• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan






Aku tidak akan beranjak pergi bila bukan kamu yang memintanya. Aku ingin selalu berada di sini. Dengan sekelumit kisah berwarna yang membuat garis lengkungku mengembang luas.
Hampir setiap malam aku tak henti melayangkan sebait doa dengan namamu yang juga turut melengkapinya.

Kamu tahu, namamu mendapati posisi baru. Iya, dalam setiap doa baik dan di setiap shalatku.

Akan ada saat di mana kaki kita melangkah bersama menuju satu arah. Melewati berbagai persimpangan yang ada.
Karena aku ingin, posisimu tak hanya di sisi kanan atau di sisi kiriku, melainkan satu shaf di depanku.

Namamu adalah rumah. Tempat aku berpulang dan tempat mengadukan cerita lelahku.

Aku hanya ingin menjadi salah satu alasan atas senyummu.

Kamu, jawaban atas seribu pertanyaan yang selama ini berputar dibenakku.






BAPER. ELAH




Share
Tweet
Pin
Share
58 comments
Akhir-akhir ini berita tentang polisi yang nggak bisa bedain mana parkir dan mana berhenti sedang menjadi trending topic. Meme-meme polisi tersebut juga udah banyak beredar.
Gue kalo liat meme polisi itu, antara mau ketawa dan ngata-ngatain sekaligus pengen menyalurkan hasrat noyor kepalanya.
 Lah iya, masak nggak bisa bedain yang mana parkir dan yang mana berhenti.

Itu tuh ibaratnya gini ya.
Kayak gebetan. Gebetan lu udah deket banget sama lu, rajin chat, telfonan, eh taunya tiba-tiba doi ngilang dan nggak ada kabar. Pergi gitu aja. Nah itu namanya gebetan lu cuma numpang parkir. Singgah doang. Nggak menetap.

Beda dengan berhenti. Kalo berhenti itu ibaratnya doi udah memantapkan hatinya buat lu, udah mentok dan memilih berhenti untuk suatu tujuan. Gitu.


INI APAAN YA?

Oke, lanjut.


Beberapa waktu yang lalu, gue tiba-tiba mikir tentang bagaimana kepribadian gue sendiri. Dengan ditemani alunan lagu Refrain, perlahan gue memejamkan mata. Mengingat kembali apa saja hal-hal baik dan buruk yang pernah gue lakukan di dalam hidup. Ini tuh kayak perhitungan amal baik dan buruk. Kayak besok pagi gue meninggal. Gitu. Padahal amal baiknya juga kagak ada. 
Gue menghirup nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Pikiran gue mulai berjalan mundur mencoba mengingat seperti apa gambaran pada kepribadian gue.



Iyak. Bener.




Enggak ada yang bisa gue banggakan dalam diri gue. Hahahaa


***

Pernah suatu pagi di hari Minggu, gue keluar membeli sarapan nasi uduk. Suasana jalan masih sepi banget. Setelah memesan nasi uduk untuk dibungkus, gue mengambil risol yang ada di atas meja warung sarapan. Sementara ibu penjual nasi uduk sibuk mencari uang kembalian.
Lagi asik-asiknya mengunyah risol sambil menonton acara musdalifah yang rumahnya gede minta ampun, tiba-tiba

BROK.


Di depan warung sarapan, ada bapak-bapak yang entah faedahnya apa memutuskan untuk jatuh dari motor. Padahal jalanan kosong. Sepi. Kayak hati.
INI TUH KENAPA GITU KAN SERBUK JASJUS. 

Jatuh sendiri di motor. Dan itu kejadiannya tepat di depan mata gue.
Gue sebagai anak sekolah yang masih duduk di kelas 3 SMK yang memiliki pendidikan dan kepedulian yang tinggi, langsung meneruskan mengunyah risol sampai habis.
Nggak gue tolongin. Trus salah satu pelanggan di warung sarapan lari-lari ke jalan depan untuk nolongin bapak itu.
Bapaknya dibantuin.
Gue makan risol.
Oke.

***

Gue paling nggak suka dibanding-bandingin dengan orang lain. Dengan mantan misalnya. Hmm.
Gue secara keseluruhan berbanding terbalik dengan kakak gue. Dari fisik sih udah keliatan. Dia gede, tinggi, minumnya waktu masih kecil susu dancow rasa vanilla. Beda sama gue, kecil, kurus, dekil, minumnya waktu kecil es kosong doang. Itu juga kalo airnya udah habis, esnya gue jilat-jilat sampe mencair.

Dari SD sampai SMP, gue paling kesel dengan guru yang kalo ngabsen dan menyebutkan nama gue, kemudian diikuti dengan pertanyaan, '' Kamu adiknya si Melati ya? ''
Gue mau geleng, nanti dikira anak pungut. Nggak ngakuin kakaknya.
Mau ngangguk, takut gurunya nggak percaya.
Akhirnya gue cuma menjawab, '' Iya bu, heheheee ''
Cengengesan. Dan udah gue duga, perkataan yang keluar dari guru setelah itu adalah, '' Kok nggak mirip ya? Kakak kamu tuh pinter, aktif, serius dalam belajar. ''

Dan sudah tigajutaempatratuslimapuluhdua kali gue mendapat pertanyaan dan kalimat yang seperti ini dari guru sejak gue duduk di bangku SD sampai SMP. 

Gimana enggak, kakak gue waktu di SMP berprestasi banget. Dikenal guru-guru.
Gue kagak. Jangankan dikenal guru-guru, diakuin sebagai muridnya aja gue udah sujud syukur.

Kakak gue kalo ke sekolah niatnya bener-bener belajar. Itu tas ranselnya penuh kayak mau mendaki gunung dua hari dua malem. Belum lagi kamus bahasa inggris dan bahasa indonesia yang dipegangnya. 

Beda sama gue. Semenjak SMP, laci sekolah udah gue nobatkan sebagai rak buku. Semua buku mata pelajaran dan buku tulis tersusun rapi didalam laci meja gue.  Jadi gue berangkat dari rumah cuma modal pena dan buku sebiji doang. Berat-beratin tas biar isinya nggak cuma angin dan deretan nomor telfon kakak kelas ganteng di sekolah doang.

Saat di SMK, gue nggak lagi mendapat pertanyaan terkutuk seperti itu. Yang ada malah gue-dikira-kayak-kakak.
Guru-guru di SMK mengira gue seperti kakak. Punya otak cerdas, berwawasan luas. Wawasan luas opo, nama bupati di tempat tinggal sendiri aja gue kadang rada lupa namanya siapa.


***

Ada kejadian yang paling gue sesalin seumur hidup. Kejadian ini terjadi saat gue duduk di kelas 5 SD. Nggak tau deh, waktu itu otak gue sejahat apa sampai bisa melakukan tindakan keji tersebut. Hmm.
Jadi gini, aku tuh sayang kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?

Oke. Serius.

Jadi gini, waktu SD, gue pulang pergi sekolah naik mobil antar-jemput. Posisi favorit gue di tengah sebelah kanan dekat jendela. Kalo berangkat sekolah, mobil wangi parah. Aroma shampo anak-anak yang habis keramas, wangi molto, kispray, wangi dah pokoknya.
Kalo pulang sekolah, aroma dalam mobil super menjijikan. Bau keringat, rambut lepek, bekal makan siang yang berceceran dalam tas. Parah.
Jadi, siang itu mobil jemputan gue lama banget datang. Padahal gue udah nunggu di parkiran sedari tadi. Akhirnya gue memutuskan untuk naik ke food court yang ada di depan sekolah. Di food court tersedia telepon kabel. Waktu itu gue tinggal di kompleks perumahan, masing-masing perumahan punya telepon kabel dengan empat digit nomor yang berurutan sesuai nomor dan tipe perumahannya. 
Gue menekan sembarang nomor.

Gue: Halo?
A   : Iya halo?  
(Suara perempuan, kira-kira berumur 20 an ke atas)
Gue: Ini dengan siapa ya?
(Ini apa banget gue. Kan gue yang nelfon, yawloh.)
A   : Ini Ratna. Ini Amima ya?
Gue: Iya, ini Amima.
A   : Iya, ada apa Amima?
Gue: Kak, dipanggil mama ke rumah. Sekarang ya kak. Cepetan.
A   : Hah? Mama Amima kenapa?
Gue: Pokoknya kakak datang aja ke rumah sekarang. Jangan lama-lama ya.
A  : Iya, iya. Ini kakak mau siap-siap ke sana ya.
Gue: Iya kak. Amima tunggu. 

Nggak hanya sampai di situ, selang 5 menit kemudian gue menelfon kembali.

Gue: Kak, udah siap-siap mau ke rumah?
A   : (suara motor) Iya, iya ini kakak mau berangkat.
Gue: Iya kak, Amima tunggu.

YAWLOH, AKU BERDOSA.

Siapa coba Amima?
Anak SD macam apa gue. Jahat bener. :(



***

Kalau gue pikir, kayaknya malaikat Atid udah lelah nyatat amal buruk gue selama hidup. Tangannya capek, Kasihan. :(

Dosa gue banyak amat. Udah ah mau wudhu dulu. 






Share
Tweet
Pin
Share
59 comments
Gue anak silat.

Ralat.

Gue bekas anak silat yang pernah ikut tapi nggak tamat dan nyusahin pelatih-pelatihnya doang. Hebat.

Gue dan kakak mengikuti pencak silat di tahun 2011. Pencak Silat Setia Hati Terate. Yang awal berdirinya di kota Madiun pada tahun 1922.

Awalnya semua berjalan lancar. Gue senang banget bisa tergabung dan dikelilingi dengan mas-mas ganteng perkasa serta pelatih yang kalo gue denger suaranya, rasanya pengen membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah.
Jadwal silat ditentukan pada hari Selasa dan Sabtu.
Ini apa banget gitu kan, yang punya pacar nggak bisa malam mingguan. Kenapa harus hari Sabtu coba?
Gue mau protes, tapi takut dihajar rame-rame. Trus meninggal. Kan nggak elit.

Sesudah isya sekitar jam 8, kami semua udah ngumpul di lapangan silat. Angkatan gue waktu itu ada 11 orang. 8 cowok, 3 cewek.
Yang ceweknya, gue, kakak dan adik kelas gue.
Sebagai cewek, gue ngerasa diperlakukan bak seorang ratu. Pergi dijemput segerombolan cowok, pulang jam 2 pagi juga dianterin cowok-cowok. Melindungi cewek-cewek banget. Uuh~

Setiap istirahat sekitar jam 10 malam, kami selalu disuruh bawa minum air pepaya. Sumpah. Itu air pepayanya kayak kisah cinta gue. Pahit.

Dalam pencak silat, tingkatan warna sabuknya berbanding terbalik dengan karate.
Dalam pencak silat tingkatan warna sabuk dari yang terendah sampai ke tinggi dimulai dari,

Polos (cuma seragam doang nggak pake sabuk)
Hitam
Jambon (merah jambu)
Hijau
Putih


Di sana gue baru merasakan arti dari kebersamaan dengan sesama. Mulai dari makan bareng di satu piring gede.
Butir-butir pasir dari telapak tangan sehabis push up kayaknya ikut menggurihkan nasi yang gue makan. Belum lagi keringat yang menetes. Tapi anehnya, itu nasi tetep abis. Lezatnya ngalah-ngalahin nasi padang.

Waktu naik ke sabuk hitam, gue cuma berkata dalam hati, '' Kayak gini doang nih ujiannya? Cih. ''
SONGONG.

Naik ke sabuk jambon (merah jambu), '' BUSET, SUSAH AMAT. MENDING GUE NIKAH AJA SAMA NAZAR ''
Gimana enggak. Gue diadu dengan kakak. Biasanya waktu latihan, setiap hari Sabtu ada tes adu gitu. Dan gue selalu dilawankan dengan Irma. Irma badannya kecil, mungil. Tapi kalo nendang, badan gue cuma ijo-ijo lebam, lecek doang . Tulang belulang semua sih.
Nah, waktu tes ke sabuk jambon, gue dihadapkan dengan kakak.
Ini nggak baik gaes. Melawan saudara sendiri. INI KONSPIRASI !

Tapi mau nggak mau, gue harus berhadapan dengan kakak. Gue mulai dengan pemanasan. Lari kecil mengitari lapangan. Ini kalo bisa lari sampe rumah, gue udah lari pulang nih. Sambil lari kecil, gue udah mengatur siasat.
Oke.

Salam pembuka. Salaman.
Dan

HOIK



Maknyus. Gue kena tendang. Karena nggak terima dengan perlakuannya itu, gue langsung berteriak,
  '' RASAKAN INI, JURUS RASENGAN. HIYAAAAT ''

Tapi nggak jadi. Gue cuma nyengir-nyengir nahan sakit. Perlawanan terus terjadi. Dengan semampunya gue berusaha menampik tendangan dan pukulan dari kakak.
Kalo diliat dari jauh, gue rasa ini bukan tes uji adu. Tapi lebih mirip ke emak-emak yang marahin anaknya karena semalaman nginap di warnet.
Lah iya, badan kakak gue gede. Sementara badan gue kecil kayak upil plankton.

Gue mencoba memukul ulu hatinya. Nggak bisa. Anunya kegedean.
Maksud gue, tangannya kegedean. Jadi gue nggak bisa tepat sasaran dan mengenai ulu hatinya.

Sampai pada akhirnya,

HIYAAAT


Kakak gue salah sasaran. Betewe tau kan di mana letak ulu hati. Pas di bawah tulang rusuk dada. Niatnya mau memukul ulu hati gue, tapi nggak kena. Malah yang kena tete gue.

Sakit men. Gila.

Bayangin, tangan kakak gue gede. Dikepal, tambah gede. Tenaga kakak gue gede karena makannya banyak, ditambah kayak ada rasa-rasa kesal yang tak tersampaikan ke gue.
Sasarannya ulu hati, malah kena tete gue.

Sumpah. Itu sakit bener. Gue mau elus, kayak elus kaki gue yang kena tendang tadi. Tapi, yakali gue elus-elus tete di tengah-tengah lapangan. Harkat martabat negara bisa hancur.

Oke. Akurapopo.

Gue tetep melanjutkan perlawanan sambil mikir, '' Kalo tete gue yang sebelah lagi juga kena, bisa bisa gue pulang dengan dada rata. Operasi kelamin. Jadi laki-laki macho. ''

Gue melakukan serangan pukulan dan tendangan ke kakak gue. Nggak mempan. Pengen bawa teroris aja rasanya.
Sampai pada akhirnya,

CIYAAT


Gue terduduk dengan anggun di lapangan. Kayak putri salju.
Gue meringis.

Tulang kering gue. Huwaaa. Gue terisak-isak. Besoknya langsung masuk tipi, masuk acara jalinan kasih.

Gue meluruskan kaki gue, membuka celana. Eng anu, menaikan celana untuk melihat tulang kering gue yang nggak berdosa apa apa.

TARAAA
Tulang kering gue benjol. Gede. Segede telor ayam. Kayak hasil perpaduan tumor dan bisul.

Awalnya gue sempat mikir,
  '' Ini kenapa tete gue malah pindah ke tulang kering ya? ''

Tapi setelah gue pencet dan terasa sakit. Gue baru sadar, ternyata tulang kering gue bengkak. Yawloh. Kakak gue tega banget. Durhaka.


Setelah mendapatkan sabuk jambon, beberapa bulan berikutnya diadakan tes kenaikan tingkat sabuk hijau. Dan setelah mendapatkan sabuk hijau, gue hanya bertahan selama 2 bulan sebelum pada akhirnya gue memilih untuk mengundurkan diri. Sedangkan kakak gue masih ikut sampai mendapatkan sabuk putih dan lulus.


Begitulah kisah gue sebagai mantan siswi pencak silat.
Kisah yang menginspirasi.




Share
Tweet
Pin
Share
72 comments
Jumat kemarin, gue yang lagi goler-goleran indah mesra bersama kasur dengan meng-scroll layar hp, menemukan sebuah dp (display picture) bbm yang sangat menggugah hati. Gue melihat sebuah screenshoot percakapan dua orang manusia. Yang isinya seperti ini,

A: Iya Nda, Ayah selalu jaga kesehatan kok. Bunda juga ya, jangan sakit.
B: Iya Yah. Pasti.

Awalnya gue senyum-senyum doang bacanya sambil mikir, '' Wah orangtuanya so sweet ya, perhatian gitu. ''
Sampai pada akhirnya gue meneruskan membaca percakapan yg ada di dp itu.

A: Love you Putri.
B: Love you too Agung.


Fak!

Setau gue pemilik bbm ini Putri, adik dari temen gue. Dan Putri ini masih berstatus sebagai pelajar SMP kelas dua.
Yawloh mau nangis. Kenapa manggil pacarnya pake ayah-bunda segala coba?

Gue kemudian meletakkan hp dan memandangi langit-langit kamar. Pikiran gue melayang dan kembali ke masa-masa saat SMP dulu.
Jujur, gue pernah ada di posisi seperti Putri. Sebagai anak SMP. Punya pacar. Dengan panggilan ayah-bunda.
Allahukbar!

Gue.

Hina.

Tapi jangan salah gaes, menentukan nama panggilan kesayangan antar satu sama lain ini sangat sulit. Tentunya harus ada persetujuan kedua belah dada, eh maksud gue kedua belah pihak. Oke, serius.

Misalnya ada pasangan yang baru jadian nih 5 menit yang lalu. Lalu terjadi percakapan:
Cowo: Emm kita kan baru jadian nih. Menurut kamu, bagusnya kita pake panggilan sayang apa ya?
Cewe: Gimana kalo ayah-bunda aja?
Cowo: Duh jangan dong, mama-papa aja.
Cewe: Aku maunya ayah-bunda!
Cowo: Nggak usah itu.
Cewe: KAMU KOK NGGAK NGERTIIN KEMAUAN AKU SIH?
Cowo: AKU MAU PANGGILAN KITA MAMA-PAPA!
Cewe: KOK LO GITU? YAUDAH KITA PUTUS!
Cowo: OKE!


Gila. Cuma karena berdebat untuk menentukan panggilan kesayangan aja sampai putus.

***

Berikut gue jelaskan panggilan alay apa saja yang pernah gue pakai bersama si pacar ketika itu.

1. Ayah-Bunda
Iya, gue pernah menggunakan panggilan ini. Alay. Najis. Iyuh. Tapi tetep aja waktu itu gue seneng dipanggil dengan sebutan itu. Panggilan kesayangan. Hahaa tapi menjijikan.
Di mata gue, sosok seorang perempuan yang pantas dipanggil dengan panggilan 'Bunda' itu adalah perempuan yang sholehah, rajin sholat, pinter ngulek sambel bawang, kalo dikagetin orang, lantas berucap,  '' MasyaAllah. ''
Gitu.
Berbanding terbalik dengan gue yang saat itu masih duduk dibangku SMP. Sholehah kagak, sholat masih bolong-bolong, ngulek sambel bawang nggak bisa, masak nasi kebenyekan mulu, trus juga kalo dikagetin orang, gue langsung ngucap, '' WOY TAI AYAM LU! ''

Walaupun  gue memang nggak pantas dipanggil dengan sebutan 'Bunda' ketika SMP, tapi kenapa gue pas pacaran manggil Ayah-Bunda ke pasangan. Masih pacaran juga, ahelah.
Bahkan waktu itu.  dengan pedenya gue dan si pacar saling memanggil nama ayah-bunda di depan umum. Di depan teman-teman. Di rumah gue.
Ya Allah, hamba-Mu khilaf :(
Sampai sekarang, gue geli mengingat masa-masa itu.



2. Mimi-Pipi
Itu panggilan kesayangan yang terimut yang pernah gue gunakan. Imut banget gila. Gue menggunakan panggilan ini saat gue duduk di kelas 2 SMK. Parah. Kealayan dari masa SMP gue masih aja terus menempel hingga sampai gue duduk di kelas 2 SMK ketika itu.
Mimi-Pipi. Kayak panggilan Krisdayanti dan Anang ya. Tapi meskipun gue dipanggil mimi saat pacaran, gue nggak selingkuh sama Raul Lemos sih. Gue orangnya setia. Tapi sebenernya leh uga om Raul. Apartemennya banyak, rumahnya banyak.

Eh apa tadi??

Gue masih ingat kejadian waktu kelas 2 SMK. Gue yang sok-sok belajar make up mencoba menggunakan eyeshadow. Tau eyeshadow kan?
Eyeshadow artinya bayangan mata. Sering dipakai pada kelopak mata. Warna warni. Bikin mata keliatan lebih ngejreng.
Beda dengan mantanshadow yang artinya bayangan mantan. Kayak belum move on gitu.
Oke, jangan bahas mantan lebih dalam.

Nah, pagi itu sebelum berangkat sekolah gue mencoba memakai eyeshadow. Berhubung waktu itu gue menggunakan seragam sekolah SMK biasa, putih biru, maka gue memilih menggunakan eyeshadow warna biru.  Asoy.
Gue berangkat menuju sekolah dengan berjalan kaki. Iya sekolah gue deket dari rumah. Kentut doang, udah. Sampai.
Waktu masuk ke gerbang sekolah, gue udah pede mampus nih. Ngerasa paling oke sejagad raya. Sesampainya gue di depan kelas, seperti biasa pacar gue waktu itu sudah nunggu di depan pintu kelas. Temen-temen gue pada ngiri, sampai ada yang bilang, '' Ih pacar lu romantis ya. ''
Romantis apaan. Nunggu depan pintu. Kayak satpam mall. Bhahahaa.
Harapan gue waktu masuk kelas, nantinya gue bakal melihat teman-teman tercengang, terpesona sambil berkata,
  '' Ya Allah, Taylor Swift. ''
  '' Bidadari surga. Subhanallah. ''

Tapi kenyataannya berbeda. Baru gue sampai di depan pintu kelas, pacar gue langsung memandang wajah gue dengan tatapan  kok-tampang-lu-kayak-keset-kaki  kepada gue.
  '' Mi? ''
Gue menoleh. Waktu itu gue seneng banget dipanggil Mimi.
  '' Iya? ''
  '' Itu mata kamu kenapa? Biru-biru. Kayak nyi  roro kidul. ''

Oke.
Akurapopo.
Terimakasih eyeshadow.


Cry.

Sejak saat itu, setiap kali melihat eyeshadow, gue selalu ingat dengan kejadian itu. Kejadian gue yang ketika itu bangga dipanggil Mimi dan dikatain nyi roro kidul oleh pacar.



3. Mamah-Papah
Eits, jangan salah pengucapan waktu manggilnya. Panggilan ini harus dilafalkan dengan suara mendesah. Mamah dan Papah.
Akan ada nafas-nafas terzalimi yang keluar dari mulut saat menyebutkan.
Gue menggunakan panggilan mamah-papah dengan pacar saat gue duduk di kelas 3 SMP. Dalam pandangan gue, sebutan mamah ini menggambarkan sosok seorang perempuan sosialita yang hobinya haha-hihi, nongkrong cantik dan belanja kangkung pake hermes.

Gue seneng dong dipanggil dengan sebutan Mamah. Baik dalam sms maupun panggilan langsung.
Padahal gue sama sekali nggak mencerminkan sosok perempuan yang pantas dipanggil 'Mamah' tersebut. Yang kalo ketawa, '' BHAHAAHA, NGAKAK. HAHAA. ''
Siswa satu kelas dari lantai atas sampai lantai bawah ngeliatin. Jangankan nongkrong cantik, nunggu angkot sampai kelamaan pulang aja udah dicariin. Padahal nunggu angkot juga. Gue yang disalahin.
Boro-boro belanja kangkung pake hermes, ada plastik kresek juga udah syukur daripada kangkungnya cuma diiket karet gelang yang warna merah.

Tapi, jujur. Waktu itu gue bangga parah dipanggil dengan panggilan mamah oleh pacar. Begitu juga gue, manggil si pacar dengan sebutan papah. Kayak di tipi-tipi.
Bedanya kalo papah yang muncul di layar tv, papahnya pake jas dan dasi panjang. Papah kantoran. Gagah.
Kalo papah yang jadi pacar gue, pake dasi juga sih. Sama. Tapi dasinya yang ada tulisan ''tut wuri handayani''.


4. Bawel-Jelek
Ini panggilan yang membuat banyak dosa bagi gue. Gimana enggak, manggil orang sekaligus ngatain. Bawel dan jelek. Dulu waktu facebook lagi hits, gue bangga setiap dapat tulisan '' Sayang Bawel'' kiriman di dinding fb. Panggilan romantis.

Gue takut aja nanti pas di alam kubur, malaikat nanya, '' Coba kamu jelaskan dan uraikan sisi romantis dari panggilan bawel-jelek yang pernah kamu lakukan dalam hidupmu? ''

Gue langsung pura-pura pingsan. Udah meninggal, pura-pura pingsan lagi.


Dan dengan hati yang berbunga-bunga gue dengan pedenya membalas dan mengirimkan tulisan '' Sayang kamu juga jelek '' di dinding pacar.

So sweet. Facebook serasa milik berdua. Gue rasa Om Mark Zuckerberg kalo ngeliat pasti iri dengan keromantisan kami berdua. Trus dengan sukarela menghibahkan facebook kepada kami.
Untung gue nggak sampai ganti nama facebook jadi Whulan chayank Ayah cLaloe polepHeL.

Nggak! Nggak!
Gue nggak sampai sesesat itu.


 ***

Setiap kali gue mengingat masa-masa alay dengan panggilan pacaran saat SMP, rasanya gue mau sholat taubat.

Astaga, gue hina!

Share
Tweet
Pin
Share
42 comments
Semua bermula pada hari Minggu kemarin.
Gue yang usai melakukan ritual bobo siang kiyut ketika itu terbangun dengan wajah berantakan. Kayak hati. Hiks.

Dua orang perempuan abege anak SMP datang dan masuk ke rumah gue. Dan mereka berdua ternyata adalah temen adik gue, Nova.
Sore itu, Nova pamit ke ibu kalau dia diajak temannya untuk merayakan ulangtahun salah seorang temannya di toko ayam. Sebelum Nova keluar kamar, gue memanggilnya dengan syahdu.
  '' Nova, bawa plastik ya. ''
  '' Untuk apa? ''
  '' Bungkus. Dua. ''

Nova langsung ngacir meninggalkan gue yang masih bengong duduk di pinggir tempat tidur.

Adik durhaka!

Setelah ganti baju, rapi-rapi dikit, Nova langsung keluar kamar dan menemui dua orang temennya.

  '' Ini nggak papa nih naik motor bertiga? '' Ibu kelihatan panik melihat tiga anak SMP itu sempitan sempitan di motor matic.
  '' Ini deket kok Bu. Kami bertiga mau ke rumah Helen dulu, nanti dari rumah Helen bertiga naik mobil sama mama Helen. '' Helen, salah seorang temen Nova yang sedang berulangtahun menjelaskannya kepada Ibu.

Deket doang sih jarak rumah gue ke rumah Helen.
Ibu manggut-manggut.

  '' Udah, nggak papa, Bu. Biar kayak cabe-cabean. Hahaaa. ''

Gue ngakak puas sembari masuk lagi ke dalam rumah. Sebelum ngeloyor masuk, gue sempat melirik ke arah Ibu. Ibu terlihat diam seakan paham akan sesuatu.


***


Sore itu gue kedatangan saudara. Rame bener. Saat lagi asyik-asyiknya ngobrol, Nova tiba-tiba masuk ke rumah setelah pulang merayakan ulangtahun temannya.

  '' Ini nih, anak Ibu yang cabe-cabean. '' Ibu menarik Nova halus dan memeluk Nova dengan posisi duduk.

APA-APAAN INI.

Asli. Gue bengong.
Bentar-bentar,

Atas dasar visi dan misi apa Ibu dengan penuh rasa bangga mengatakan itu?
Kalau kalian tanya, ada nggak orangtua yang bangga dengan anaknya yang cabe-cabean? Nah ada. Itu orangtua gue. HUWAA MAU NANGIS AJA.

Setelah Ibu keluar rumah dan melepaskan saudara gue untuk pulang, seorang ibu-ibu yang mengendarai motor dengan dua anaknya memanggil Ibu gue.
Biasalah, ibu-ibu. Ngerumpi-ngerumpi ini itu, mulai dari kasus Nikita Mirzani, Musdalifah sampai kasus Farhat Abbas yang nggak penting sepertinya juga dibahas oleh dua ibu-ibu ini.

*Beberapa tahun kemudian*


  '' Udah ya Bu, udah magrib nih. Saya pulang ya. ''
  '' Iya iya Bu, udah magrib ya. Hehee. Eh ini anaknya udah besar ya. Udah kayak cabe-cabean. ''


SUMPAH.
INI IBU GUE SEBENERNYA NGERTI NGGAK YA CABE CABEAN ITU APA.




  '' Heheeheeheheeheheeehehee. '' Ibu-ibu temen ibu gue cuma ketawa cengengesan.

Saat Ibu masuk ke rumah, gue langsung ngomong ke Ibu.
 Gue : Bu, Ibu sebenernya tau nggak artinya cabe-cabean itu apa?
 Ibu  : Tau. Cabe-cabean itu maksudnya anak perempuan yang udah gadis gitu kan?
 Gue : Yaoloh, bukan Bu. Cabe-cabean itu cewek nggak bener. Cewek alay yang narsis, yang suka naik     motor bonceng tiga, pake baju seksi nan aduhai. Alay lah pokoknya.
 Ibu  : Eh iya ya? Duh, tadi Ibu salah ngomong berarti ya.
 Gue : Iya Bu, itu kayak julukan buat perempuan yang kurang bagus.
 Ibu  : Eh tapi, kamu sendiri siang tadi juga ngomong gitu kan ke Nova? Lah, Ibu kan taunya dari kamu,    Sek.
 Gue : Iya, itu karena Nova tadi bonceng tiga naik motor sama temennya.
 Ibu  : Ya tadi Ibu nggak tau kalau artinya itu. Pokoknya Ibu kan taunya dari kamu.
 Gue : ASDFGHJKL;'.?!#


***


Gue paham bener dengan sifat Ibu. Ibu orangnya gaul abis, suka niruin kata-kata yang lagi ngetren sekarang.
Gue masih ingat, waktu itu lagi trend banget istilah, '' KEPO ''.
Nanya dikit ke temen, dibilang kepo. Apa-apa dibilang kepo. Bhangkay.

Sampai suatu sore, gue udah capek kebangetan sehabis pulang kerja. Gue langsung nyamperin Ibu yang lagi duduk santai di teras rumah.
  '' Bu, masak apa? ''
  '' KEPO! ''


Key. Fain. Akurapopo.


Malam harinya, seperti biasa setelah magrib semua anggota keluarga pasti berkumpul di ruang tengah. Nonton tv bareng. Malam itu, layar di tv menayangkan acara Biang Rumpi. Itu loh yang hostnya Feni Rose. Seingat gue, waktu itu bintang tamunya adalah Regina, Istri Farhat Abbas. Tau Farhat Abbas nggak? Itu loh, yang kalo setiap kali kita liat mukanya nongol di tv, bawaan kita pengen ngerajam dia. Separah itu.
Nah, saat lagi seru-serunya berbincang dengan Regina, gue baru menyadari akan suatu hal.
Ternyata Regina itunya gede. Serius. Hmm.

Maksud gue tali pinggangnya. Regina waktu itu kan pake tali pinggang gede.

Lagi asyik-asyik menonton acara itu, tiba-tiba ibu nyeletuk,
  '' Itu, Feni Rose kepo banget ya. ''

Satu rumah menghela nafas.





Tapi walau bagaimanapun, aku tetep sayang Ibu dan juga Ibu kamu.
Iya, Ibu kamu. Mertua aku nanti. Uhuk. 
Share
Tweet
Pin
Share
80 comments
Newer Posts
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates