• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan

                                         

Angin sore itu terasa halus membelai ujung rambutku.
Aku terperangah ketika ia tiba-tiba turun dari kursi cokelat muda kemudian menekuk lutut di hadapanku. Ia merogoh sakunya sebelum pada akhirnya muncul sebuah kotak merah sebesar kepalan tangan.
Dengan satu sentakan jari tangannya, ia memamerkan sebuah cincin dengan hiasan berlian yang membuatku terpesona takjub.
'' Marry me? '' tanyanya.

Kedua bola mataku membesar. Tak tahan menahan haru bahagia. Senyumku mengembang luas, aku menarik nafas sedalam mungkin dan menghelanya. Dengan yakin aku mengatakan, '' Yes!'' hingga ia kemudian bangkit berdiri dan memasangkan cincin itu di jari manisku. Ah, betapa indahnya cincin ini.


***


Aku tersenyum sinis mengingat kejadian sebulan yang lalu. Sembari melepaskan pakaian, aku menarik selembar handuk yang menggantung. Sesaat sebelum melangkahkan kaki untuk masuk ke kamar mandi, aku mengecek HPku.
Tidak ada yang menanyakan kabarku, tidak ada yang peduli denganku. Ya, harusnya aku sudah tahu itu. Ku letakkan HP ke tempat semula.

Dari pintu kamar mandi, air hangat yang memenuhi bak terlihat merayuku dan tak sabar ingin memanjakanku. Pencahayaan yang cukup remang di dalam kamar mandi ini bisa membuatku leluasa untuk menikmati hangatnya air yang mulai perlahan menyentuh pori-poriku.

Tak ada yang lebih sakit dari pengkhianatan dua orang yang begitu sangat kucintai.

Aku membenci tanganku. Tangan yang pernah di genggam erat saat jalan beriringan dengannya sore itu.

Perlahan aku mengambil silet dan mulai menggaris pergelangan tanganku secara vertikal. Garisnya masih belum sempurna. Aku mencoba menggaris lagi dengan pola horizontal. Lagi, garisnya masih belum sempurna. Tak heran, dulu saat duduk di bangku TK, aku selalu mengalami kesulitan dalam menggambar dengan penggaris. Bahkan sampai saat ini pun, aku masih belum bisa membuat garis dengan sempurna.

Aku mencoba menggaris pergelangan tanganku lagi. Kali ini dengan tekanan yang cukup.



Ya! Aku berhasil, sayang.
Lihat, garis yang baru saja ku goreskan tampak sempurna, bukan?


Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.

Aku membenci pipiku. Pipi yang pernah ia usap lembut sebelum pada akhirnya sebuah ciuman mendarat di sana.


Aku kembali menarik garis panjang dari ujung pelipis dengan titik akhir berada di ujung bibir.
Aku bersorak girang. Kedua pipiku kini terukir garis panjang yang lurus. Tanpa menunggu waktu lama, aku membasuh wajahku dengan air hangat di dalam bak mandi. Darah segar mengucur keluar dan jatuh bersamaan dengan turunnya air hangat tersebut dan kembali bermuara ke dalam bak.

Sesekali ku jilat darah kecut yang mengalir di area bibirku. Rasanya meninggalkan candu.


Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.


Aku membenci kedua mataku. Mata yang telah merekam jutaan sosok tentang dia. Senyumnya, tawanya, bentuk rambutnya, bulu tangannya yang lebat, tekstur hidung mancungnya, kumis tipisnya, kuku putih bersihnya, alis tebal yang berjajar rapi, bentuk bibirnya, ah aku benci mataku yang membuatku terus mengingat segalanya tentang dia.


Tanpa berfikir panjang, aku segera mencongkel kedua bola mataku. Kunikmati setiap bunyi remuk yang kuhasilkan dari tangan ganasku.


Aku tersenyum puas.


Lihatlah, air di bak mandi ini. Merahnya tak kalah dengan merahnya bibirmu yang diolesi gincu, wahai sahabatku.
Merahnya tak kalah juga dengan merahnya kisah cinta kalian.


Cincin pemberiannya sebulan yang lalu hanya diam dan bertengger manis di tepi bak mandiku.





***

Hai gaes.

Untuk sementara ini, cerpen WIDY mungkin akan diberhentikan sejenak. Mengingat teman-teman pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Icha yang lagi sibuk mencari kerja baru dan menunggu kekasih LDRnya pulang di bulan ini, Yoga yang sibuk dengan freelance, kuliah dan kegiatan lainnya, Darma yang sibuk revisian skripsi, dan gue sibuk menunggu kepastian yang jelas darinya. Anjay.

Tapi secepat mungkin, kami bakal melanjutkan untuk menulis kembali bagian cerpen selanjutnya.
Doakan lancar ya gaes :)
Terimakasih untuk kritik, saran, pendapat dan waktu luang yang kalian gunakan untuk membaca cerpen WIDY. *ketjup satu-satu

Di bulan Februari ini, rencananya kami akan membuat satu tulisan bertema dengan bentuk bebas. Boleh seperti, puisi, review, hasil observasi, FF (Flash Fiction), bentuk curhatan juga boleh. Bebas. :)

Dengan tema: Makanan. 

Bagi teman-teman yang mau ikutan menulis bertema Makanan di bulan ini, yuk silahkan ikut. Hitung-hitung belajar menulis bareng. :)



Terimakasih gaes. Aku cinta kalian.





Share
Tweet
Pin
Share
74 comments
Aku menyibakkan selimut yang sedari tadi membaluti tubuhku. Ada rasa enggan untuk bangkit dan menjauh dari tempat tidur ini. Masih mengantuk.
Hari ini ayah menolak tawaranku untuk ikut serta membantunya berjualan siomay di kantin kampus. Sebenarnya aku cukup kasihan melihat lelaki itu bekerja sendiri.
  ‘’ Kamu istirahat saja di rumah. Ibu nanti yang akan membantu ayah ‘’ Ujarnya yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku. Aku mengangguk lesu dengan wajah bantal yang masih mengantuk.
Tidak tahu mengapa, akhir-akhir ini aku jadi lebih sering mengantuk. Padahal aku sama sekali tidak pernah bergadang. Jam 10 saja, mataku sudah ngantuk gak karuan.
Aku meraih handphoneku yang tergeletak di atas meja kecil di samping tempat tidurku. Cukup dekat, tanpa mengubah posisi aku masih bisa menjangkau handphone berwarna gelap itu.
Tiba-tiba saja aku teringat dengan kejadian beberapa hari yang lewat. Iya, si lelaki mesum itu.
Buru-buru aku mengecek emailku. Sedikit berharap, semoga ada e-mail masuk darinya.

Tidak ada pesan baru.
Aku menghela nafas.

Mungkin dia sudah melupakan pertemuan itu. Atau mungkin secarik kertas yang berisi alamat e-mailku itu hilang darinya, tercecer atau mungkin ia sudah membuangnya. Entahlah.
Kenapa aku begitu mengharapkan email darinya?
Ah sudahlah.

Aku menarik selimutku lagi kemudian membenamkan seluruh badanku kedalamnya.
Belum sempat aku memejamkan kembali kedua mataku, sebuah deringan terdengar dari benda kecil di sampingku. Handphone.
Dengan rasa malas aku membuka handphoneku, dan ada sebuah e-mail masuk.
E-mail dari lelaki mesum itu. Di sana tertulis jelas nama yang ia sebutkan saat berkenalan denganku saat itu. Daruma.
Di e-mail itu, ia mengirim pesan untuk mengajakku jalan hari ini. Untunglah, ia memilih sore hari sebagai waktu yang tepat untuk jalan denganku.
Aku bahkan sempat bingung harus mengajaknya jalan kemana. 

    ‘’ Entahlah. Kamu kan lebih tau tentang negeri ini. Yang jelas antarkan aku ke tempat serupa toko buku ‘’. Balas lelaki itu.
Aku terdiam sejenak. Memilih toko buku mana yang pantas untuk kami datangi nanti. Begitu banyak toko buku di sekitar sini.
   ‘’ Oh, kalau begitu kita ke stasiun dekat rumahku saja. Stasiun Hakata. Di sana ada Gramedia kalau tidak salah. ‘’ Balasku kemudian mengklik send pada layar handphoneku.
  ‘’ Oke, jam 17:00 ketemuan di Stasiun Hataka ya. ‘’
Aku mengiyakan keputusannya tanpa membalas e-mail darinya.

Sambil berjalan menuju Stasiun Hakata, aku sesekali melirik pakaian yang kukenakan saat ini. Kaos hitam, dengan paduan cardigan ungu dan celana jeans biru favoritku ikut menambah kesan sederhana. Dan aku sengaja memilih untuk mengikat satu rambutku kebelakang.
Iya, aku rasa penampilanku hari ini cukup sederhana. Simple.
Aku melirik jam tangan biruku, pukul 16:55. Sepertinya aku terlalu cepat datang kesini. Mataku berkeliaran kesana-sini untuk menemukan wajah lelaki mesum itu. Ya,meskipun aku tak mengingatnya dengan jelas. Samar-samar.
Aku sempat mengeluh kesal saat beberapa menit berlalu tanpa menemukan lelaki itu. Aku mulai kesal.

  ‘’ Huh, lama sekali dia datang. Apa mungkin dia tersesat ya? ‘’ ujarku sambil melipatkan kedua tangan pada dadaku.

Baru saja aku hendak berjalan untuk mencarinya, seorang lelaki menghampiriku dengan langkah terburu-burunya. Nafasnya terdengar tidak beraturan.

  ‘’Huft, maaf aku telat ‘’ ujarnya pelan.
Aku sama sekali tak menghiraukan ucapannya, pandanganku fokus melihat seekor nyamuk yang terbang dan kemudian hinggap di pipinya.
PLAAKK
Aku melayangkan sebuah tamparan yang mendarat di pipinya.
  ‘’ Kok aku ditampar? ‘’ ujarnya sedikit menahan perih.
  ‘’ Iya, itu tadi ada nyamuk di pipimu. Kamu belum mandi ya? Kok dinyamukin gini? ‘’ tanyaku heran.

Aku memperhatikan wajahnya dengan seksama, iya tidak salah lagi. Sepertinya lelaki ini belum mandi.
Ditambah dengan tataan rambutnya yang terlihat masih berantakan.

Fix. Hari ini aku jalan dengan seorang lelaki-mesum-yang-belum-mandi.

Aku hanya tertawa kecil saat ia langsung meminta tunjukkan dimana toko buku yang akan kami singgahi.
Di sepanjang perjalanan kami begitu banyak bercerita. Dia juga tau banyak hal tentang aku,terkadang dia juga menebak-nebak dengan memberi pertanyaan padaku. Dan anehnya, hampir tebakan itu benar dalam menggambarkan seperti apa diriku.
Yang aku tahu, dia sangat hobi membaca buku, menyukai susu putih dengan campuran sedikit kopi buatan sang ibu, mencintai segala hal yang berhubungan dengan dunia komputer dan menyukai ibu-ibu.
Dan juga dari cerita yang kudengar darinya, sepertinya ia memang jarang mandi. Sangat pemalas. Ckck..

Tak berapa lama, kami sampai di dalam toko buku. Tanpa dikomando, kami langsung berpencar begitu saja untuk mencari buku yang diinginkan masing-masing. Ia sempat menawarkan diri untuk membelikanku buku dan juga menyuruhku untuk memilih buku apa yang kuinginkan. Dengan cepat aku menolak tawarannya.

  ‘’ Mending traktir aku makan aja deh. Aku lapar.‘’ ujarku. 

Setelah satu jam berkeliling di dalam toko buku, aku langsung membuntutinya saat ia bergerak menuju meja kasir.  Hmm, aroma parfum cabai yang menyengat itu tak sengaja memasuki rongga hidungku. Entah kenapa, kali ini aku tak lagi merasa asing dan membenci aroma ini.
Dari balik kaos biru yang ia kenakan, aku bisa melihat barang yang ia bayar di atas meja kasir.
1 buku kamus terjemahan dan 2 novel.  Ketiga barang itu yang berhasil ia bawa pulang saat keluar dari Gramedia.
Begitu keluar dari Gramedia, aku langsung saja menagih janjinya untuk mentraktir aku makan. Berhubung perutku sudah lapar akut, aku langsung saja mendekat dan menarik tangannya. Ia terlihat tergesa-gesa dengan mengikutiku arah tangannya yang ku tarik paksa.
Anehnya ia hanya diam dan menuruti arahku untuk menunjukkan tempat makan yang ku tuju.

Selang beberapa menit, aku memperlambat gerakan kakiku. Ku lirik tangan kananku yang saat itu sedang bersentuhan dengan tangannya. Aku baru sadar bahwa dari beberapa menit kebelakang, telapak tanganku mengenggam erat tangannya.

Dia seperti seekor cicak, dan aku sebagai dindingnya.

Tangannya mampu membuatku untuk terus lengket dengan spatula yang ada pada permukaan tangannya. Spatula itu menyelip pada pori-pori telapak tanganku sehingga dapat membentuk suatu ikatan (Van Der Waals) yang sangat kuat.  Ada getaran aneh yang tak seperti biasanya menyusup ke rongga dadaku, masuk ke dasar hati dan kemudian turun ke bagian perut.
Iya, aku lapar. Getaran itu getaran lapar.

  ‘’ Kita akan makan disini. Ini tempat langgananku. Kamu yang bayarin kan? ‘’ tanyaku untuk memastikan janjinya yang tadi.
  ‘’ Iya, makan saja sepuasmu ‘’ ujarnya sambil mencari posisi meja yang kosong.
  ‘’ Hahaaa porsi makanku  banyak loh.‘’ candaku. Sebenarnya itu bukan bercanda, tapi memang kenyataannya. Hehee.

Berhubung saat itu aku sangat lapar, aku langsung saja memesan tiga mangkok mie. Dua untukku dan satu untukknya. Tak lupa juga aku turut memesan dua soya, segelas jus alpukat dan air putih.
Sambil menunggu pesanan tiba, ia membuka obrolan dengan bercerita tentang masa-masa SD nya dulu. Ia mengatakan bahwa ia sangat rindu dengan teman-teman SD nya. Rindu bermain dan kumpul bersama.
Cerita masa SD yang terlontar darinya berakhir dengan cerita bahwa ia pernah bermain petak umpet dan bersembunyi di dalam toilet cewek. Kebetulan saat itu ada adik kelas yang sedang pipis di dalamnya. Dari sini aku jadi tau, kalo ia adalah seorang lelaki mesum-sejak-kecil.


Setelah perut kenyang terisi makanan, aku langsung saja menyandarkan pundak ke kursi yang kududuki.  Sedangkan dia tampak bangkit dari kursinya dan merogoh saku celananya hendak membayar. Aku mengerutkan dahi saat melihatnya gelisah merogoh saku celana sana-sini.
Aku menarik kembali badanku menjauh dari sandaran kursi. Raut wajahnya memperlihatkan perpaduan antara raut mesum dan panik.
Aku hanya diam menyaksikannya kebingungan.

  ‘’ Maaf, kamu bawa uang lebih tidak? ‘’ tanyanya berbisik pelan padaku.
  ‘’ Kenapa? Jangan bilang uangmu kurang ‘’ ucapku.
  ‘’ Bukan, sepertinya dompetku hilang, dicuri orang sewaktu jalan kesini ‘’ ujarnya menjelaskan.
  ‘’ Yah. Terus ini siapa yang bayar? Aku tidak bawa uang ‘’
  ‘’ Hmm. Di sini tidak bisa ngutang dulu ya. ‘’

Huh.


Aku benar-benar terkejut saat melihat seorang pelayan datang bersama pria berbadan besar. 
Sepertinya ia adalah pemilik rumah makan ini. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihat Daruma bernegoisasi dengan pria itu. Dan hasilnya, kami berdua harus mencuci piring kotor selama satu jam di sini.
Negoisasi yang bagus anak muda.

Usai mencuci piring aku langsung saja keluar dari rumah makan itu. Badanku terasa lemas, porsi makan yang banyak tadi sepertinya sudah terkuras untuk mencuci setumpuk piring kotor tadi.
  ‘’ Ayo pulang ‘’ Ujarku pelan.
Aku berjalan beriringan dengannya. Tubuhku mulai melemah, mataku juga tak lagi bisa diajak kompromi.

  ‘’ Kamu kenapa? ‘’ tanyanya.
  ‘’ Aku mengantuk. Ini sudah jamnya aku tidur ‘’
  ‘’ Naiklah ke pundakku. Biar ku gendong dan ku antar pulang.‘’ Lelaki itu langsung mengambil posisi jongkok di hadapanku.
  ‘’ Tak usah, rumahku dekat dari sini ‘’ aku menolaknya.
  ‘’ Hei, jangan tolak niat baik seseorang dong. Naiklah.‘’ ujarnya meyakinkan.

Aku terdiam.
Tanpa berpikir panjang aku langsung saja naik ke punggungnya dan melingkarkan kedua tangan di dadanya.
Kadar dingin yang menyelimutiku malam itu terasa berkurang meskipun aku masih melihatnya kesulitan untuk menggendong tubuhku. Padahal aku tidak terlalu berat.

Sesekali aku menguap menahan kantuk. Rasanya aku ingin sekali terlelap di sini, di pundak ini. Aku begitu nyaman dengan keadaan seperti ini.
Iya, dia adalah seekor cicak.
Spatula nya mampu membuatku bisa merasakan nyaman yang sehebat ini. Rasanya aku tak bisa lepas darinya. Begitu dekat posisiku dengan dia saat ini.

Aku tersenyum kecil sambil merapatkan eratan tanganku yang melingkari dadanya.
Dari posisi tanpa jarak seperti ini, aku bisa mencium aroma parfum cabai yang menyengat itu. Dan aku bahkan mulai menyukai aroma itu.

Malam ini.
Mataku terasa mulai sayup.
Dan aku mengantuk.

Share
Tweet
Pin
Share
83 comments
Aku menghela nafas saat melihat suasana kantin yang perlahan sepi. Rasanya aku benar-benar lelah membantu ayah dua hari berturut-turut ini. Kantor tempatku bekerja masih memberikan libur selama seminggu, cukup lama. Tapi aku sangat bersyukur. Jarang sekali si bos memberikan waktu libur yang lumayan lama.
Aku mencoba duduk dan mengatur nafasku setelah sibuk membereskan piring-piring kotor diatas meja. Suasana kantin ini mendadak sepi, berbeda dengan beberapa menit sebelumnya.
Aku melemparkan pandangan mataku agar menguasai seluruh ruangan kantin. Beberapa mahasiswa  terlihat sedang menyantap makanannya.
Hanya ada satu, dua, dan hei.. Siapa lelaki itu?
Indera penglihatanku menangkap sosok seorang lelaki yang bergerak memasuki kantin kampus. Setelah celingukan sana-sini, kemudian ia melanjutkan langkahnya kembali.
Aku memandang lelaki itu dari kejauhan. Penampilannya super berantakan, ditambah ekspresi mesum yang terpancar dari aura wajahnya. Hih.
 Hmm sepertinya ia mengarah dan mendekat pada siomay ini.
Benar saja, setelah memesan ia kembali duduk dikursi cokelat tua yang berada tepat didepan gerobak siomay ini.
Sepertinya aku mengenalinya? tapi siapa yaa.. hmm, uh sudahlah tak usah dipikirkan.

Sambil mempersiapkan pesanan untuknya, sesekali aku melirik lelaki itu dari balik gerobak siomay ini.
Rambutnya benar-benar berantakan. Mengerikan sekali. Kemeja biru yang ia kenakan seolah menambah kesan wibawa pada dirinya. Tapi setelah aku menatap wajahnya, seketika kesan wibawa itu hilang dan berganti dengan tampang mesum yang mencolok pada wajahnya.
Bahkan aku sempat menduga bahwa ia sepertinya seorang penjahat kelamin. Benar-benar mesum.
Aku bergidik ngeri.
Sial ! 
Sepertinya ia mengetahui bahwa aku memperhatikannya sedari tadi. Lelaki itu menatapku kemudian ia tersenyum. Senyumnya percis seperti seorang psikopat. Matanya perlahan turun memperhatikan dadaku. Ingin sekali rasanya aku mencolok matanya dengan garpu siomay ini. Kenapa? Karena tatapannya telah mencolok hatiku. 

Gak nyambung nyet.
Oke, baiklah.

Tanpa memikir panjang, aku langsung saja melipatkan kedua tanganku didada. Berharap lelaki mesum ini berhenti melirik dadaku.
Huh, untunglah. Akhirnya ia melepaskan pandangan matanya dari tubuhku.
Selesai membuat pesanan untuk lelaki itu, aku langsung bergegas menghampirinya. Menyodorkan sepiring siomay dan berharap lelaki mesum itu bisa dengan cepat menghabiskan siomay ini. Kemudian pulang.
Baru saja aku meletakkan sepiring siomay dihadapannya, suara lelaki itu seakan mencekat langkah kakiku.
  '' hei, boleh kenalan? Aku Daruma orang baru disini dan asli orang Indonesia. Kamu  dari Indonesia juga kan? ''.
Huh.. padahal aku sangat tak ingin untuk mengenal lelaki aneh ini. Aku hanya tersenyum. Lebih tepatnya berpura-pura tersenyum. 
  '' Iya, aku dari Indonesia. Ada apa? ''  jawabku singkat.
  Dan aku benar-benar terkejut saat ia menyebutkan nama panjangku serta alamat sekolah SD dengan detail. Hei, sepertinya lelaki ini bukan hanya seorang penjahat kelamin, tapi juga seorang dukun. Iya, dukun beranak. 

  '' Iya. Kok kamu tahu? '' Aku benar-benar heran padanya. 
  '' Kamu tidak ingat denganku? Kita dulu pernah satu bangku saat awal masuk di kelas dua. Tapi seminggu setelah itu kamu pindah ke Jepang '' ujarnya.
Ah iya, lelaki ini benar. Saat ayah harus pindah kerja ke Jepang, aku terpaksa harus melanjutkan kelas dua ku disini. Walaupun begitu, aku masih mengingat beberapa teman SD ku sebelum akhirnya aku pindah ke Jepang. Dan, oh iya.. Sepertinya aku sedikit mengenal lelaki ini. Dia laki-laki paling jahil ketika menjadi teman SD ku. Dia bahkan pernah menjatuhkan bekal makan siangku dengan sengaja. Dan ketika aku menangis, ia malah menertawaiku seakan puas dengan aksinya tadi. Huh dasar. 
  '' Oh maaf aku tidak ingat. '' Jawabku singkat. 

Aku tau aku berbohong. Aku hanya saja tak ingin membuatnya bisa mengenaliku lebih dalam. Dan dengan seperti itu semoga saja ia menjauh dariku. 
  '' Hah sudah ku duga. Kamu banyak berubah ya. Apalagi dadanya, sudah tidak sekecil dulu. Itu asli? '' Lelaki mesum itu sepertinya mulai menjalankan aksinya. 
 '' Hahaa. Tentu saja ini asli. Kamu mau pegang? Nih ! ''. Aku menodongkan gir tepat ke arah muka nya. 

Buru-buru lelaki mesum itu meminta maaf padaku. Aku hanya tertawa kecil, sungguh ini tawa terpaksa yang harus terlontar dari mulutku.
  '' Kamu sedang apa kesini? Liburan? '' Tanyaku. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan pada lelaki ini. 
Dari jarak sedekat ini aku bisa melihat langsung sosok seorang Daruma, ya seperti nama yang ia sebutkan tadi.
Aroma parfum yang ia kenakan perlahan masuk ke rongga hidungku.
Hueek !
Aroma apa ini? Menyengat sekali. Pedih menusuk hidung.
 Seperti aroma cabe terasi yang dibakar pada ujung tusuk gigi? 
Kenapa tusuk gigi? Karena ia telah menusuk hatiku.
Jirr~

Aku manggut-manggut saat mendengar jawabannya. Ia melanjutkan studi disini? Oh ya.. Berarti itu membuat aku harus berjumpa dengannya selama aku membantu ayah disini. Huh menyebalkan sekali.
  '' Aku sedang bantu-bantu ayah disini. Kebetulan tempatku bekerja sedang libur minggu ini. '' ujarku datar.
  '' Kamu punya kunci inggris gak? ''
  '' Hah? gak punya tuh? buat apa? ''
 Sebenernya aku tau kalo ia sedang membutuhkan kunci inggris untuk memperbaiki otaknya yang penuh dengan mesum. 
  '' Hmm gak punya ya? Kalo alamat e-mail punya kan? ''
  '' Hahaa bilang saja mau minta e-mailku. ''
Langsung aja aku menuliskan alamat e-mailku pada secarik kertas.
  '' ini. Simpan dan ingat baik-baik ya. '' 
  '' Oke, terimakasih. Eh minggu ini kamu lagi liburkan? Kapan-kapan kita jalan bareng yuk. Kenalkan aku dengan seluk beluk negeri Sakura ini. Kamu kan sudah lama tinggal di negeri Sakura ini '' ujarnya dengan raut penuh harap. Mengiba dan memelas.
Ah, aku jadi tidak tega menolaknya.
  '' Boleh. Kabarkan saja. Kapan waktunya? Lewat e-mail ya?. Sudah ya aku mau bantu ayahku lagi. Dah ''

Aku bergegas berbalik untuk menyelamatkan hidungku yang sepertinya merasa tersiksa atas aroma parfum cabe yang dibakar pada tusuk gigi itu. 
Aku langsung membereskan sisa-sisa piring kotor yang menumpuk diatas meja bagian pojok. Sedangkan ayah terlihat masih meracik bumbu siomay dibelakang. 
Sebelum berbalik ke belakang, aku mencoba untuk melihat Daruma dari balik kaca gerobak ini.
Hahaa, ternyata ia baru saja memakan siomaynya setelah cukup lama berbincang denganku. Ia menyuapkan sesendok siomay ke mulutnya. Melihat jam tangannya, dan kemudian lelaki mesuk dengan aroma parfum cabe itu beranjak dari meja makannya. Dan aku cukup kecewa saat melihat ia hanya memakan sesendok saja siomay buatanku.
Apakah rasanya tidak enak? Hmm. 

Aku menghampiri meja makan yang ia tempati tadi. Aroma parfum cabe yang menusuk hidung itu masih tertinggal dan melekat pada posisi ia duduk tadi.
Langsung saja aku mengangkat piring sisa makan lelaki itu dan menggabungkannya kedalam piring kotor lainnya.
Aku tersenyum saat mengingat kejadian ketika ia meminta e-mailku.
Hei, mengapa aku berharap agar mendapat e-mail darinya?
Apa aku telah terhipnotis oleh lelaki mesum itu? 
Hei... ada apa dengan aku?
Huh
:)

Share
Tweet
Pin
Share
59 comments
Tetesan hujan mulai menjatuhkan  rintiknya diatas permukaan tanah. Tanpa diundang, aroma basah dari tanah yang berada tepat disamping jendela kamarku mulai terhirup memasuki indera penciumanku.
Ada rasa bahagia yang  menyelinap ketika setiap kali aku menghirup aroma basah ini.
Hujan kali ini tampaknya berhasil membawa kenangan pilu dalam ingatanku. Kenangan yang masih saja membuat hatiku perih bila mengingatnya. Satu tahun yang lalu.
Iya, kejadian itu terjadi setahun yang lalu. Betapa bodohnya aku yang masih saja tak bisa melupakan semua itu.
  '' Kita harus berhenti sampai disini! ''. Teriakan tegas itu berkali-kali menguasai pendengaranku. Apa daya seorang makhluk yang memiliki kodrat sebagai perempuan ketika mendengar kalimat itu.
 Tak ada yang bisa kulakukan selain isak tangis yang pecah untuk menolak keras permintaannya.
Dan tangisan itu sama sekali tak berguna, toh ia tetap saja memilih perempuan lain untuk mencampakkanku. 

Aku menghela nafas sembari menyandarkan badan agar hanyut dalam empuknya si bantal.
Bagaimana mungkin ia menghancurkan semua kisah yang telah terekam dalam 3 tahun lamanya? Entahlah, hingga saat ini aku masih belum menemukan jawaban yang pasti untuk satu pertanyaan itu. 
Ku lirik layar handphone yang berada diatas selimutku. 
    From: Tia
    3 hari lagi Bagas dan Fira akan menikah. Kita pergi bareng kesana yaa?

Aku tak tau, apa aku harus bahagia atau sedih saat mengetahuinya?
Entahlah, mungkin aku akan memilih bahagia setelah sekian lama aku harus larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Aku bahagia, sangat bahagia.
Aku menyeruput mocca hangat yang sudah sedari tadi terdiam diatas meja kecilku. Kepulan asapnya mulai menipis pertanda siap untuk diseduh.
Ah, mocca hangat ini. Aroma ini benar-benar meresap menyentuh ujung penciumanku. 
   '' Setiap kali aku meminum mocca hangat ini, satu rasa hadir dalam jiwaku ''
Aku masih ingat kalimat yang ia ucapkan saat kami melepas lelah di kafe yang menjadi tepat favorit kami. 
Kalimat itu, benar-benar terngiang jelas dibenakku. Bahkan aku membenarkan kalimat itu. 

Iya, setiap kali aku meminum mocca hangat ini, satu rasa juga hadir dalam jiwaku. Dan akhir-akhir ini satu rasa yang hadir itu adalah rasa kecewa.
Mungkin terlalu panjang untuk dijabarkan apa makna dibalik rasa kecewa yang ku maksud. Terlalu dalam, barangkali. 
Lamunanku buyar saat dering handphone terdengar nyaring. Mataku menangkap satu nama pada layar handphone itu. Sepertinya penglihatanku kali ini bekerja baik.
BAGAS !

  '' Halo Sa? apa kabar? ''
  '' Iya , kabarku baik sekali ''  
Andai saja ia tau bahwa ada banyak luka didalam kabar baik yang ku lontarkan barusan.
  '' Oh iya, tiga hari lagi aku akan menikah dengan Fira. Kamu datang ya. Nanti aku titip undangannya ke Tia''
  '' Aah iya iya, aku pasti datang kok. Selamat ya, akhirnya kamu bisa menemukan perempuan hebat yang akan mendampingimu kelak. Bahagia selalu ya, ''
  '' Iya Sa, terimakasih ya. ''
  '' iya sama-sama Bagas. ''

Pembicaraan terputus. Ada tangis yang tertahan saat aku kembali menyandarkan tubuh pada bantal. Bahkan ujung mataku juga tak mampu menahannya hingga akhirnya bulir kepedihan itu menetes perlahan. 
Aku benar-benar tak kuat menghadapi semua ini. 
Bagas, aku mencintaimu hingga detik ini !



Share
Tweet
Pin
Share
79 comments
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates