Aku menyibakkan selimut yang sedari tadi membaluti tubuhku.
Ada rasa enggan untuk bangkit dan menjauh dari tempat tidur ini. Masih
mengantuk.
Hari ini ayah menolak tawaranku untuk ikut serta membantunya berjualan siomay di kantin kampus. Sebenarnya aku cukup kasihan melihat lelaki itu bekerja sendiri.
‘’ Kamu istirahat saja di rumah. Ibu nanti yang akan membantu ayah ‘’ Ujarnya yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku. Aku mengangguk lesu dengan wajah bantal yang masih mengantuk.
Tidak tahu mengapa, akhir-akhir ini aku jadi lebih sering mengantuk. Padahal aku sama sekali tidak pernah bergadang. Jam 10 saja, mataku sudah ngantuk gak karuan.
Hari ini ayah menolak tawaranku untuk ikut serta membantunya berjualan siomay di kantin kampus. Sebenarnya aku cukup kasihan melihat lelaki itu bekerja sendiri.
‘’ Kamu istirahat saja di rumah. Ibu nanti yang akan membantu ayah ‘’ Ujarnya yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku. Aku mengangguk lesu dengan wajah bantal yang masih mengantuk.
Tidak tahu mengapa, akhir-akhir ini aku jadi lebih sering mengantuk. Padahal aku sama sekali tidak pernah bergadang. Jam 10 saja, mataku sudah ngantuk gak karuan.
Aku meraih handphoneku yang tergeletak di atas meja kecil di
samping tempat tidurku. Cukup dekat, tanpa mengubah posisi aku masih bisa
menjangkau handphone berwarna gelap itu.
Tiba-tiba saja aku teringat dengan kejadian beberapa hari yang lewat. Iya, si lelaki mesum itu.
Buru-buru aku mengecek emailku. Sedikit berharap, semoga ada e-mail masuk darinya.
Tidak ada pesan baru.
Aku menghela nafas.
Mungkin dia sudah melupakan pertemuan itu. Atau mungkin secarik kertas yang berisi alamat e-mailku itu hilang darinya, tercecer atau mungkin ia sudah membuangnya. Entahlah.
Kenapa aku begitu mengharapkan email darinya?
Tiba-tiba saja aku teringat dengan kejadian beberapa hari yang lewat. Iya, si lelaki mesum itu.
Buru-buru aku mengecek emailku. Sedikit berharap, semoga ada e-mail masuk darinya.
Tidak ada pesan baru.
Aku menghela nafas.
Mungkin dia sudah melupakan pertemuan itu. Atau mungkin secarik kertas yang berisi alamat e-mailku itu hilang darinya, tercecer atau mungkin ia sudah membuangnya. Entahlah.
Kenapa aku begitu mengharapkan email darinya?
Ah sudahlah.
Aku menarik selimutku lagi kemudian membenamkan seluruh badanku kedalamnya.
Belum sempat aku memejamkan kembali kedua mataku, sebuah deringan terdengar dari benda kecil di sampingku. Handphone.
Dengan rasa malas aku membuka handphoneku, dan ada sebuah e-mail masuk.
E-mail dari lelaki mesum itu. Di sana tertulis jelas nama yang ia sebutkan saat berkenalan denganku saat itu. Daruma.
Di e-mail itu, ia mengirim pesan untuk mengajakku jalan hari ini. Untunglah, ia memilih sore hari sebagai waktu yang tepat untuk jalan denganku.
Aku bahkan sempat bingung harus mengajaknya jalan kemana.
Aku menarik selimutku lagi kemudian membenamkan seluruh badanku kedalamnya.
Belum sempat aku memejamkan kembali kedua mataku, sebuah deringan terdengar dari benda kecil di sampingku. Handphone.
Dengan rasa malas aku membuka handphoneku, dan ada sebuah e-mail masuk.
E-mail dari lelaki mesum itu. Di sana tertulis jelas nama yang ia sebutkan saat berkenalan denganku saat itu. Daruma.
Di e-mail itu, ia mengirim pesan untuk mengajakku jalan hari ini. Untunglah, ia memilih sore hari sebagai waktu yang tepat untuk jalan denganku.
Aku bahkan sempat bingung harus mengajaknya jalan kemana.
‘’ Entahlah. Kamu kan lebih tau tentang negeri ini. Yang jelas antarkan aku ke tempat serupa toko buku ‘’. Balas lelaki itu.
Aku terdiam sejenak. Memilih toko buku mana yang pantas untuk kami datangi nanti. Begitu banyak toko buku di sekitar sini.
‘’ Oh, kalau begitu kita ke stasiun dekat rumahku saja. Stasiun Hakata. Di sana ada Gramedia kalau tidak salah. ‘’ Balasku kemudian mengklik send pada layar handphoneku.
‘’ Oke, jam 17:00 ketemuan di Stasiun Hataka ya. ‘’
Aku mengiyakan keputusannya tanpa membalas e-mail darinya.
Sambil berjalan menuju Stasiun Hakata, aku sesekali melirik
pakaian yang kukenakan saat ini. Kaos hitam, dengan paduan cardigan ungu dan
celana jeans biru favoritku ikut menambah kesan sederhana. Dan aku sengaja
memilih untuk mengikat satu rambutku kebelakang.
Iya, aku rasa penampilanku hari ini cukup sederhana. Simple.
Aku melirik jam tangan biruku, pukul 16:55. Sepertinya aku terlalu cepat datang kesini. Mataku berkeliaran kesana-sini untuk menemukan wajah lelaki mesum itu. Ya,meskipun aku tak mengingatnya dengan jelas. Samar-samar.
Aku sempat mengeluh kesal saat beberapa menit berlalu tanpa menemukan lelaki itu. Aku mulai kesal.
‘’ Huh, lama sekali dia datang. Apa mungkin dia tersesat ya? ‘’ ujarku sambil melipatkan kedua tangan pada dadaku.
Baru saja aku hendak berjalan untuk mencarinya, seorang lelaki menghampiriku dengan langkah terburu-burunya. Nafasnya terdengar tidak beraturan.
Iya, aku rasa penampilanku hari ini cukup sederhana. Simple.
Aku melirik jam tangan biruku, pukul 16:55. Sepertinya aku terlalu cepat datang kesini. Mataku berkeliaran kesana-sini untuk menemukan wajah lelaki mesum itu. Ya,meskipun aku tak mengingatnya dengan jelas. Samar-samar.
Aku sempat mengeluh kesal saat beberapa menit berlalu tanpa menemukan lelaki itu. Aku mulai kesal.
‘’ Huh, lama sekali dia datang. Apa mungkin dia tersesat ya? ‘’ ujarku sambil melipatkan kedua tangan pada dadaku.
Baru saja aku hendak berjalan untuk mencarinya, seorang lelaki menghampiriku dengan langkah terburu-burunya. Nafasnya terdengar tidak beraturan.
‘’Huft, maaf aku telat ‘’ ujarnya pelan.
Aku sama sekali tak menghiraukan ucapannya, pandanganku fokus melihat seekor nyamuk yang terbang dan kemudian hinggap di pipinya.
PLAAKK
Aku melayangkan sebuah tamparan yang mendarat di pipinya.
‘’ Kok aku ditampar? ‘’ ujarnya sedikit menahan perih.
‘’ Iya, itu tadi ada nyamuk di pipimu. Kamu belum mandi ya? Kok dinyamukin gini? ‘’ tanyaku heran.
Aku memperhatikan wajahnya dengan seksama, iya tidak salah lagi. Sepertinya lelaki ini belum mandi.
Ditambah dengan tataan rambutnya yang terlihat masih berantakan.
Fix. Hari ini aku jalan dengan seorang
lelaki-mesum-yang-belum-mandi.
Aku hanya tertawa kecil saat ia langsung meminta tunjukkan
dimana toko buku yang akan kami singgahi.
Di sepanjang perjalanan kami begitu banyak bercerita. Dia juga tau banyak hal tentang aku,terkadang dia juga menebak-nebak dengan memberi pertanyaan padaku. Dan anehnya, hampir tebakan itu benar dalam menggambarkan seperti apa diriku.
Yang aku tahu, dia sangat hobi membaca buku, menyukai susu putih dengan campuran sedikit kopi buatan sang ibu, mencintai segala hal yang berhubungan dengan dunia komputer dan menyukai ibu-ibu.
Dan juga dari cerita yang kudengar darinya, sepertinya ia memang jarang mandi. Sangat pemalas. Ckck..
Di sepanjang perjalanan kami begitu banyak bercerita. Dia juga tau banyak hal tentang aku,terkadang dia juga menebak-nebak dengan memberi pertanyaan padaku. Dan anehnya, hampir tebakan itu benar dalam menggambarkan seperti apa diriku.
Yang aku tahu, dia sangat hobi membaca buku, menyukai susu putih dengan campuran sedikit kopi buatan sang ibu, mencintai segala hal yang berhubungan dengan dunia komputer dan menyukai ibu-ibu.
Dan juga dari cerita yang kudengar darinya, sepertinya ia memang jarang mandi. Sangat pemalas. Ckck..
Tak berapa lama, kami sampai di dalam toko buku. Tanpa
dikomando, kami langsung berpencar begitu saja untuk mencari buku yang
diinginkan masing-masing. Ia sempat menawarkan diri untuk membelikanku buku dan
juga menyuruhku untuk memilih buku apa yang kuinginkan.
Dengan cepat aku menolak tawarannya.
‘’ Mending traktir aku makan aja deh. Aku lapar.‘’ ujarku.
‘’ Mending traktir aku makan aja deh. Aku lapar.‘’ ujarku.
Setelah satu jam berkeliling di dalam toko buku, aku langsung membuntutinya saat ia bergerak menuju meja kasir. Hmm, aroma parfum cabai yang menyengat itu tak sengaja memasuki rongga hidungku. Entah kenapa, kali ini aku tak lagi merasa asing dan membenci aroma ini.
Dari balik kaos biru yang ia kenakan, aku bisa melihat barang yang ia bayar di atas meja kasir.
1 buku kamus terjemahan dan 2 novel. Ketiga barang itu yang berhasil ia bawa pulang saat keluar dari Gramedia.
Begitu keluar dari Gramedia, aku langsung saja menagih janjinya untuk mentraktir aku makan. Berhubung perutku sudah lapar akut, aku langsung saja mendekat dan menarik tangannya. Ia terlihat tergesa-gesa dengan mengikutiku arah tangannya yang ku tarik paksa.
Anehnya ia hanya diam dan menuruti arahku untuk menunjukkan tempat makan yang ku tuju.
Selang beberapa menit, aku memperlambat gerakan kakiku. Ku lirik tangan kananku yang saat itu sedang bersentuhan dengan tangannya. Aku baru sadar bahwa dari beberapa menit kebelakang, telapak tanganku mengenggam erat tangannya.
Dia seperti seekor cicak, dan aku sebagai dindingnya.
Tangannya mampu membuatku untuk terus lengket dengan spatula yang ada pada permukaan tangannya. Spatula itu menyelip pada pori-pori telapak tanganku sehingga dapat membentuk suatu ikatan (Van Der Waals) yang sangat kuat. Ada getaran aneh yang tak seperti biasanya menyusup ke rongga dadaku, masuk ke dasar hati dan kemudian turun ke bagian perut.
Iya, aku lapar. Getaran itu getaran lapar.
‘’ Kita akan makan
disini. Ini tempat langgananku. Kamu yang bayarin kan? ‘’ tanyaku untuk
memastikan janjinya yang tadi.
‘’ Iya, makan saja sepuasmu ‘’ ujarnya sambil mencari posisi meja yang kosong.
‘’ Hahaaa porsi makanku banyak loh.‘’ candaku. Sebenarnya itu bukan bercanda, tapi memang kenyataannya. Hehee.
‘’ Iya, makan saja sepuasmu ‘’ ujarnya sambil mencari posisi meja yang kosong.
‘’ Hahaaa porsi makanku banyak loh.‘’ candaku. Sebenarnya itu bukan bercanda, tapi memang kenyataannya. Hehee.
Berhubung saat itu aku sangat lapar, aku langsung saja
memesan tiga mangkok mie. Dua untukku dan satu untukknya. Tak lupa juga aku
turut memesan dua soya, segelas jus alpukat dan air putih.
Sambil menunggu pesanan tiba, ia membuka obrolan dengan bercerita tentang masa-masa SD nya dulu. Ia mengatakan bahwa ia sangat rindu dengan teman-teman SD nya. Rindu bermain dan kumpul bersama.
Cerita masa SD yang terlontar darinya berakhir dengan cerita bahwa ia pernah bermain petak umpet dan bersembunyi di dalam toilet cewek. Kebetulan saat itu ada adik kelas yang sedang pipis di dalamnya. Dari sini aku jadi tau, kalo ia adalah seorang lelaki mesum-sejak-kecil.
Sambil menunggu pesanan tiba, ia membuka obrolan dengan bercerita tentang masa-masa SD nya dulu. Ia mengatakan bahwa ia sangat rindu dengan teman-teman SD nya. Rindu bermain dan kumpul bersama.
Cerita masa SD yang terlontar darinya berakhir dengan cerita bahwa ia pernah bermain petak umpet dan bersembunyi di dalam toilet cewek. Kebetulan saat itu ada adik kelas yang sedang pipis di dalamnya. Dari sini aku jadi tau, kalo ia adalah seorang lelaki mesum-sejak-kecil.
Setelah perut kenyang terisi makanan, aku langsung saja
menyandarkan pundak ke kursi yang kududuki. Sedangkan dia tampak bangkit dari kursinya dan
merogoh saku celananya hendak membayar. Aku mengerutkan dahi saat melihatnya
gelisah merogoh saku celana sana-sini.
Aku menarik kembali badanku menjauh dari sandaran kursi. Raut wajahnya memperlihatkan perpaduan antara raut mesum dan panik.
Aku hanya diam menyaksikannya kebingungan.
Aku menarik kembali badanku menjauh dari sandaran kursi. Raut wajahnya memperlihatkan perpaduan antara raut mesum dan panik.
Aku hanya diam menyaksikannya kebingungan.
‘’ Maaf, kamu bawa uang lebih tidak? ‘’ tanyanya berbisik pelan padaku.
‘’ Kenapa? Jangan bilang uangmu kurang ‘’ ucapku.
‘’ Bukan, sepertinya dompetku hilang, dicuri orang sewaktu jalan kesini ‘’ ujarnya menjelaskan.
‘’ Yah. Terus ini siapa yang bayar? Aku tidak bawa uang ‘’
‘’ Hmm. Di sini tidak bisa ngutang dulu ya. ‘’
Huh.
Aku benar-benar terkejut saat melihat seorang pelayan datang
bersama pria berbadan besar.
Sepertinya ia adalah pemilik rumah makan ini. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihat Daruma bernegoisasi dengan pria itu. Dan hasilnya, kami berdua harus mencuci piring kotor selama satu jam di sini.
Negoisasi yang bagus anak muda.
Usai mencuci piring aku langsung saja keluar dari rumah makan itu. Badanku terasa lemas, porsi makan yang banyak tadi sepertinya sudah terkuras untuk mencuci setumpuk piring kotor tadi.
‘’ Ayo pulang ‘’ Ujarku pelan.
Aku berjalan beriringan dengannya. Tubuhku mulai melemah, mataku juga tak lagi bisa diajak kompromi.
‘’ Kamu kenapa? ‘’ tanyanya.
‘’ Aku mengantuk. Ini sudah jamnya aku tidur ‘’
‘’ Naiklah ke pundakku. Biar ku gendong dan ku antar pulang.‘’ Lelaki itu langsung mengambil posisi jongkok di hadapanku.
‘’ Tak usah, rumahku dekat dari sini ‘’ aku menolaknya.
‘’ Hei, jangan tolak niat baik seseorang dong. Naiklah.‘’ ujarnya meyakinkan.
Aku terdiam.
Sepertinya ia adalah pemilik rumah makan ini. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihat Daruma bernegoisasi dengan pria itu. Dan hasilnya, kami berdua harus mencuci piring kotor selama satu jam di sini.
Negoisasi yang bagus anak muda.
Usai mencuci piring aku langsung saja keluar dari rumah makan itu. Badanku terasa lemas, porsi makan yang banyak tadi sepertinya sudah terkuras untuk mencuci setumpuk piring kotor tadi.
‘’ Ayo pulang ‘’ Ujarku pelan.
Aku berjalan beriringan dengannya. Tubuhku mulai melemah, mataku juga tak lagi bisa diajak kompromi.
‘’ Kamu kenapa? ‘’ tanyanya.
‘’ Aku mengantuk. Ini sudah jamnya aku tidur ‘’
‘’ Naiklah ke pundakku. Biar ku gendong dan ku antar pulang.‘’ Lelaki itu langsung mengambil posisi jongkok di hadapanku.
‘’ Tak usah, rumahku dekat dari sini ‘’ aku menolaknya.
‘’ Hei, jangan tolak niat baik seseorang dong. Naiklah.‘’ ujarnya meyakinkan.
Aku terdiam.
Tanpa berpikir panjang aku langsung saja naik ke punggungnya dan
melingkarkan kedua tangan di dadanya.
Kadar dingin yang menyelimutiku malam itu terasa berkurang meskipun aku masih melihatnya kesulitan untuk menggendong tubuhku. Padahal aku tidak terlalu berat.
Sesekali aku menguap menahan kantuk. Rasanya aku ingin sekali terlelap di sini, di pundak ini. Aku begitu nyaman dengan keadaan seperti ini.
Iya, dia adalah seekor cicak.
Spatula nya mampu membuatku bisa merasakan nyaman yang sehebat ini. Rasanya aku tak bisa lepas darinya. Begitu dekat posisiku dengan dia saat ini.
Aku tersenyum kecil sambil merapatkan eratan tanganku yang melingkari dadanya.
Dari posisi tanpa jarak seperti ini, aku bisa mencium aroma parfum cabai yang menyengat itu. Dan aku bahkan mulai menyukai aroma itu.
Malam ini.
Mataku terasa mulai sayup.
Dan aku mengantuk.
Kadar dingin yang menyelimutiku malam itu terasa berkurang meskipun aku masih melihatnya kesulitan untuk menggendong tubuhku. Padahal aku tidak terlalu berat.
Sesekali aku menguap menahan kantuk. Rasanya aku ingin sekali terlelap di sini, di pundak ini. Aku begitu nyaman dengan keadaan seperti ini.
Iya, dia adalah seekor cicak.
Spatula nya mampu membuatku bisa merasakan nyaman yang sehebat ini. Rasanya aku tak bisa lepas darinya. Begitu dekat posisiku dengan dia saat ini.
Aku tersenyum kecil sambil merapatkan eratan tanganku yang melingkari dadanya.
Dari posisi tanpa jarak seperti ini, aku bisa mencium aroma parfum cabai yang menyengat itu. Dan aku bahkan mulai menyukai aroma itu.
Malam ini.
Mataku terasa mulai sayup.
Dan aku mengantuk.