• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan



Bagian sebelumnya. (Bagian Delapan)

Bagi yang ingin membaca cerita bersambung ini dari awal silahkan lihat di halaman Proyek WIDY







Agus lupa bagaimana cara berdamai dengan kehilangan. Saat ini, ia memang sudah ikhlas dengan kepergian ayahnya. Bahkan sudah dari SMA. Tapi, kini ia mengalami rasa kehilangan yang baru. Kehilangan seseorang yang ia sayangi. Ini memang pertama kalinya Agus merasakan jatuh cinta. Rasanya pasti berbeda jika disamakan dengan kehilangan ayahnya beberapa tahun yang lalu.

Di saat keadaan semakin kelam, Agus kemudian teringat pesan almarhum ayahnya beberapa hari sebelum meninggal,

“Ketika Ayah udah nggak ada, kamu nggak boleh terpuruk lama-lama. Segeralah bangkit. Kamu itu anak cowok. Harus kuat. Jangan benci ibumu. Juga kakakmu. Apa yang ibumu bilang itu sebenarnya baik. Tapi cara penyampaiannya mungkin salah. Dia cuma ingin memotivasi kamu supaya berprestasi dan mandiri. Ayah yakin kamu bisa mandiri, tapi memang butuh proses. Cara belajar kamu berbeda dengan Januar. Kamu itu tidak bisa terburu-buru, sedangkan ibumu wataknya kurang sabaran. Kamu harus bisa maklumi itu, ya.
Kamu juga nggak perlu iri sama kecerdasan kakakmu. Setiap orang diciptakan Tuhan berbeda-beda. Kamu nggak perlu jadi seperti kakakmu untuk mendapatkan kasih sayang dari ibu atau orang lain. Karena kamu juga spesial, Nak. Jadilah dirimu sendiri.
Ayah sayang kamu, Gus.”


Air mata Agus pun mengalir semakin deras. Ia ingat sekali pesan itu lengkap dengan jenis suara Ayah yang terdengar parau dan melemah. Tapi, berkat pesan itulah ia sedikit-sedikit mulai belajar. Agus jadi lebih mandiri sejak kepergian ayahnya. Ia mulai tidak acuh ketika ibunya mulai memuji-muji Januar. Agus juga tidak perlu membuktikan apa-apa kepada ibunya. Ia cukup bersyukur menjadi dirinya sendiri, meskipun kenyataannya ia memang tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sang kakak. Agus masih percaya dengan kata-kata ayahnya, menjadi diri sendiri itu menyenangkan. Dan di situlah letak keunikannya.

Lagi pula, Agus hanya sebulan memandangi Mei dari kejauhan. Baru bertemu dua kali, dan tentunya belum mengenal Mei lebih lama daripada Januar. Sedangkan Januar sudah hampir setahun memiliki hati Mei. Agus kalah terlampau jauh. 


***


Setelah tidur, semua ingatan menyedihkan itu mulai tertutup dan kembali tersimpan otomatis di memorinya. Agus bangun tidur dengan lebih fresh. Hati Agus juga sudah tak sesakit malam itu. Setelah melewati masa-masa sulit, ia tampaknya mulai belajar mengikhlaskan Mei untuk Januar.

Hari ini, perkuliahan sedang libur dan ia tidak ada kesibukan. Maka, siang itu, Agus berencana untuk pergi ke toko buku. Saat sedang bosan di rumah, di sanalah tempat yang membuatnya merasa tenang. Larut dalam imajinasi akan tokoh-tokoh yang disajikan oleh jajaran novel fiksi di rak buku yang sering ia sambangi.

Sesampainya di Gramedia, Agus langsung menuju ke arah rak favoritnya. Matanya yang cokelat itu membulat begitu melihat banyak novel yang dipajang di rak itu. Dadanya pun bergemuruh. Agus mengambil salah satu novel untuk dibaca. Ia mulai membaca halaman demi halaman sambil berjalan. Sampai akhirnya, ia tak sengaja menabrak seorang perempuan di dekatnya.
“Duh, maaf-maaf,” ucap Agus spontan.

“Gapapa, Mas,” jawab perempuan itu.

“Ng... Mei?” ucap Agus heran melihat penampilan perempuan yang mirip Mei. Perempuan ini memang benar-benar mirip. Dari mulai matanya, warna kulitnya, dan juga jenis kelaminnya (yaiyalah kampret). Hanya saja perempuan ini memiliki potongan rambut berbeda dan suara yang lebih lembut.

“Mas siapa?” tanya perempuan itu.

Padahal Agus serasa mimpi kalau dirinya dapat bertemu Mei di Gramedia. Namun, aneh sekali karena Mei kali ini sangat berbeda. Apalagi mendengar responsnya yang seperti itu. Apakah itu bukan Mei? Kalaupun bukan, apakah Mei punya kembaran? Apa mungkin di dunia ini ada seseorang yang benar-benar mirip dengan Mei?

“Gue Agus. Kita pernah ketemu di kafe deket kampus. Ngobrol banyak hal sambil nunggu macet waktu itu,” terang Agus.

“Hmm.... Kok saya nggak ingat apa-apa, ya?" jawab perempuan itu.

“Tapi kita, kan, sempet ketemu lagi waktu itu di....”Agus ingin mengingatkan perempuan ini tentang pertemuan selanjutnya saat makan malam bersama keluarganya. Namun, ia sendiri ingin sekali menghapus momen itu dari ingatannya. Agus kemudian termenung. Wajahnya mendadak murung.

"Di mana?" tanya perempuan itu.

“Lu bener bukan Mei? Lu mirip temen gue soalnya.”

“Bukan. Saya Septi, Mas.”

“Oh, maaf kalo gitu. Gue salah orang,” jawab Agus pasrah, kemudian ia berjalan menjauhi perempuan yang tidak mengenali dirinya ini. Mungkin ingatan tentang Mei di pikiran Agus masih benar-benar melekat. Sehingga saat ia melihat perempuan yang rada mirip, ia pun berpikir kalau perempuan itu adalah ’Mei’.


***


Agus sedang membaca novel yang baru saja ia beli siang tadi, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Agus mendapat sebuah notif di layar ponselnya. Sebuah permintaan pertemanan BBM dari seorang perempuan. Yang ternyata adalah Mei. Padahal Agus sudah mulai mencoba untuk mengikhlaskannya, tapi dia malah hadir kembali.

Ada perlu apaan dia invite gue, ya? Bukannya waktu itu dia nggak mau ngasih pinnya? Apa dia mulai kehilangan gue? Atau dia baru menyadari bahwa gue lebih ganteng daripada Januar?

Tanpa berpikir macam-macam dan untuk menghindari agar ia tidak terlalu kegeeran, Agus segera menerima permintaan pertemanan dari Mei. Setelah berteman di BBM, Agus ingin sekali mengontak Mei. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan rindunya. Paling tidak, ia mungkin bisa bertanya basa-basi “Kok tau pin gue? Ada apa, ya?”, namun, ia malah bimbang dengan keadaan ini.

'' BBM aja. ''
'' Jangan! ''
'' BBM. ''
'' Jangan! ''
'' BBM! ''



Suara-suara di dalam kepalanya mulai berdebat.

Oke, BBM aja deh.
Saat sudah mulai menggerakan jemarinya untuk mengetik sesuatu, tiba-tiba... INGET! DIA ITU PACAR KAKAK LU WOY! IKHLASIN. HARUS IKHLASIN. INGET PESAN AYAH.

Jemari Agus perlahan kaku danmenjauh dari layar ponsel. Ia kembali mengurungkan niatnya.

*tengtongteng*

Dan di saat kebimbangan Agus, tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi di HP-nya.

“Gus?” sebuah chat masuk dari...

Mei.
Ingin rasanya Agus bersorak girang. Bagaimana mungkin Mei mengirim chat untuknya?
Karena setahu Agus, bagi perempuan, mengontak laki-laki terlebih dahulu adalah ketidakmungkinan yang tak akan terjadi di dunia.
Seperti pada umumnya, biasanya kebanyakan perempuan gengsi untuk mengontak laki-laki terlebih dulu.

Dan betapa bahagianya ia saat mengetahui  Mei terlebih dahulu mengontaknya dengan mengirim sebuah chat bbm. Agus buru-buru melupakan ketidakmungkinan bodoh itu.

Senyuman terlukis di bibir Agus. Hidungnya kembang-kempis. Matanya berbinar-binar. Cukup lama Agus terdiam hening dengan menatap chat yang tertera di layar HP-nya. Seolah terhipnotis dengan chat barusan. Agus mulai menggerakkan jemarinya, menyusun kata-kata yang hendak ia layangkan kepada Mei sebagai chat balasan.

“Ya? What's up?”


Agus tau kalau Mei adalah penggila musik hip-hop. Ia berlagak seperti rapper dengan sok asyiknya, berharap Mei tertawa dan mengejeknya. Lalu, berharap kalau mereka bisa chatting tanpa ingat waktu.

“Cuma mau nanya, apa Januar sudah pulang kerja, Gus? Chat gue dari tadi sore belum di-read."



Bangkeh. 

Hal ini lebih mengejutkan dari seorang perempuan yang tidak gengsi mengontak duluan. Ya, mengontak hanya karena ada maunya.


Bagian Sepuluh



Share
Tweet
Pin
Share
46 comments


                                






Gue anak pecinta rumah. 
Bagi gue, rumah adalah segalanya. Tempat berkumpulnya keluarga, tempat dimana canda dan gelak tawa tertumpah di dalamnya, tempat melepas penat dengan saling bercerita di malam hari.

Sabtu kemarin, saat menunggu jarum jam beralih ke angka satu, waktunya pulang kerja, gue yang lagi duduk manis di depan komputer terlibat dalam percakapan dengan teman-teman kerja.
Fyi, gue satu-satunya karyawan perempuan di kantor ini. Ngerasa paling cakep banget kalo gabung bareng mereka. Padahal mah muka gue beda tipis sama kanebo kering. Kusut. Tegang. Dekil.
Selain ngerasa paling cakep saat gabung dengan mereka, gue juga ngerasa paling dimanja. Hohooo

Siang itu, salah seorang teman menganggu gue yang sedang khusyuk blogwalking.
  ‘’ Lan, ntar malam kemana? Malam minggu kan. ‘’
  ‘’ Nggak kemana-mana bang. Di rumah doang. ‘’
  ‘’ Siang pulang kerja ini kemana? ‘’
  ‘’ Ya sama, di rumah doang. Nggak kemana-mana. ‘’
  ‘’ Nonton Comic 8, yuk. ‘’
 
Gue memasang muka nyengir.
  ‘’ Rame-rame kok. Mereka juga ikut. ‘’ Temen gue menunjuk ke arah dua orang teman lainnya.
  ‘’ Nggak mau ah. Males. ‘’
  ‘’ Atau kita nonton kungfu panda. ‘’ Salah seorang temen gue yg lain angkat bicara.
  ‘’ Enggak deh. Mending tidur di rumah. ‘’


Meskipun gue seumur hidup nggak pernah nonton bioskop, gue sama sekali nggak mengiyakan ajakan mereka. Daripada nonton bioskop, mending makan nasi padang kuah rendang. Nonton bioskop mentok-mentok makan popcorn. Nggak kenyang. Kecuali kalo makan popcornnya pake nasi. Baru dah gue mau.

Gue kembali meneruskan kegiatan blogwalking gue di depan meja.
  ‘’ Nomor hp Ayah berapa, Lan? ‘’

Lah ini kenapa segala nanya nanya Ayah gue.
  ‘’ Buat apaan bang? ‘’ ujar gue bingung.
  ‘’ Buat minta izin bawa Wulan keluar. ‘’

Gue hanya menghela nafas kemudian kembali melanjutkan blogwalking.

  ‘’ Ayah sukanya buah apa, Lan? ‘’

Asli. Ini orang kepo parah. Segala nanya-nanya Ayah gue sukanya buah apa. Ya buah dada lah.

  ‘’ Hhehee enggak tau, Bang. ‘’ Gue menjawab dengan sekedarnya. 


**


Percakapan di hari Sabtu itu mengingatkan gue dengan sifat gue yang bisa dibilang cupu. Diumur yang sedang otewe ke duapuluh tahun, gue masih jarang untuk keluar dan ngumpul dengan teman-teman.
Ngumpul yang gue maksud di sini adalah ngumpul yang kerjaanya ‘haha hihi’ doang. Nggak guna menurut gue. Kalo mau ‘haha hihi’ doang ngapain harus keluar rumah. Nonton mister bin di laptop aja, gue udah ‘haha hihi’ nggak jelas di kamar.
Beda dengan ngumpul yang memang untuk mengerjakan sesuatu hal.
Contohnya, gue masih menerima ajakan teman untuk mengerjakan tugas kuliah, tugas sekolah, atau membahas suatu hal di luar.  Itu juga kadang gue masih memberi tawaran kepada mereka untuk mengerjakan dan ngumpulnya di rumah gue.

Gue secemen itu untuk keluar rumah.

Nggak jarang, setiap kali libur atau tanggal merah, gue selalu memanfaatkan moment itu untuk beristirahat, bantu-bantu Ibu di rumah dan nonton film di laptop.
Gue masih ingat dengan chat dari Darma ketika tanggal 9 Maret kemarin.
  ‘’ Lu hari libur gini, nggak jalan-jalan keluar? ‘’

Mungkin ada sebagian teman-teman gue yang menganggap kalau gue anaknya sombong. Padahal mah enggak. Gue memang nggak doyan aja ngerumpi di luar. Jalan sana-sini sama temen-temen. Sampai-sampai ada temen gue yang nekat datang ke rumah gue saat malam hari hanya untuk curhat ke gue, setelah beberapa kali gue menolak tawarannya untuk bertemu di luar rumah.


Sifat gue yang cupu ini selalu saja menjadi bahan pertanyaan yang selalu Ibu lontarkan ke gue. Ibu sering berkata, ‘’ Mbok ya sekali-sekali keluar rumah gitu, Lan. Main sama teman-temanmu. Ini enggak, mendekem terus di dalam kamar. ‘’


Sebegitu cintanya gue dengan kamar. Hhhh
Sama kamar aja aku cinta, apalagi sama kamu. Apalagi sama kamu di dalam kamar.



***


Beberapa Minggu yang lalu, di siang hari yang terik, gue memutuskan untuk membeli indomie ke warung belakang. Gue langsung saja mengambil payung dengan corak orange dan biru lalu dengan sigap mengembangkan payungnya.
Gue berjalan ke warung belakang rumah. Deket doang sih sebenernya. Gue gaya-gaya aja pake payung. Biar sok anti panas matahari. Eheh.
Dengan langkah yang pasti dan anggun, gue berjalan dengan payung yang memayungi badan gue.
Sesampainya di warung, gue dikejutkan dengan suara ibu ibu yang juga turut belanja yang tiba-tiba menepuk pundak gue.
  ‘’ Eh ini si Wulan ya? ‘’
  ‘’ Hehee iya, Bu. Ibu belanja? ‘’ tanya gue basa-basi.
  ‘’ Iya nih. Wulan udah besar aja ya sekarang. Dulu masih kecil, kurus. Sekarang udah sebesar ini. ‘’


INI APANYA YANG BESAR COBAA?!!?


Gue hanya cengengesan seraya berkata, ‘’ Hehee dari dulu gini-gini aja kok, Bu. ‘’

Di perjalanan pulang dari warung, gue nggak habis pikir. Ini gue yang jarang keluar rumah atau pertumbuhan gue yang cepet membesar atau si Ibunya yang selama ini nggak memerhatikan gue. Iya sih, nggak mungkin juga Ibu ibu itu merhatiin gue. Gue kan anaknya kurang perhatian. Kurang kasih sayang juga.
Sayangin aqu dongs qaqaaa~

Sambil membuat mie, gue masih saja heran. Masalahnya, itu rumah ibu ibu tadi deket banget dengan rumah gue. Yakali dia nggak ngeliat punya gue yang udah sebesar ini. Ahelah.
Maksudnya, badan punya gue yang udah sebesar ini.

Beberapa hari berikutnya, gue bertemu dengan seorang ibu tetangga di suatu toko buku. Gue yang hampir-setiap-minggu membeli pena untuk persiapan kuliah, dikejutkan dengan panggilan seorang ibu ibu.
Iya, gue setiap hari Sabtu pasti membeli pena. Soalnya selesai kuliah, pena gue selalu hilang entah kemana.

Dari kejauhan, gue mendengar suara panggilan ibu ibu itu. Memang ya, gue idola ibu ibu banget.
Sambil memanggil nama gue, ibu ibu yang mengenakan baju putih lengan pendek itu menghampiri gue. 
  ‘’ Eh Wulan. Sama siapa ke sini? ‘’

SKSD banget sih.
Sebagai anak perempuan yang cukup mengerti dengan tata krama, gue menatapnya dengan sinis sambil berkata, ‘’ Menurut lu aje? ‘’

Enggak deng.
Gue membalasnya dengan senyum sebelum akhirnya gue menjawab pertanyaanya.
  ‘’ Wulan kok jarang keliatan sih. Nggak pernah keliatan sama Ibu. ‘’

Gue hampir aja mau jawab, ‘’ Iya sama dengan jodoh saya, nggak keliatan. ‘’ Trus gue dan Ibunya berpelukan hangat. Menangis bersamaan. Soswit.

  ‘’ Wulan nggak kemana-mana kok, Bu. Di rumah aja. Memang jarang keluar. Hehee. ‘’

Jujur, siklus kegiatan gue dari hari ke hari sangat pasif. Itu itu mulu.
Bangun tidur-mandi-berangkat kerja-pulang kerja-mandi-tidur.
Gitu terus.

Rasanya gue udah cukup lelah di malam hari setelah seharian bekerja. Karena itu, gue jadi jarang untuk keluar rumah.
Selain itu, bagi gue, rumah adalah segalanya. Rumah dan keluarga adalah satu paket kebahagiaan yang tak dapat terpisahkan.
Gue selalu merindukan hangatnya suasana rumah, ramainya gelak tawa yang pecah hanya karena humor receh dari Ayah, ributnya suara sorak-sorakan kayak di pasar malam dari gue yang selalu membully kakak dan adik gue.


Sungguh, gue seorang saudara yang keji.


Sejauh manapun gue pergi,  seberapa lamapun gue jauh dari rumah, gue selalu merindukan rumah dan keluarga.


Bahkan, gue selalu suka keluar dan liburan bersama keluarga. Seperti jalan jalan sore dengan keluarga, makan sate, bakso dan lainnya bareng satu keluarga, foto-foto alay di taman bersama keluarga dan hal hal yang sepertinya nggak penting juga gue lakuin bersama keluarga.
Meskipun keluarga gue kalo keluar udah kayak rombongan jemaah haji yang mau berangkat umroh. Rame heheee. Tapi gue selalu bahagia dengan suasana yang tercipta di sana.

Mungkin karena hal itu, gue jadi kurang suka dengan kegiatan ngumpul bersama teman yang nggak penting karena cuma ketawa ketiwi ketika bertemu.

Sampai-sampai sewaktu SMK, gue pernah dikucilkan dari pergaulan anak hits yang doyan foto. Sudah bisa ditebak, alasannya karena gue selalu menolak ajakan mereka untuk berfoto foto ria dengan camera milik salah seorang teman gue.
Iya, gue bukan anak hits. Gue enggak kayak mereka yang foto pesbuknya sering diganti dengan foto baru yang keren. Foto duduk bersila di semak-semak belukar, trus difoto dari atas. Kalo dilihat sekilas kayak orang-orangan sawah yang kekenyangan habis nyemilin mecin.
Mereka juga sering mengupload foto terbaru mereka. Foto dengan pose duduk di tengah jalan sekaligus dengan rambut yang sengaja diacak-acak serta ekspresi yang galau, seakan foto tersebut menggambarkan orang yang tengah frustasi. Meskipun kalo dilihat, lebih mirip ke kuntilanak kena diare yang kelindes mobil di tengah jalan.
Serem.

Tapi foto-foto seperti itu cukup hits dan nge-trend di kalangan anak anak sekolah gue. Gue hanya bisa diam sambil pura pura main hp saat mereka dengan bangganya memamerkan hasil foto kemarin sore. Dan seperti itu disetiap harinya.
Mereka selalu keluar di saat sore dan malam hari hanya untuk mencari lokasi-lokasi foto yang menurut mereka bagus. Sedangkan gue, selalu menolak ajakan mereka.
Aku mah apa.

Mungkin gue sudah ditakdirkan untuk tidak menjadi salah seorang dari bagian komunitas anak hits di sekolahan. Gue anaknya pemalu sih kalo difoto. Apalagi fotonya berduaan sama kamu. Coba aja foto, pasti aku tutup-tutupin muka karena malu sambil nyender dibahu kamu.

EHEHEEE


**


Gue ngerasa, rumah adalah tempat paling nyaman bagi gue dalam kondisi apapun.
Lagi seneng dapat sms gebetan, gue langsung joget joget dangdut depan laptop di kamar. Trus direkam. Jadi aib pribadi. 
Lagi galau habis putus dari pacar, gue bisa nangis sesenggukan di kamar mandi sambil keramas. Disitu kadang gue ngerasa jadi agnes monica yang sedang syuting video klip.
Lagi kesel, nggak mood, gue bisa nangis keras sambil berusaha nutupin mulut dengan bantal.
Lagi sakit, gue bisa tiduran seharian di depan tv dengan indahnya. Nonton acara dari subuh waktu si ustadz Maulana ceramah sampai acara berita islami masa kini. Bayangin aja, pas sakit gue selalu nonton tayangan-tayangan dakwah tentang islam.
Ya meskipun pas siang harinya gue nonton tayangan kisah cinta-cintaan anak muda. Heheeew

Gue juga ngerasa bahagia saat di hari Minggu tiba. Dimana gue selalu bertugas sebagai penyedia teh anget untuk keluarga. Kata mereka, teh anget buatan gue enak. Ini karena jiwa keibuan gue atau jiwa pembokat gue yang keluar sehingga bisa bikin teh anget yang enak.
Selain bertugas sebagai penyedia teh anget di rumah, saat hari Minggu, gue juga ditugaskan sebagai operator musik. Iya, gue selalu disuruh untuk menyetel lagu. Meskipun terkadang terjadi perdebatan antara Ayah yang ingin lagu campursarinya diputer dengan Ibu yang ingin lagu Nika Ardillanya diputer. Tanpa menunggu perdebatan selesai, gue biasanya langsung mengambil jalan tengah. Yaitu dengan memutar lagu Ungu. YEAAAH!

Berikan akuuuu ciuman pertamamu..
Agar kuyakin, kau memanglah milikku….
Ooohh ooh… 


Gue selalu senang mendengar cerita-cerita Ibu dan Ayah. Tentang Ayah yang menjadi superhero terhebat di keluarga gue. Ayah yang memilih untuk memandikan anak-anaknya ketika bayi sampai tali pusernya lepas. Meskipun ada bantuan seorang perawat, Ayah memutuskan untuk melakukan itu sendiri. Memandikan bayi yang masih merah dengan kedua tangannya.
Mengurus Ibu setelah masa melahirkan dengan sendiri tanpa bantuan siapapun. Memasangkan pembalut, membuatkan jamu bersalin dan kebutuhan Ibu melahirkan lainnya.

Gue selalu ketawa geli dan salut dengan hubungan pacaran Ayah Ibu yang backstreet selama 5 tahun. Mereka saling percaya dan yakin untuk bisa bersama. Ya walaupun untuk bertemu, Ayah harus menunggu Ibu libur kuliah. Itu juga bertemunya sebentar dengan cara kucing-kucingan.
Sampai akhirnya mereka mendapat restu dan menikah.
Gue salut dengan mereka. Hebat.

Gais, walau bagaimanapun kondisi keluarga kita, mereka tetaplah orang terdekat di dalam hidup kita. Orang terdekat di hidup kita bukan teman, sahabat ataupun pacar. Tetapi keluarga.
Hanya keluarga yang paling mengerti kita, keluarga yang selalu ada untuk kita disaat kita senang maupun terpuruk sekalipun. Terlebih kedua orangtua, yang selalu setia merawat kita, si bayi kecilnya saat dulu.

Rumah dan keluarga.
Nggak ada yang mengalahkan kebahagiaan gue dengan satu paket itu.


Dengan rumah dan keluarga aja, aku bahagia. Apalagi serumah dan berkeluarga dengan kamu.





Share
Tweet
Pin
Share
53 comments


                                       
                               





Pernah nggak sih, kalian mikir di usia berapa kalian akan menikah?

Dari saat gue masih berstatus sebagai pelajar SMP, pernah terbesit di pikiran gue kalau gue bakal menikah di usia paling lambat 25 tahun. Gue bahkan pernah bertanya hal yang sedemikian rupa ke segerombolan teman gue saat SMP yang lagi ngesosip.

Dan respon yang gue terima, ‘’ Ih apaan sih lu, masih esempe juga, mikirnya udah nikah-nikah. Haid juga baru 3 kali. ‘’

Nggak ada yang nanggepin gue. Kusyedih~



Akhir-akhir ini gue selalu risih dengan omongan orang, baik itu tetangga, saudara, temen Ibu, temen Ayah, Ibunya temen kakak gue, siapapun itu yang selalu melontarkan kalimat,
 
‘’ Wah, kayaknya yang nikah duluan ntar Wulan nih. ‘’

Dan yang ngomong seperti itu terlihat bicara serius ke Ibu. Yang ngomong itu nggak cuma satu orang.


Gue nggak tau harus senang atau sedih.
Tapi, kenapa harus gue sih yang duluan nikah? Gue masih punya kakak kok. Apa karena gue keliatan punya sifat keibuan? Halah. Keibuan opo. Mau makan aja masih suka rebutan centong nasi sama adik.

Apa karena muka gue lemah tak bergairah kayak emak-emak yang habis bilas kain? Muka gue kayak ulekan cabe rawit? Muka gue kusut kayak kain keset kaki depan kamar mandi? Apa gimanaaa??


Di lain sisi gue senang. Karena gue menganggap itu sebagai doa.

Hmm mungkin mereka bisa bicara seperti itu, karena melihat perbedaan gue dengan kakak yang sangat mencolok.
Kakak gue anaknya terlalu serius, kutu buku dan fokus. Jarang mikirin cinta-cintaan.
Sementara gue, heboh nau’ujibilah, setiap kali punya pacar, gue selalu kenalin ke rumah, kasih tau ke ibu dan ayah-walaupun bulan depannya putus. Ehehee.
Gue ceria abis, tapi mereka nggak tau aja yang sebenarnya. Keliatannya doang sih gue ceria, tapi dalemnya mah kayak kerupuk kena kuah lontong. Lembek.
Jadi kamu, jangan sakitin aku ya. Plis.

Tapi perbedaan yang mencolok antara gue dan kakak itu bukan jaminan kalau gue bakal menikah duluan. Meskipun dari SMP, seperti yang gue bilang, gue suka nulis-nulis tentang planning gue jika kelak nanti berumahtangga.
Bahkan saat SMP, gue pernah bertanya ke kakak, ‘’ Golut, kalau koe nanti punya anak laki-laki, mau dikasih nama apa? ‘’

  ‘’ Hmm, apa ya? ‘’ Kakak gue mikir.

  ‘’ Trus kalo perempuan? ‘’ tanya gue lagi sambil menyembunyikan kertas yang berisi tulisan daftar nama-nama bagus untuk anak.

  ‘’ Ah gatau ah. ‘’ 



***



Pernah suatu hari, temen Ayah datang ke rumah. Gue yang lagi asyik menonton tv, hanya sesekali memberikan senyum kepadanya. Antara sadar dan enggak, temen Ayah memperhatikan gue yang lagi serius nonton tv.

  ‘’ Kayaknya yang bakalan nikah duluan, Wulan. Menurut perkiraan Om sih gitu. ‘’

Gue tersentak kaget. Nggak ada angin, nggak ada hujan, nggak ada pacar, eh tiba-tiba temen Ayah ngomong kayak gitu. Gue cuma ketawa kecil dan mengamininnya.

Di suatu malam, Ibu pernah berkata,
  ‘’ Kalo cari suami besok hati-hati. Jangan sembarangan supaya kehidupan kalian bisa lebih baik dari Ibu sekarang ini. Cari suami yang sabar, jangan yang kasar. Cari suami juga harus yang sayang dengan keluarga kita. Jangan cuma sayang ke pasangannya aja. Cara lihat laki-laki yang beneran serius, dia pasti mau berjuang mati-matian demi kita, pasti gigih. Dengar apa yang Ibu bilang, Lan? ‘’

Sontak gue bingung. ‘’ Kok ke Wulan aja sih, Bu? ‘’

  ‘’ Eh, iya maksud Ibu, dengar kan apa yang Ibu bilang, Lan? Mel ? ‘’ Ibu memperbaiki kalimatnya.

Gue cuma manggut-manggut memahaminya. Hhh~

Mendengar ucapan Ibu, tiba-tiba saja pikiran gue melayang pada 2 tahun ke belakang.
Di tahun 2014 lalu, gue sempat menjalin hubungan dengan karyawan yang kerja di perusahaan yang sama dengan gue. Usia gue dan dia terpaut 12 tahun. Waktu itu gue masih berusia 18 tahun dan dia berusia 30 tahun.
Gue mengenalkannya dengan Ayah dan Ibu. Beberapa kali ia sempat datang ke rumah. Sampai di suatu malam, ia berbicara serius dengan Ibu di depan gue. Yang intinya dia bakal ngelamar gue 2 tahun lagi.

Tahun 2016. Iya di tahun ini.

Gue nggak nyangka dia akan berkata seperti. Diluar dugaan, respon Ibu justru positif.

  ‘’ Nggak papa toh ngelangkahin kakak. Siapa yang dapat jodoh duluan, ya duluan aja. Nggak papa. ‘’

Ibu berkata ke gue keesokan harinya setelah kejadian malam itu. Dia juga sempat bicara mengenai plannya buat ke depan dengan gue.
Sampai akhirnya di awal Desember 2014. Dia menghilang.

Ciyeee yang kena pehape level tinggi ciyeee
Ciyeee yang pernah kena tipu ciyee



BANGKEEEH!



Gue cuma berdoa setiap malam, kalo memang gue dan dia jodoh, semoga disatukan kembali. Kalo dia memang buat gue, pasti ada jalan untuk kembali lagi.
Dan akhirnya Allah menjawab doa gue di bulan Januari, awal tahun 2015. Sudah sebulan kami lost contact dan nggak pernah ketemu. Terhitung sejak awal Desember sampai Januari 2015, baru lah dia kembali memperlihatkan dirinya ke gue.
Namun sayang, hati gue udah menolak. Udah terlanjur sakit.  #AkuKuwat   #WulanWanitaTegar2015  #CumaDikitAjasihNangis  #DikitKok


Duh maap, ini paragrafnya berantakan, nggak beraturan. Lompat sana-sini ceritanya. Wwkwk


Intinya nggak ada batasan atau patokan umur bagi seseorang untuk menikah. Tapi jangan usia 10 tahun juga. Muda banget. Dada masih rata juga. Gimana mau netekin anak.
Meskipun ada sebagian orang terdekat gue, yang sering berkata, ‘’ Gue mah nikah nunggu punya rumah, mobil, lulus S2 dulu. ‘’

Nggak salah sih, itu impian masing-masing. Tapi yang lebih utama sebenernya bukan itu. Melainkan persiapan mental, fisik dan material. Nggak perlu mewah, yang penting tercukupi. Nggak perlu tunggu punya apartemen dulu, ntar keburu lari pasangan lu. Dilamar orang lain. Ujung-ujungnya galau. Bunuh diri. Apartemen nggak ada yang ngurus. Jadi apartemen angker. Trus masuk tipi, masuk ke acara ‘jejak paranormal’.

Apartemennya masuk tipi, elunya kagak.

Satu lagi, nikah itu bukan cuma soal ‘enak-enak’ doang.

Duh kalo bahas tentang nikah rada berat nih.


Buat siapapun kamu calon imamku kelak, dari sekarang kita sama-sama mulai mempersiapkan ya.
Kamu mempersiapkan diri untuk bisa menafkahi keluarga dan aku akan mempersiapkan telapak tangan buat nerima uang bulanan.

Eeh nggak gitu, Jod.   (Jodoh ya, bukan Jodha Akbar)

Oke ralat.

Buat siapapun kamu calon imamku kelak, dari sekarang kita sama-sama mulai mempersiapkan ya.
Kamu mempersiapkan diri untuk bisa menafkahi keluarga dan aku akan mempersiapkan diri untuk mengemban semua tugas rumahtangga, mendidik anak-anak dan semua tugas seorang istri.
Jod, kamu sekarang lagi di hati siapa sih?
Kalo kamu udah baca tulisan ini, tolong ya putusin pacar kamu.

Ailofyu.








Jadi, kamu kapan lamar dia?

Share
Tweet
Pin
Share
104 comments
Selama satu setengah tahun gue memiliki blog, gue baru 2 kali ganti template, 1 kali ganti pacar. Trus putus, jomblo. Yaudah ya.

Yang pertama pada bulan Agustus. Gue lupa tanggal detailnya. Kalo nggak salah tanggal belasan. Darma menawarkan bantuannya untuk membantu gue mengganti template. Dengan senang hati gue menerima tawarannya. Darma mengirim beberapa contoh template yang akan gue pilih. Setelah menentukan template, pemasangan template pun dimulai dengan gue yang melakukannya dan Darma yang memberi perintah melalui chat line.
Setelah dipasang, Darma mengirim chat ke gue, ‘’ Nanti agak susah pas di HTML. Jangan pusing ya. ‘’


Darma nggak tau aja kalo gue cuma pusing pas tanggal tua. Akhir bulan. Nunggu gajian. Pusing parah sih itu.
Gue langsung membalas chatnya, ‘’ Oke. Kalo gue nggak bales chat lu, berarti gue udah pingsan ya. ‘’

Gue melakukan pengeditan sesuai perintah dari Darma. Untung gue anaknya nurut. Sampai akhirnya gue masuk ke edit HTML.  Darma orang yang pertama kali ngenalin gue dengan HTML. Dan gue baru tau kalo apa itu HTML.

Yawla itu angka dan huruf kayak sakit hati gue yang tersakiti oleh mantan. BANYAK BANGET!
Lagi-lagi, dengan arahan  dari Darma, pelan-pelan gue mencoba untuk mengeditnya. Untungnya lagi Darma sabar ngadepin otak gue yang lelet.
Hingga gue menerima chat yang isinya, ‘’ Bentar, bentar. Gue juga lupa nih. ‘’



Hah??
Gue hanya menelan ludah.
Lah ini gimana kalo Darma mendadak amnesia? Dia lupa segalanya. Dia lupa dengan HTML, kecuali ML. Kalo ML mah dia pasti inget banget.


Makan Lele maksudnya.


Akhirnya tak lama kemudian, Darma kembali lagi mengechat gue. Kemudian dia melanjutkan perintahnya untuk mengedit ke gue.
Dan hari itu, gue senang bukan main. Bahagia banget. Kayak diajak nikah sama Zayn Malik, trus bulan madu keliling dunia. Duuuuhh.



Tampilan blog lama.

Sejak hari itu, semangat gue untuk nulis semakin tinggi. Tengkiyu Darma Kusumah J




***


Dan di hari Minggu kemarin, gue juga kembali bahagia banget. Markas gue, markas baru. Semua bermula saat Pangeran a.k.a Heru Arya mengirim chat ke gue. Pangeran menawarkan dirinya untuk membantu gue mengganti template serta mengeditnya.
Awalnya gue ragu untuk mengganti template yang lama dengan yang baru sekarang ini. Sampai akhirnya gue iseng melihat-lihat berbagai macam template yang bagus-bagus. Gue tertarik.

Gue pun mengirim 4 jenis template yang nanti salah satunya bakal gue pasang dan diedit oleh Pangeran.
Dan template pilihan itu jatuh di nomer 3. Template yang sekarang ini.


Mungkin kalo kalian tanya ke Pangeran, ‘’ Pangeran, capek nggak ngedit template untuk blognya Wulan? ‘’

Gue yakin, jawaban Pangeran pasti, ‘’ ENGGAK CAPEK. LEBIH CAPEK NUNGGUIN DIA BALES CHAT. SAMPE UBANAN GUE. ‘’

Iya, seperti itu.


Gue akui, gue selalu telat membalas chat Pangeran. Kayak,
  ‘’ Lan, mau tulisan yang warna apa? ‘’ (ngirim foto)
*1 menit*
*10 menit*
*30 menit*
  ‘’ Yang putih aja, Pange. ‘’

  ‘’ Lan, hurufnya dibesarin lagi nggak? ‘’
* Satu jam kemudian*
  ‘’ Iya Pange. Besarin dikit ya. ‘’


  ‘’ Lan, coba buka blognya dulu. Bagian bawahnya udah pas? ‘’
  ‘’ Lan? ‘’
  ‘’ Ouyy.. ‘’
  ‘’ Ya Allah, Wulan kemanaaa?? ‘’ 
*Puluhan tahun kemudian*
 ‘’ Iya Pange, udah Wulan buka. Udah pas bagian bawahnya. ‘’



Gue bener-bener jahat ya. Hahaaa. Udah kayak harapan gebetan, yang suka hilang-timbul. Untung Pangeran sabar. Untung gue nggak sampai di delcont.
Dan hingga pada akhirnya, Pangeran bener-bener selesai mengedit template blog gue. Yang hasilnya bisa dilihat saat ini.

Tengkiyu Pangeran J



Gue bersyukur bisa kenal baik dengan mereka, orang-orang yang berbaik hati. Saking baiknya, kadang sering dapat ucapan. ‘’ Maaf ya, kita temenan aja. Kamu terlalu baik buat aku. ‘’

Duh. Gue dosa nggak sih buka aib mereka gini.

Tapi nggak papa, kalian memang baik buat gue. Kadang gue sampai mikir kenapa masih aja ada yang mau bantuin gue. Masih ada yang mengerti gue. Masih ada yang peduli dengan gue.
Terimakasih gaes.

Untuk markas baru hasil editan template oleh Pangeran, kalian bisa melihatnya sendiri saat ini. Kalo mau lihat berdua bareng pacar juga nggak papa. Tapi kalo nggak punya pacar, ya lihat sendiri aja. Terima kenyataan.

INI APA YA?


Betewe, gue jadi tau kenapa Darma dan Pangeran sampai sekarang masih jomblo. Soalnya mereka cuma ngerti kode-kode HTML, mereka cuma peka dengan kode di HTML.  Mereka nggak ngerti dan nggak peka dengan kode-kode yang diberikan gebetan mereka.
Buat kalian, kapan bisa ngertiin kode dari gebetan?

EHEHEEEE

Oke deh, sekian dulu tentang template.
Semoga betah yaa. Semoga nyaman. Tapi jangan terlalu nyaman, biasanya yang nyaman sering ditinggalin sih. Kalo nggak ditinggalin, biasanya cuma sekedar friendzone doang. Syedih.



Bye.








Share
Tweet
Pin
Share
58 comments

                                                  




Sebagai seorang karyawan yang bekerja pada bagian administrasi, hal ini cukup membuat gue setiap sore selalu sibuk ke bank. Alhamdulillah, gue dipercaya untuk memegang kas kantor yang setiap harinya akan diclaim dari pusat. 


Pekerjaan ini menuntut gue untuk lebih berhati-hati dan teliti. Terutama dalam memilih pasangan. Harus berhati-hati. Pastikan dulu dia berstatus lajang atau suami orang.

Gue yang anaknya memang nggak sabaran, ceroboh dan tergesa-gesa perlahan-lahan mulai menghilangkan sifat buruk itu. Gue selalu sabar dengan otak gue yang terlalu lambat menghitung angka di layar komputer. Gue mulai mencoba untuk teliti dalam membuat laporan, hitung-menghitung, termasuk menghitung hari menunggu kepastian darimu yang tak kunjung datang jua. Halah.

Nggak enaknya, ya kalo salah hitung, ujung-ujungnya gue juga yang nombok (ganti uang). Trus gue nggak bisa makan setahun.
Meninggal.
Masuk neraka.
Ketemu Farhat Abbas di pintu neraka.
Lagi gantian shift sama malaikat Malik.

Beberapa hari yang lalu, Yoga mengirimkan link tes uji otak dengan situs ini di grup WIDY.
Tak lama kemudian, Icha mengirim skrinsut hasil tesnya. Hasilnya, Icha lebih cenderung di otak kanan dalam hal musik. Pantesan Icha sering apdet banget tentang lagu-lagu kekinian, semua soundtrack, lirik lagu dan lainnya yang berhubungan dengan musik.

Sedangkan Yoga juga lebih cenderung di otak kanan, tetapi dalam hal imajinasi. Kalau ada hal tentang mantan, mungkin Yoga lebih cenderung di otak kanan dalam hal itu. Mengenang mantan. Uhuk.

Gue yang penasaran langsung meluncur ke sana. Dan hasilnya :

Gue lebih cenderung di otak kiri.
Ada 2 respon yang gue rasakan ketika itu:
1. Yeaaah akhirnya gue punya otak juga.
2. APA-APAAN INI. KENAPA LEBIH CENDERUNG DALAM HAL MATEMATIKA SIH. ELAH.

Gue kaget. Ini hasilnya yang salah apa gimana sih. Gue mencoba mengulang lagi. Jawab pertanyaan lagi dan hasilnya tetep sama.

Sore harinya, Darma juga ikutan tes di link yang Yoga berikan. Hasilnya, Darma lebih cenderung otak kiri dalam hal digital.
Mungkin itu typo, maksudnya digatal.
Soalnya Darma ya gitu. Hmm sudahlah nggak perlu gue lanjutin. Ntar nggak ada lagi yang mau dengerin cerita-cerita aneh gue setiap hari. Nggak ada lagi yang nelfonin gue. Nggak ada lagi yang nanya-nanya kapan gue haid di setiap hari. 


***


Jujur, seumur hidup gue paling benci dengan suatu hal yang berhubungan dengan angka, kecuali angka tanggal jadian dan tanggal gajian.
Dari SD sampai SMK, gue selalu mendapatkan nilai matematika yang rendah. Udah remedial, tetep aja rendah. Termasuk pelajaran fisika.  Pas-pas KKM aja gue udah seneng sujud syukur. Gue muak dengan angka. Seperti muaknya melihat engkau dan dia. Anjaaayy.

Sampai akhirnya, Yoga cerita kalau dia juga pernah ikut tes itu dan hasilnya rada seimbang karena waktu itu Yoga kerja di perpajakan. Pekerjaan yang berbau hitung-menghitung.



Wah sama nih, berarti karena kerjaan, gue juga dipaksa ngitung-ngitung.
Tapi nggak papa, ai lop mai kerjaan. Soalnya kalo ai lop yu, belum tentu yu lop mi. Yaa gitu.



INI APAAN?



Hmm. Oke. Abaikan saja.


Hampir setiap sore gue harus pergi ke ATM. Kadang juga ke bank, lumayan bisa cuci mata liat sekuriti muda sampai abang-abang staff yang tampan rupawan.

Ada beberapa kejadian yang gue alami saat gue berada di bank maupun di ATM. Kejadian memalukan.
Cerita pertama tentang :


-         - KEJEDOT
      Suatu sore, gue ke atm seperti biasanya. Ngambil uang dengan sok kuwl dan terburu-buru. Soalnya udah  jam pulang kerja, gue takut kehujanan di jalan. Selesai menarik kartu atm dan memasukkannya ke dalam  dompet, gue berbalik badan, melangkah dan DUK!.

       Jidat suci gue kejedot kaca atm. #nggakpapa #Wulananaqkuwat #enggaksakitkokhehee

      Sakitnya nggak seberapa, malu dan suara jedotannya yang bikin malu. Suara jedotannya kayak suara kelapa jatoh. Menarik setiap mata memandang. Alhasil gue malu. Gue keluar atm dengan muka cengengesan dan mengabaikan muka orang-orang yang prihatin. Prihatin ke kaca atm. Takut lecet dan berkuman.



-          - BINI KEDUA
      Kejadian ini kalo nggak salah terjadi pada pertengahan tahun kemarin, gue yang baru masuk ke atm terkejut melihat sebuah kartu yang masih tersangkut di mesinnya. Dengan layar mesin yang menunjukkan angka saldo yang sempat membuat gue berpikir, ‘’ mayan nih buat modal nikah. ‘’
      Tapi gue berpikir lagi, ‘’ BETEWE GUE MAU NIKAH SAMA SIAPA YAK. ‘’ Daripada kelamaan mikir mau nikah dengan siapa, akhirnya gue mencabut kartu atm itu dan langsung berlari menuju parkiran.
      Dalam hati, gue sempat mikir, seandainya aja yang punya kartu atm ini  seorang cowo ganteng. Trus pas gue ngasih atmnya yang ketinggalan, dia senyum sambil natap mata gue dengan tatapan dalam penuh cinta. Trus dia ngomong, ‘’ Kita nikah, yuk. ‘’
      Ah andai saja.

    Gue berlari ke parkiran dan menemukan seorang lelaki muda yang sedang mengenakan helmnya hendak duduk di atas motor. Istri dan anak balitanya juga turut duduk di belakangnya.
        ‘’ Bang, ‘’ panggil gue.
     Gue hampir aja mau gombal,  ‘’ Bapak kamu tukang sate, ya? ‘’
     Tapi nggak jadi.
       ‘’ Iya? ‘’
      ‘’ Ini, kartu atmnya ketinggalan. ‘’ Gue menyodorkan kartu atmnya.
      ‘’ Eh iya, makasih ya. ‘’
     ‘’ Iya bang. Sama-sama. ‘’ Gue membalikkan badan sambil ngomel dalem hati. Lah udah punya anak-bini  ternyata. Tapi kan nggak tertutup kemungkinan juga untuk gue jadi bini kedua.
     Mayan. Abangnya ganteng.
    Gue kembali melangkah masuk ke ruang atm lagi dengan rasa kesal. Tau gitu, tadi nggak gue kembaliin deh kartu atmnya. 
     Astagfirulloh. Dosa.



-          -CELANA
Ini kejadian waktu di akhir tahun 2014 lalu. Sebelum gue putus, galau diakhir tahun. Gue sempat memiliki pacar sesama karyawan di perusahaan yang sama, hanya saja beda kantor. Waktu itu, dia berkunjung ke kantor gue. Dan siang itu, gue harus segera mentransferkan uang ke bank. Kebetulan, waktu itu dia menawarkan diri untuk menemani gue ke bank.
 ‘’ Kamu tunggu di sini ya. ‘’
 ‘’ Iya, iya aku tunggu di sini. ‘’ Gue kemudian turun dari mobil dan masuk ke bank. Gue disambut senyuman hangat dari sekuriti bank yang bikin hati gue meleleh. Setelah mengisi form, gue berdiri berbaris di antrian yang cukup panjang. Tidak terjadi apa-apa sebelum akhirnya gue merasakan jeans hitam gue melonggar. Lama-kelamaan semakin longgar dan KREK.

Yak, nggak salah lagi. Resleting gue turun. Bukan hanya resletingnya, pengaitnya juga ikutan lepas.

Gue menoleh ke sekeliling, rame bener orang. Gue menoleh ke belakang, antrian di belakang gue juga udah panjang. Semakin gue bergerak, resleting gue semakin turun. Gue panik. Nggak mungkin gue menunduk-nunduk meraba  lalu mengaitkan celana untuk menaikkan resleting.
Mau keluar dari baris antrian, nanggung. Antriannya udah panjang. Lagian mau jalan juga udah susah.
Akhirnya dengan sisa keberanian yang ada, gue nekat membiarkan resleting gue begitu apa adanya. Gue juga berusaha menarik-narik baju gue agar bisa menutupi resleting yang terbuka. Walaupun panjang baju yang gue kenakan pas-pasan untuk menutupi resleting.
Selesai mentransfer uang, gue langsung buru-buru jalan menuju parkiran. Gue udah bodo amat dan nggak peduli dengan orang-orang yang melihat resleting dan pengait jeans gue yang terbuka penuh pesona.
Gue langsung naik ke dalam mobil dan panik.
   ‘’ Kamu lihat ke sana! Jangan lihat ke sini! ‘’
   ‘’ Kenapa? ‘’
  ‘’ JANGAN LIHAT KE SINI!! ‘’ Gue setengah berteriak. Si pacar menoleh ke arah lain dan akhirnya gue sukses memasangkan pengait jeans dan resleting seperti semula.



-          -SALAH NGOMONG
Ini kejadian yang baru gue alami kemarin sore. Sore itu, gue melihat ada beberapa karyawan bank beserta security sedang memasukkan uang ke mesin atm yang bernominal 50.000. Berhubung mesin atm di ruangan itu ada 3, gue langsung saja masuk dan menuju mesin atm paling ujung. Begitu gue masuk dan membuka pintu atm, spontan sebuah suara mengejutkan gue, ‘’ Assalamualaikum. ‘’
Gue sempat mikir, ini gue salah masuk ke rumah ibu-ibu pengajian bulanan apa gimana?

Gue menoleh ke sumber suara. Salah seorang pegawai bank tersenyum ke arah gue.
Ya Allah, inikah calon imamku kelak di masa depan?
Gue menjawab pelan, ‘’ Waalaikumsalam. ‘’
Dengan menggunakan nada yang lembut. Biasa, pencitraan gitu.
Hampir aja gue ingin melanjutkan membaca surah al baqarah sebelum pada akhirnya gue ingat, apa tujuan gue masuk ke ruang atm ini.
Selesai menarik uang, gue berbalik pelan-pelan. Takut kejedot lagi, malu. Sebelum gue membuka pintu atm, si abang karyawan bank membuka suara lagi.
  ‘’ Hati-hati ya. Assalamualaikum. ‘’
Gue tersenyum penuh pencitraan lagi sembari menjawab, ‘’ Waalaikumsalam, Bu. ‘’

Gue keluar dari ruang atm.
Sayup-sayup terdengar suara gelak tawa dari dalam ruang atm.
Lah iya. Gue baru sadar. 



GUE SALAH NGOMONG.







Entahlah, dimana gue harus naruh muka saat besok gue ke bank dan jumpa dengan beberapa karyawan itu lagi. Mengingat hampir setiap sore gue harus pergi ke ATM. Bolak-balik.

Mungkin masih ada kejadian-kejadian memalukan lainnya yang bakal gue alami di kemudian hari. #Wulantegar2016
Tapi gue bahagia. Seenggaknya karena gue kerja di bagian administrasi, kemampuan gue yang paling menonjol di otak kiri adalah dalam hal matematika.
Wah, anaknya jenius nih. Yoih.
Kedengerannya keren. Pinter matematika. 

Tapi paan. Rumus segitiga sama kaki aja gue enggak hafal. 


Trus apa hubungannya hasil tes otak kiri dengan kejadian di Bank?? Ya kayak kita.

Kok kayak kita? Iya, nggak ada hubungannya.


Duh, kebelet pipis. Udah ya. 





Note: Sering bingung kalo nulis penutup postingan. Hahaaa. Tapi lebih bingung menunggu kepastian dari kamu sih. 
Share
Tweet
Pin
Share
40 comments
Newer Posts
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates