Angin sore itu terasa halus membelai ujung rambutku.
Aku terperangah ketika ia tiba-tiba turun dari kursi cokelat muda kemudian menekuk lutut di hadapanku. Ia merogoh sakunya sebelum pada akhirnya muncul sebuah kotak merah sebesar kepalan tangan.
Dengan satu sentakan jari tangannya, ia memamerkan sebuah cincin dengan hiasan berlian yang membuatku terpesona takjub.
'' Marry me? '' tanyanya.
Kedua bola mataku membesar. Tak tahan menahan haru bahagia. Senyumku mengembang luas, aku menarik nafas sedalam mungkin dan menghelanya. Dengan yakin aku mengatakan, '' Yes!'' hingga ia kemudian bangkit berdiri dan memasangkan cincin itu di jari manisku. Ah, betapa indahnya cincin ini.
***
Aku tersenyum sinis mengingat kejadian sebulan yang lalu. Sembari melepaskan pakaian, aku menarik selembar handuk yang menggantung. Sesaat sebelum melangkahkan kaki untuk masuk ke kamar mandi, aku mengecek HPku.
Tidak ada yang menanyakan kabarku, tidak ada yang peduli denganku. Ya, harusnya aku sudah tahu itu. Ku letakkan HP ke tempat semula.
Dari pintu kamar mandi, air hangat yang memenuhi bak terlihat merayuku dan tak sabar ingin memanjakanku. Pencahayaan yang cukup remang di dalam kamar mandi ini bisa membuatku leluasa untuk menikmati hangatnya air yang mulai perlahan menyentuh pori-poriku.
Tak ada yang lebih sakit dari pengkhianatan dua orang yang begitu sangat kucintai.
Aku membenci tanganku. Tangan yang pernah di genggam erat saat jalan beriringan dengannya sore itu.
Perlahan aku mengambil silet dan mulai menggaris pergelangan tanganku secara vertikal. Garisnya masih belum sempurna. Aku mencoba menggaris lagi dengan pola horizontal. Lagi, garisnya masih belum sempurna. Tak heran, dulu saat duduk di bangku TK, aku selalu mengalami kesulitan dalam menggambar dengan penggaris. Bahkan sampai saat ini pun, aku masih belum bisa membuat garis dengan sempurna.
Aku mencoba menggaris pergelangan tanganku lagi. Kali ini dengan tekanan yang cukup.
Ya! Aku berhasil, sayang.
Lihat, garis yang baru saja ku goreskan tampak sempurna, bukan?
Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.
Aku membenci pipiku. Pipi yang pernah ia usap lembut sebelum pada akhirnya sebuah ciuman mendarat di sana.
Aku kembali menarik garis panjang dari ujung pelipis dengan titik akhir berada di ujung bibir.
Aku bersorak girang. Kedua pipiku kini terukir garis panjang yang lurus. Tanpa menunggu waktu lama, aku membasuh wajahku dengan air hangat di dalam bak mandi. Darah segar mengucur keluar dan jatuh bersamaan dengan turunnya air hangat tersebut dan kembali bermuara ke dalam bak.
Sesekali ku jilat darah kecut yang mengalir di area bibirku. Rasanya meninggalkan candu.
Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.
Aku membenci kedua mataku. Mata yang telah merekam jutaan sosok tentang dia. Senyumnya, tawanya, bentuk rambutnya, bulu tangannya yang lebat, tekstur hidung mancungnya, kumis tipisnya, kuku putih bersihnya, alis tebal yang berjajar rapi, bentuk bibirnya, ah aku benci mataku yang membuatku terus mengingat segalanya tentang dia.
Tanpa berfikir panjang, aku segera mencongkel kedua bola mataku. Kunikmati setiap bunyi remuk yang kuhasilkan dari tangan ganasku.
Aku tersenyum puas.
Lihatlah, air di bak mandi ini. Merahnya tak kalah dengan merahnya bibirmu yang diolesi gincu, wahai sahabatku.
Merahnya tak kalah juga dengan merahnya kisah cinta kalian.
Cincin pemberiannya sebulan yang lalu hanya diam dan bertengger manis di tepi bak mandiku.
***
Hai gaes.
Untuk sementara ini, cerpen WIDY mungkin akan diberhentikan sejenak. Mengingat teman-teman pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Icha yang lagi sibuk mencari kerja baru dan menunggu kekasih LDRnya pulang di bulan ini, Yoga yang sibuk dengan freelance, kuliah dan kegiatan lainnya, Darma yang sibuk revisian skripsi, dan gue sibuk menunggu kepastian yang jelas darinya. Anjay.
Tapi secepat mungkin, kami bakal melanjutkan untuk menulis kembali bagian cerpen selanjutnya.
Doakan lancar ya gaes :)
Terimakasih untuk kritik, saran, pendapat dan waktu luang yang kalian gunakan untuk membaca cerpen WIDY. *ketjup satu-satu
Di bulan Februari ini, rencananya kami akan membuat satu tulisan bertema dengan bentuk bebas. Boleh seperti, puisi, review, hasil observasi, FF (Flash Fiction), bentuk curhatan juga boleh. Bebas. :)
Dengan tema: Makanan.
Bagi teman-teman yang mau ikutan menulis bertema Makanan di bulan ini, yuk silahkan ikut. Hitung-hitung belajar menulis bareng. :)
Terimakasih gaes. Aku cinta kalian.