Gue anak pecinta rumah.
Bagi gue, rumah adalah segalanya. Tempat berkumpulnya keluarga, tempat dimana
canda dan gelak tawa tertumpah di dalamnya, tempat melepas penat dengan saling
bercerita di malam hari.
Sabtu kemarin, saat menunggu jarum jam beralih ke angka satu, waktunya pulang kerja, gue yang lagi duduk manis di depan komputer terlibat dalam percakapan dengan teman-teman kerja.
Fyi, gue satu-satunya karyawan perempuan di kantor ini. Ngerasa paling cakep banget kalo gabung bareng mereka. Padahal mah muka gue beda tipis sama kanebo kering. Kusut. Tegang. Dekil.
Selain ngerasa paling cakep saat gabung dengan mereka, gue juga ngerasa paling dimanja. Hohooo
Siang itu, salah seorang teman menganggu gue yang sedang khusyuk blogwalking.
‘’ Lan, ntar malam kemana? Malam minggu kan. ‘’
‘’ Nggak kemana-mana bang. Di rumah doang. ‘’
‘’ Siang pulang kerja ini kemana? ‘’
‘’ Ya sama, di rumah doang. Nggak kemana-mana. ‘’
‘’ Nonton Comic 8, yuk. ‘’
Gue memasang muka nyengir.
‘’ Rame-rame kok. Mereka juga ikut. ‘’ Temen gue menunjuk ke arah dua orang teman lainnya.
‘’ Nggak mau ah. Males. ‘’
‘’ Atau kita nonton kungfu panda. ‘’ Salah seorang temen gue yg lain angkat bicara.
‘’ Enggak deh. Mending tidur di rumah. ‘’
Meskipun gue seumur hidup nggak pernah nonton bioskop, gue sama sekali nggak mengiyakan ajakan mereka. Daripada nonton bioskop, mending makan nasi padang kuah rendang. Nonton bioskop mentok-mentok makan popcorn. Nggak kenyang. Kecuali kalo makan popcornnya pake nasi. Baru dah gue mau.
Gue kembali meneruskan kegiatan blogwalking gue di depan meja.
‘’ Nomor hp Ayah berapa, Lan? ‘’
Lah ini kenapa segala nanya nanya Ayah gue.
‘’ Buat apaan bang? ‘’ ujar gue bingung.
‘’ Buat minta izin bawa Wulan keluar. ‘’
Gue hanya menghela nafas kemudian kembali melanjutkan blogwalking.
‘’ Ayah sukanya buah apa, Lan? ‘’
Asli. Ini orang kepo parah. Segala nanya-nanya Ayah gue sukanya buah apa. Ya buah dada lah.
‘’ Hhehee enggak tau, Bang. ‘’ Gue menjawab dengan sekedarnya.
Sabtu kemarin, saat menunggu jarum jam beralih ke angka satu, waktunya pulang kerja, gue yang lagi duduk manis di depan komputer terlibat dalam percakapan dengan teman-teman kerja.
Fyi, gue satu-satunya karyawan perempuan di kantor ini. Ngerasa paling cakep banget kalo gabung bareng mereka. Padahal mah muka gue beda tipis sama kanebo kering. Kusut. Tegang. Dekil.
Selain ngerasa paling cakep saat gabung dengan mereka, gue juga ngerasa paling dimanja. Hohooo
Siang itu, salah seorang teman menganggu gue yang sedang khusyuk blogwalking.
‘’ Lan, ntar malam kemana? Malam minggu kan. ‘’
‘’ Nggak kemana-mana bang. Di rumah doang. ‘’
‘’ Siang pulang kerja ini kemana? ‘’
‘’ Ya sama, di rumah doang. Nggak kemana-mana. ‘’
‘’ Nonton Comic 8, yuk. ‘’
Gue memasang muka nyengir.
‘’ Rame-rame kok. Mereka juga ikut. ‘’ Temen gue menunjuk ke arah dua orang teman lainnya.
‘’ Nggak mau ah. Males. ‘’
‘’ Atau kita nonton kungfu panda. ‘’ Salah seorang temen gue yg lain angkat bicara.
‘’ Enggak deh. Mending tidur di rumah. ‘’
Meskipun gue seumur hidup nggak pernah nonton bioskop, gue sama sekali nggak mengiyakan ajakan mereka. Daripada nonton bioskop, mending makan nasi padang kuah rendang. Nonton bioskop mentok-mentok makan popcorn. Nggak kenyang. Kecuali kalo makan popcornnya pake nasi. Baru dah gue mau.
Gue kembali meneruskan kegiatan blogwalking gue di depan meja.
‘’ Nomor hp Ayah berapa, Lan? ‘’
Lah ini kenapa segala nanya nanya Ayah gue.
‘’ Buat apaan bang? ‘’ ujar gue bingung.
‘’ Buat minta izin bawa Wulan keluar. ‘’
Gue hanya menghela nafas kemudian kembali melanjutkan blogwalking.
‘’ Ayah sukanya buah apa, Lan? ‘’
Asli. Ini orang kepo parah. Segala nanya-nanya Ayah gue sukanya buah apa. Ya buah dada lah.
‘’ Hhehee enggak tau, Bang. ‘’ Gue menjawab dengan sekedarnya.
**
Percakapan di hari Sabtu itu mengingatkan gue dengan sifat
gue yang bisa dibilang cupu. Diumur yang sedang otewe ke duapuluh tahun, gue
masih jarang untuk keluar dan ngumpul dengan teman-teman.
Ngumpul yang gue maksud di sini adalah ngumpul yang kerjaanya ‘haha hihi’ doang. Nggak guna menurut gue. Kalo mau ‘haha hihi’ doang ngapain harus keluar rumah. Nonton mister bin di laptop aja, gue udah ‘haha hihi’ nggak jelas di kamar.
Ngumpul yang gue maksud di sini adalah ngumpul yang kerjaanya ‘haha hihi’ doang. Nggak guna menurut gue. Kalo mau ‘haha hihi’ doang ngapain harus keluar rumah. Nonton mister bin di laptop aja, gue udah ‘haha hihi’ nggak jelas di kamar.
Beda dengan ngumpul yang memang untuk mengerjakan sesuatu
hal.
Contohnya, gue masih menerima ajakan teman untuk mengerjakan tugas kuliah, tugas sekolah, atau membahas suatu hal di luar. Itu juga kadang gue masih memberi tawaran kepada mereka untuk mengerjakan dan ngumpulnya di rumah gue.
Gue secemen itu untuk keluar rumah.
Nggak jarang, setiap kali libur atau tanggal merah, gue selalu memanfaatkan moment itu untuk beristirahat, bantu-bantu Ibu di rumah dan nonton film di laptop.
Gue masih ingat dengan chat dari Darma ketika tanggal 9 Maret kemarin.
‘’ Lu hari libur gini, nggak jalan-jalan keluar? ‘’
Mungkin ada sebagian teman-teman gue yang menganggap kalau gue anaknya sombong. Padahal mah enggak. Gue memang nggak doyan aja ngerumpi di luar. Jalan sana-sini sama temen-temen. Sampai-sampai ada temen gue yang nekat datang ke rumah gue saat malam hari hanya untuk curhat ke gue, setelah beberapa kali gue menolak tawarannya untuk bertemu di luar rumah.
Sifat gue yang cupu ini selalu saja menjadi bahan pertanyaan yang selalu Ibu lontarkan ke gue. Ibu sering berkata, ‘’ Mbok ya sekali-sekali keluar rumah gitu, Lan. Main sama teman-temanmu. Ini enggak, mendekem terus di dalam kamar. ‘’
Sebegitu cintanya gue dengan kamar. Hhhh
Sama kamar aja aku cinta, apalagi sama kamu. Apalagi sama kamu di dalam kamar.
Contohnya, gue masih menerima ajakan teman untuk mengerjakan tugas kuliah, tugas sekolah, atau membahas suatu hal di luar. Itu juga kadang gue masih memberi tawaran kepada mereka untuk mengerjakan dan ngumpulnya di rumah gue.
Gue secemen itu untuk keluar rumah.
Nggak jarang, setiap kali libur atau tanggal merah, gue selalu memanfaatkan moment itu untuk beristirahat, bantu-bantu Ibu di rumah dan nonton film di laptop.
Gue masih ingat dengan chat dari Darma ketika tanggal 9 Maret kemarin.
‘’ Lu hari libur gini, nggak jalan-jalan keluar? ‘’
Mungkin ada sebagian teman-teman gue yang menganggap kalau gue anaknya sombong. Padahal mah enggak. Gue memang nggak doyan aja ngerumpi di luar. Jalan sana-sini sama temen-temen. Sampai-sampai ada temen gue yang nekat datang ke rumah gue saat malam hari hanya untuk curhat ke gue, setelah beberapa kali gue menolak tawarannya untuk bertemu di luar rumah.
Sifat gue yang cupu ini selalu saja menjadi bahan pertanyaan yang selalu Ibu lontarkan ke gue. Ibu sering berkata, ‘’ Mbok ya sekali-sekali keluar rumah gitu, Lan. Main sama teman-temanmu. Ini enggak, mendekem terus di dalam kamar. ‘’
Sebegitu cintanya gue dengan kamar. Hhhh
Sama kamar aja aku cinta, apalagi sama kamu. Apalagi sama kamu di dalam kamar.
***
Beberapa Minggu yang lalu, di siang hari yang terik, gue
memutuskan untuk membeli indomie ke warung belakang. Gue langsung saja
mengambil payung dengan corak orange dan biru lalu dengan sigap mengembangkan
payungnya.
Gue berjalan ke warung belakang rumah. Deket doang sih sebenernya. Gue gaya-gaya aja pake payung. Biar sok anti panas matahari. Eheh.
Gue berjalan ke warung belakang rumah. Deket doang sih sebenernya. Gue gaya-gaya aja pake payung. Biar sok anti panas matahari. Eheh.
Dengan langkah yang pasti
dan anggun, gue berjalan dengan payung yang memayungi badan gue.
Sesampainya di warung, gue dikejutkan dengan suara ibu ibu yang juga turut belanja yang tiba-tiba menepuk pundak gue.
‘’ Eh ini si Wulan ya? ‘’
‘’ Hehee iya, Bu. Ibu belanja? ‘’ tanya gue basa-basi.
‘’ Iya nih. Wulan udah besar aja ya sekarang. Dulu masih kecil, kurus. Sekarang udah sebesar ini. ‘’
Sesampainya di warung, gue dikejutkan dengan suara ibu ibu yang juga turut belanja yang tiba-tiba menepuk pundak gue.
‘’ Eh ini si Wulan ya? ‘’
‘’ Hehee iya, Bu. Ibu belanja? ‘’ tanya gue basa-basi.
‘’ Iya nih. Wulan udah besar aja ya sekarang. Dulu masih kecil, kurus. Sekarang udah sebesar ini. ‘’
INI APANYA YANG BESAR COBAA?!!?
Gue hanya cengengesan seraya berkata, ‘’ Hehee dari dulu
gini-gini aja kok, Bu. ‘’
Di perjalanan pulang dari warung, gue nggak habis pikir. Ini gue yang jarang keluar rumah atau pertumbuhan gue yang cepet membesar atau si Ibunya yang selama ini nggak memerhatikan gue. Iya sih, nggak mungkin juga Ibu ibu itu merhatiin gue. Gue kan anaknya kurang perhatian. Kurang kasih sayang juga.
Sayangin aqu dongs qaqaaa~
Di perjalanan pulang dari warung, gue nggak habis pikir. Ini gue yang jarang keluar rumah atau pertumbuhan gue yang cepet membesar atau si Ibunya yang selama ini nggak memerhatikan gue. Iya sih, nggak mungkin juga Ibu ibu itu merhatiin gue. Gue kan anaknya kurang perhatian. Kurang kasih sayang juga.
Sayangin aqu dongs qaqaaa~
Sambil membuat mie, gue masih saja heran. Masalahnya, itu rumah ibu ibu tadi deket banget dengan rumah gue. Yakali dia nggak ngeliat punya gue yang udah sebesar ini. Ahelah.
Maksudnya, badan punya gue yang udah sebesar ini.
Beberapa hari berikutnya, gue bertemu dengan seorang ibu
tetangga di suatu toko buku. Gue yang hampir-setiap-minggu membeli pena untuk
persiapan kuliah, dikejutkan dengan panggilan seorang ibu ibu.
Iya, gue setiap hari Sabtu pasti membeli pena. Soalnya selesai kuliah, pena gue selalu hilang entah kemana.
Dari kejauhan, gue mendengar suara panggilan ibu ibu itu. Memang ya, gue idola ibu ibu banget.
Sambil memanggil nama gue, ibu ibu yang mengenakan baju putih lengan pendek itu menghampiri gue.
‘’ Eh Wulan. Sama siapa ke sini? ‘’
Iya, gue setiap hari Sabtu pasti membeli pena. Soalnya selesai kuliah, pena gue selalu hilang entah kemana.
Dari kejauhan, gue mendengar suara panggilan ibu ibu itu. Memang ya, gue idola ibu ibu banget.
Sambil memanggil nama gue, ibu ibu yang mengenakan baju putih lengan pendek itu menghampiri gue.
‘’ Eh Wulan. Sama siapa ke sini? ‘’
SKSD banget sih.
Sebagai anak perempuan yang cukup mengerti dengan tata krama, gue menatapnya dengan sinis sambil berkata, ‘’ Menurut lu aje? ‘’
Enggak deng.
Gue membalasnya dengan senyum sebelum akhirnya gue menjawab
pertanyaanya.
‘’ Wulan kok jarang keliatan sih. Nggak pernah keliatan sama Ibu. ‘’
Gue hampir aja mau jawab, ‘’ Iya sama dengan jodoh saya, nggak keliatan. ‘’ Trus gue dan Ibunya berpelukan hangat. Menangis bersamaan. Soswit.
‘’ Wulan kok jarang keliatan sih. Nggak pernah keliatan sama Ibu. ‘’
Gue hampir aja mau jawab, ‘’ Iya sama dengan jodoh saya, nggak keliatan. ‘’ Trus gue dan Ibunya berpelukan hangat. Menangis bersamaan. Soswit.
‘’ Wulan nggak
kemana-mana kok, Bu. Di rumah aja. Memang jarang keluar. Hehee. ‘’
Jujur, siklus kegiatan gue dari hari ke hari sangat pasif.
Itu itu mulu.
Bangun tidur-mandi-berangkat kerja-pulang kerja-mandi-tidur.
Bangun tidur-mandi-berangkat kerja-pulang kerja-mandi-tidur.
Gitu terus.
Rasanya gue udah cukup lelah di malam hari setelah seharian bekerja. Karena itu, gue jadi jarang untuk keluar rumah.
Selain itu, bagi gue, rumah adalah segalanya. Rumah dan keluarga adalah satu paket kebahagiaan yang tak dapat terpisahkan.
Gue selalu merindukan hangatnya suasana rumah, ramainya gelak tawa yang pecah hanya karena humor receh dari Ayah, ributnya suara sorak-sorakan kayak di pasar malam dari gue yang selalu membully kakak dan adik gue.
Rasanya gue udah cukup lelah di malam hari setelah seharian bekerja. Karena itu, gue jadi jarang untuk keluar rumah.
Selain itu, bagi gue, rumah adalah segalanya. Rumah dan keluarga adalah satu paket kebahagiaan yang tak dapat terpisahkan.
Gue selalu merindukan hangatnya suasana rumah, ramainya gelak tawa yang pecah hanya karena humor receh dari Ayah, ributnya suara sorak-sorakan kayak di pasar malam dari gue yang selalu membully kakak dan adik gue.
Sungguh, gue seorang saudara yang keji.
Sejauh manapun gue pergi,
seberapa lamapun gue jauh dari rumah, gue selalu merindukan rumah dan
keluarga.
Bahkan, gue selalu suka keluar dan liburan bersama keluarga. Seperti jalan jalan sore dengan keluarga, makan sate, bakso dan lainnya bareng satu keluarga, foto-foto alay di taman bersama keluarga dan hal hal yang sepertinya nggak penting juga gue lakuin bersama keluarga.
Meskipun keluarga gue kalo keluar udah kayak rombongan jemaah haji yang mau berangkat umroh. Rame heheee. Tapi gue selalu bahagia dengan suasana yang tercipta di sana.
Bahkan, gue selalu suka keluar dan liburan bersama keluarga. Seperti jalan jalan sore dengan keluarga, makan sate, bakso dan lainnya bareng satu keluarga, foto-foto alay di taman bersama keluarga dan hal hal yang sepertinya nggak penting juga gue lakuin bersama keluarga.
Meskipun keluarga gue kalo keluar udah kayak rombongan jemaah haji yang mau berangkat umroh. Rame heheee. Tapi gue selalu bahagia dengan suasana yang tercipta di sana.
Mungkin karena hal itu, gue jadi kurang suka dengan kegiatan
ngumpul bersama teman yang nggak penting karena cuma ketawa ketiwi ketika
bertemu.
Sampai-sampai sewaktu SMK, gue pernah dikucilkan dari
pergaulan anak hits yang doyan foto. Sudah bisa ditebak, alasannya karena gue
selalu menolak ajakan mereka untuk berfoto foto ria dengan camera milik salah
seorang teman gue.
Iya, gue bukan anak hits. Gue enggak kayak mereka yang foto pesbuknya sering diganti dengan foto baru yang keren. Foto duduk bersila di semak-semak belukar, trus difoto dari atas. Kalo dilihat sekilas kayak orang-orangan sawah yang kekenyangan habis nyemilin mecin.
Mereka juga sering mengupload foto terbaru mereka. Foto dengan pose duduk di tengah jalan sekaligus dengan rambut yang sengaja diacak-acak serta ekspresi yang galau, seakan foto tersebut menggambarkan orang yang tengah frustasi. Meskipun kalo dilihat, lebih mirip ke kuntilanak kena diare yang kelindes mobil di tengah jalan.
Serem.
Tapi foto-foto seperti itu cukup hits dan nge-trend di kalangan anak anak sekolah gue. Gue hanya bisa diam sambil pura pura main hp saat mereka dengan bangganya memamerkan hasil foto kemarin sore. Dan seperti itu disetiap harinya.
Mereka selalu keluar di saat sore dan malam hari hanya untuk mencari lokasi-lokasi foto yang menurut mereka bagus. Sedangkan gue, selalu menolak ajakan mereka.
Aku mah apa.
Iya, gue bukan anak hits. Gue enggak kayak mereka yang foto pesbuknya sering diganti dengan foto baru yang keren. Foto duduk bersila di semak-semak belukar, trus difoto dari atas. Kalo dilihat sekilas kayak orang-orangan sawah yang kekenyangan habis nyemilin mecin.
Mereka juga sering mengupload foto terbaru mereka. Foto dengan pose duduk di tengah jalan sekaligus dengan rambut yang sengaja diacak-acak serta ekspresi yang galau, seakan foto tersebut menggambarkan orang yang tengah frustasi. Meskipun kalo dilihat, lebih mirip ke kuntilanak kena diare yang kelindes mobil di tengah jalan.
Serem.
Tapi foto-foto seperti itu cukup hits dan nge-trend di kalangan anak anak sekolah gue. Gue hanya bisa diam sambil pura pura main hp saat mereka dengan bangganya memamerkan hasil foto kemarin sore. Dan seperti itu disetiap harinya.
Mereka selalu keluar di saat sore dan malam hari hanya untuk mencari lokasi-lokasi foto yang menurut mereka bagus. Sedangkan gue, selalu menolak ajakan mereka.
Aku mah apa.
Mungkin gue sudah ditakdirkan untuk tidak menjadi salah
seorang dari bagian komunitas anak hits di sekolahan. Gue anaknya pemalu sih
kalo difoto. Apalagi fotonya berduaan sama kamu. Coba aja foto, pasti aku
tutup-tutupin muka karena malu sambil nyender dibahu kamu.
EHEHEEE
**
Gue ngerasa, rumah adalah tempat paling nyaman bagi gue
dalam kondisi apapun.
Lagi seneng dapat sms gebetan, gue langsung joget joget dangdut depan laptop di kamar. Trus direkam. Jadi aib pribadi.
Lagi seneng dapat sms gebetan, gue langsung joget joget dangdut depan laptop di kamar. Trus direkam. Jadi aib pribadi.
Lagi galau habis putus dari pacar, gue bisa nangis sesenggukan di kamar mandi
sambil keramas. Disitu kadang gue ngerasa jadi agnes monica yang sedang syuting
video klip.
Lagi kesel, nggak mood, gue bisa nangis keras sambil berusaha nutupin mulut dengan bantal.
Lagi sakit, gue bisa tiduran seharian di depan tv dengan indahnya. Nonton acara dari subuh waktu si ustadz Maulana ceramah sampai acara berita islami masa kini. Bayangin aja, pas sakit gue selalu nonton tayangan-tayangan dakwah tentang islam.
Ya meskipun pas siang harinya gue nonton tayangan kisah cinta-cintaan anak muda. Heheeew
Lagi kesel, nggak mood, gue bisa nangis keras sambil berusaha nutupin mulut dengan bantal.
Lagi sakit, gue bisa tiduran seharian di depan tv dengan indahnya. Nonton acara dari subuh waktu si ustadz Maulana ceramah sampai acara berita islami masa kini. Bayangin aja, pas sakit gue selalu nonton tayangan-tayangan dakwah tentang islam.
Ya meskipun pas siang harinya gue nonton tayangan kisah cinta-cintaan anak muda. Heheeew
Gue juga ngerasa bahagia saat di hari Minggu tiba. Dimana
gue selalu bertugas sebagai penyedia teh anget untuk keluarga. Kata mereka, teh
anget buatan gue enak. Ini karena jiwa keibuan gue atau jiwa pembokat gue yang
keluar sehingga bisa bikin teh anget yang enak.
Selain bertugas sebagai penyedia teh anget di rumah, saat hari Minggu, gue juga ditugaskan sebagai operator musik. Iya, gue selalu disuruh untuk menyetel lagu. Meskipun terkadang terjadi perdebatan antara Ayah yang ingin lagu campursarinya diputer dengan Ibu yang ingin lagu Nika Ardillanya diputer. Tanpa menunggu perdebatan selesai, gue biasanya langsung mengambil jalan tengah. Yaitu dengan memutar lagu Ungu. YEAAAH!
Selain bertugas sebagai penyedia teh anget di rumah, saat hari Minggu, gue juga ditugaskan sebagai operator musik. Iya, gue selalu disuruh untuk menyetel lagu. Meskipun terkadang terjadi perdebatan antara Ayah yang ingin lagu campursarinya diputer dengan Ibu yang ingin lagu Nika Ardillanya diputer. Tanpa menunggu perdebatan selesai, gue biasanya langsung mengambil jalan tengah. Yaitu dengan memutar lagu Ungu. YEAAAH!
Berikan akuuuu ciuman pertamamu..
Agar kuyakin, kau memanglah milikku….
Ooohh ooh…
Agar kuyakin, kau memanglah milikku….
Ooohh ooh…
Gue selalu senang mendengar cerita-cerita Ibu dan Ayah.
Tentang Ayah yang menjadi superhero terhebat di keluarga gue. Ayah yang memilih
untuk memandikan anak-anaknya ketika bayi sampai tali pusernya lepas. Meskipun
ada bantuan seorang perawat, Ayah memutuskan untuk melakukan itu sendiri.
Memandikan bayi yang masih merah dengan kedua tangannya.
Mengurus Ibu setelah masa melahirkan dengan sendiri tanpa bantuan siapapun. Memasangkan pembalut, membuatkan jamu bersalin dan kebutuhan Ibu melahirkan lainnya.
Mengurus Ibu setelah masa melahirkan dengan sendiri tanpa bantuan siapapun. Memasangkan pembalut, membuatkan jamu bersalin dan kebutuhan Ibu melahirkan lainnya.
Gue selalu ketawa geli dan salut dengan hubungan pacaran
Ayah Ibu yang backstreet selama 5 tahun. Mereka saling percaya dan yakin untuk
bisa bersama. Ya walaupun untuk bertemu, Ayah harus menunggu Ibu libur kuliah. Itu
juga bertemunya sebentar dengan cara kucing-kucingan.
Sampai akhirnya mereka mendapat restu dan menikah.
Gue salut dengan mereka. Hebat.
Sampai akhirnya mereka mendapat restu dan menikah.
Gue salut dengan mereka. Hebat.
Gais, walau bagaimanapun kondisi keluarga kita, mereka
tetaplah orang terdekat di dalam hidup kita. Orang terdekat di hidup kita bukan
teman, sahabat ataupun pacar. Tetapi keluarga.
Hanya keluarga yang paling mengerti kita, keluarga yang selalu ada untuk kita disaat kita senang maupun terpuruk sekalipun. Terlebih kedua orangtua, yang selalu setia merawat kita, si bayi kecilnya saat dulu.
Hanya keluarga yang paling mengerti kita, keluarga yang selalu ada untuk kita disaat kita senang maupun terpuruk sekalipun. Terlebih kedua orangtua, yang selalu setia merawat kita, si bayi kecilnya saat dulu.
Rumah dan keluarga.
Nggak ada yang mengalahkan kebahagiaan gue dengan satu paket itu.
Nggak ada yang mengalahkan kebahagiaan gue dengan satu paket itu.