siapa yang buru-buru naik sama aku aja, ‘’ ujarnya setengah
berteriak.
Mengingat besok adalah hari Senin dan gue harus masuk kerja lagi, rasanya gue pengen buru-buru istirahat. Pengen cepet pulang. Tanpa menunggu waktu lama, gue dan beberapa teman langsung masuk ke dalam mobilnya.
Tiga orang cowo, gue dan Nurul kini tengah berada di dalam mobil. Nggak afdhol rasanya kalo cewek yang menyetir mobil sementara ada tiga biji cowo di dalamnya. Salah seorang temen cowo gue, menawarkan diri untuk menyetir.
Perjalanan dimulai.
Lagi-lagi gue duduk di posisi tengah dan di tengah. Dengan Nurul di sebelah kiri dan Sheina di sebelah kanan.
Bener-bener deh. Gue tersiksa dengan posisi duduk di tengah gini. Nggak enak.
Bang Daniel, temen gue yang menyetir tiba-tiba saja membuka suara.
Mengingat besok adalah hari Senin dan gue harus masuk kerja lagi, rasanya gue pengen buru-buru istirahat. Pengen cepet pulang. Tanpa menunggu waktu lama, gue dan beberapa teman langsung masuk ke dalam mobilnya.
Tiga orang cowo, gue dan Nurul kini tengah berada di dalam mobil. Nggak afdhol rasanya kalo cewek yang menyetir mobil sementara ada tiga biji cowo di dalamnya. Salah seorang temen cowo gue, menawarkan diri untuk menyetir.
Perjalanan dimulai.
Lagi-lagi gue duduk di posisi tengah dan di tengah. Dengan Nurul di sebelah kiri dan Sheina di sebelah kanan.
Bener-bener deh. Gue tersiksa dengan posisi duduk di tengah gini. Nggak enak.
Bang Daniel, temen gue yang menyetir tiba-tiba saja membuka suara.
‘’ Ini remnya kok jauh banget ya. ‘’
Maksudnya rem yang jauh ini, rem
yang kurang cakram.
‘’ Iya bang. Remnya jauh. Nggak bisa ngerem mendadak, ‘’ ujar Sheina
DEGG!
Gue kaget. Takut. Ini mah bukan buru-buru untuk sampai di rumah. Tapi buru-buru untuk melepas nyawa. Gue belum siap ketemu mas Fir'aun di neraka.
Lagian, ini kenapa juga remnya sampe bermasalah gini. Kalo ada apa-apa, secara nggak langsung kita pasti ngerem mendadak dong. Lah kalo remnya jauh gini, gimandose? Gue panik.
Lagi sedang panik-paniknya, tiba-tiba AAAAAAAKKK
Salah seorang cowo yang duduk di
belakang gue berteriak. Awalnya gue sempat berfikir, ah kali aja kejepit
resleting. Baju kemejanya. Gue menegakkan badan untuk melihat ke depan mobil. Hampir. Bener-bener hampir
aja mobil yang gue naikin ini menabrak seorang pengendara motor.
Gue baru menyadari suatu hal. Ternyata naik mobil dan ngeliat buku rekening di akhir bulan itu sama. Sama-sama nyeremin.
Gue baru menyadari suatu hal. Ternyata naik mobil dan ngeliat buku rekening di akhir bulan itu sama. Sama-sama nyeremin.
Perjalanan kembali diteruskan
dengan khusyuk dan banyak cemasnya.
Langit kian meredup. Lampu jalanan mulai dinyalakan. Gue perlahan menoleh ke belakang, memastikan dua orang cowo yang duduk di belakang gue masih hidup dan bukan salah satu dari kaum LGBT. Yakali aja. Habis mereka berdua-berduaan sih di belakang. Udah gelap juga.
Ajak-ajak gue gitu kek.
Entah dengan faedah apa, Bang Daniel tiba-tiba menaikkan kecepatan laju mobilnya. Suasana dalam mobil semakin panik. Kami semua berteriak histeris. Tapi tetap dalam hati. Kalo tetap dalam jiwa itu lagunya Isyana.
Suasana di dalam semakin mencekam. Gue yang sedari tadi berusaha untuk memejamkan mata, mulai merasa tidak tenang. Jantung gue berdegup kencang. Oh apakah ini cinta?
Mobil semakin kencang. Melesat di antara kerumunan mobil truk bermuatan lainnya. Gue mendadak pucat.
Langit kian meredup. Lampu jalanan mulai dinyalakan. Gue perlahan menoleh ke belakang, memastikan dua orang cowo yang duduk di belakang gue masih hidup dan bukan salah satu dari kaum LGBT. Yakali aja. Habis mereka berdua-berduaan sih di belakang. Udah gelap juga.
Ajak-ajak gue gitu kek.
Entah dengan faedah apa, Bang Daniel tiba-tiba menaikkan kecepatan laju mobilnya. Suasana dalam mobil semakin panik. Kami semua berteriak histeris. Tapi tetap dalam hati. Kalo tetap dalam jiwa itu lagunya Isyana.
Suasana di dalam semakin mencekam. Gue yang sedari tadi berusaha untuk memejamkan mata, mulai merasa tidak tenang. Jantung gue berdegup kencang. Oh apakah ini cinta?
Mobil semakin kencang. Melesat di antara kerumunan mobil truk bermuatan lainnya. Gue mendadak pucat.
Rasanya saat itu juga gue pengen
mendekatkan wajah gue ke telinga Bang Daniel seraya berbisik pelan, ‘Gue belum
mau mati. Plis. ‘
Gimana kalo gue kecelakaan trus mati. Gue belum nikah. Belum ngerasain bobo dan manja manja halal dengan pasangan. Belum ngerasain jadi ibu-ibu yang menyalahgunakan fungsi lampu sein motor. Belum namatin sinetron anak jalanan. Belum namatin uttaran. Belum hafal mars perindo apalagi.
Huwaaaaa. Gue pengen nangis.
Gue tetep diam sambil sesekali
membaca ayat-ayat pendek. Jantung gue terus menerus berdegup kencang. Kepanikan
gue malah meningkat saat Bang Daniel memutuskan untuk menyalip mobil depan. Masalahnya
ini, mobil yang di depan bukan sembarang mobil. Mobil tangki SPBU. Mobil
gede.
Dan di saat yang bersamaan, sebuah mobil datang dari arah lawan.
TIN TIIIIN
Dan di saat yang bersamaan, sebuah mobil datang dari arah lawan.
TIN TIIIIN
AAAAAAAAAKKKK
Suasana mobil yang tadinya hening
penuh kecemasan mendadak berubah ramai penuh histeris. Terlebih gue. Gue
berteriak sehisteris mungkin. Satu teriakan histeris gue sama dengan nada suara
Komo yang lagi batuk kering.
Mobil melaju kian kencang. Rasanya roh gue udah menggantung di langit-langit atap mobil.
Mobil melaju kian kencang. Rasanya roh gue udah menggantung di langit-langit atap mobil.
Dan
Alhamdulillah ya Allah.
Mobil yang dikemudi Bang Daniel selamat. Itu
artinya GUE BISA MENIKAH. YEAH.
Ternyata Bang Daniel jago nyalip euy. Gue salut.
Beberapa menit kemudian, gue
mendengar suara aneh dari sebelah kiri gue. Nurul. Iya, Nurul terlihat sedang
menutup mulutnya yang hendak muntah. Sebagai perempuan sejati yang pantang
pergi sebelum disakiti, gue langsung saja menyodorkan sebuah plastik ke Nurul.
Nurul menggeleng.
Heran gue. Ini anak mau muntah. Tapi pas gue sodorin plastik, dia malah nolak.
Buat cowo-cowo yang cintanya sering ditolak, ai nou wat yu fil. Ditolak itu sakit gengs.
Gue memperhatikan Nurul yang sepertinya sudah tidak tahan ingin muntah. Dengan cepat gue langsung menyuruh Bang Daniel untuk menepikan mobilnya. Nurul turun. Kami meninggalkan Nurul.
Enggak deng.
Heran gue. Ini anak mau muntah. Tapi pas gue sodorin plastik, dia malah nolak.
Buat cowo-cowo yang cintanya sering ditolak, ai nou wat yu fil. Ditolak itu sakit gengs.
Gue memperhatikan Nurul yang sepertinya sudah tidak tahan ingin muntah. Dengan cepat gue langsung menyuruh Bang Daniel untuk menepikan mobilnya. Nurul turun. Kami meninggalkan Nurul.
Enggak deng.
Kami semua menunggu Nurul untuk
menuntaskan tugasnya. Satu pelajaran yang bisa gue contoh dari seorang Nurul.
Kita harus mencintai lingkungan.
Gue jadi tau alasan kenapa Nurul menolak plastik pemberian gue. Karena Nurul lebih mencintai lingkungan. Ia tidak mau menggunakan plastik sebagai wadah untuk muntahnya.
Keren juga si Nurul.
Baru beberapa menit Nurul duduk dan mobil kembali berjalan normal, mendadak perut gue terasa nggak enak. Kerongkongan gue hambar. Kayak hubungan kamu dan dia. Udah hambar. Tapi tetep aja masih diteruskan. Huh.
Tidak hanya itu, kepala gue juga terasa pusing. Kesimpulannya, gue pengen muntah.
OH NO!
Gue jadi tau alasan kenapa Nurul menolak plastik pemberian gue. Karena Nurul lebih mencintai lingkungan. Ia tidak mau menggunakan plastik sebagai wadah untuk muntahnya.
Keren juga si Nurul.
Baru beberapa menit Nurul duduk dan mobil kembali berjalan normal, mendadak perut gue terasa nggak enak. Kerongkongan gue hambar. Kayak hubungan kamu dan dia. Udah hambar. Tapi tetep aja masih diteruskan. Huh.
Tidak hanya itu, kepala gue juga terasa pusing. Kesimpulannya, gue pengen muntah.
OH NO!
Gue mencoba menelan ludah. Ludah Bang Daniel. Kagak. Ludah gue sendiri. Gue menarik nafas panjang. Mencoba untuk menenangkan tenggorokan yang sepertinya sudah meminta untuk dikeluarkan.
Gue menegakkan posisi duduk gue. Berusaha mengalihkan pikiran dengan memandang suasana jalan di malam hari. Tapi paan. Kanan kiri gue gelap banget. Sepi. Hanya satu-satu lampu dari cahaya kendaraan yang menerangi jalan raya.
Gue menyandarkan badan ke kursi. Saat itu juga, kepala gue terasa berat. Gue mual.
Gue juga nggak tau kenapa tiba-tiba gue mual dan pengen muntah. Padahal sebelumnya nggak ada yang naruh foto mantan di hadapan gue.
Demi menjaga kemachoan diri sendiri, gue bertekad kalo gue-enggak-boleh-muntah.
Mau ditaruh di mana harkat martabat negara? Hellaaww~
Bisa-bisa dalam sekejap, pencitraan barbie selama ini bakal hancur.
Sepuluh menit lagi mobil akan
sampai di area parkir kampus. Dalam sepuluh menit itu, gue bernazar kalo gue berhasil dan nggak muntah sampai di parkiran kampus dan turun dari mobil, gue bakal jadi
cosplay Nami. Tapi nggak mungkin. Nami dadanya indah penuh pesona. Kalo gue
indah paan.
Sesampainya di parkiran kampus, gue langsung gelar sajadah. Sujud syukur. Akhirnya gue nggak muntah selama di perjalanan pulang dan pergi. Yeaaahh.
Setelah mengambil motor di parkiran kampus, gue hanya senyum-senyum saat di perjalanan pulang menuju ke rumah di atas motor.
Gue nggak bisa bayangin saat gue pulang ke rumah, ucap salam, ketok pintu, orang-orang di rumah langsung berteriak histeris lalu mengatakan, ‘’ NAMI? ‘’
Ah indahnya berkhayal.
Sesampainya di parkiran kampus, gue langsung gelar sajadah. Sujud syukur. Akhirnya gue nggak muntah selama di perjalanan pulang dan pergi. Yeaaahh.
Setelah mengambil motor di parkiran kampus, gue hanya senyum-senyum saat di perjalanan pulang menuju ke rumah di atas motor.
Gue nggak bisa bayangin saat gue pulang ke rumah, ucap salam, ketok pintu, orang-orang di rumah langsung berteriak histeris lalu mengatakan, ‘’ NAMI? ‘’
Ah indahnya berkhayal.
Sesampainya di rumah, gue langsung
menemui Ayah sambil berkata, ‘’ Yah, pijitin dong. Kayaknya masuk angin nih.
Pusing. ‘’
BETEWE, NAMI MANA SIH YANG MASUK ANGIN DAN MINTA DIPIJITIN? ELAAH.
Pokoknya hari itu, gue bener-bener macho. Okesip.