• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan

Semua bermula pada hari Minggu kemarin.
Gue yang usai melakukan ritual bobo siang kiyut ketika itu terbangun dengan wajah berantakan. Kayak hati. Hiks.

Dua orang perempuan abege anak SMP datang dan masuk ke rumah gue. Dan mereka berdua ternyata adalah temen adik gue, Nova.
Sore itu, Nova pamit ke ibu kalau dia diajak temannya untuk merayakan ulangtahun salah seorang temannya di toko ayam. Sebelum Nova keluar kamar, gue memanggilnya dengan syahdu.
  '' Nova, bawa plastik ya. ''
  '' Untuk apa? ''
  '' Bungkus. Dua. ''

Nova langsung ngacir meninggalkan gue yang masih bengong duduk di pinggir tempat tidur.

Adik durhaka!

Setelah ganti baju, rapi-rapi dikit, Nova langsung keluar kamar dan menemui dua orang temennya.

  '' Ini nggak papa nih naik motor bertiga? '' Ibu kelihatan panik melihat tiga anak SMP itu sempitan sempitan di motor matic.
  '' Ini deket kok Bu. Kami bertiga mau ke rumah Helen dulu, nanti dari rumah Helen bertiga naik mobil sama mama Helen. '' Helen, salah seorang temen Nova yang sedang berulangtahun menjelaskannya kepada Ibu.

Deket doang sih jarak rumah gue ke rumah Helen.
Ibu manggut-manggut.

  '' Udah, nggak papa, Bu. Biar kayak cabe-cabean. Hahaaa. ''

Gue ngakak puas sembari masuk lagi ke dalam rumah. Sebelum ngeloyor masuk, gue sempat melirik ke arah Ibu. Ibu terlihat diam seakan paham akan sesuatu.


***


Sore itu gue kedatangan saudara. Rame bener. Saat lagi asyik-asyiknya ngobrol, Nova tiba-tiba masuk ke rumah setelah pulang merayakan ulangtahun temannya.

  '' Ini nih, anak Ibu yang cabe-cabean. '' Ibu menarik Nova halus dan memeluk Nova dengan posisi duduk.

APA-APAAN INI.

Asli. Gue bengong.
Bentar-bentar,

Atas dasar visi dan misi apa Ibu dengan penuh rasa bangga mengatakan itu?
Kalau kalian tanya, ada nggak orangtua yang bangga dengan anaknya yang cabe-cabean? Nah ada. Itu orangtua gue. HUWAA MAU NANGIS AJA.

Setelah Ibu keluar rumah dan melepaskan saudara gue untuk pulang, seorang ibu-ibu yang mengendarai motor dengan dua anaknya memanggil Ibu gue.
Biasalah, ibu-ibu. Ngerumpi-ngerumpi ini itu, mulai dari kasus Nikita Mirzani, Musdalifah sampai kasus Farhat Abbas yang nggak penting sepertinya juga dibahas oleh dua ibu-ibu ini.

*Beberapa tahun kemudian*


  '' Udah ya Bu, udah magrib nih. Saya pulang ya. ''
  '' Iya iya Bu, udah magrib ya. Hehee. Eh ini anaknya udah besar ya. Udah kayak cabe-cabean. ''


SUMPAH.
INI IBU GUE SEBENERNYA NGERTI NGGAK YA CABE CABEAN ITU APA.




  '' Heheeheeheheeheheeehehee. '' Ibu-ibu temen ibu gue cuma ketawa cengengesan.

Saat Ibu masuk ke rumah, gue langsung ngomong ke Ibu.
 Gue : Bu, Ibu sebenernya tau nggak artinya cabe-cabean itu apa?
 Ibu  : Tau. Cabe-cabean itu maksudnya anak perempuan yang udah gadis gitu kan?
 Gue : Yaoloh, bukan Bu. Cabe-cabean itu cewek nggak bener. Cewek alay yang narsis, yang suka naik     motor bonceng tiga, pake baju seksi nan aduhai. Alay lah pokoknya.
 Ibu  : Eh iya ya? Duh, tadi Ibu salah ngomong berarti ya.
 Gue : Iya Bu, itu kayak julukan buat perempuan yang kurang bagus.
 Ibu  : Eh tapi, kamu sendiri siang tadi juga ngomong gitu kan ke Nova? Lah, Ibu kan taunya dari kamu,    Sek.
 Gue : Iya, itu karena Nova tadi bonceng tiga naik motor sama temennya.
 Ibu  : Ya tadi Ibu nggak tau kalau artinya itu. Pokoknya Ibu kan taunya dari kamu.
 Gue : ASDFGHJKL;'.?!#


***


Gue paham bener dengan sifat Ibu. Ibu orangnya gaul abis, suka niruin kata-kata yang lagi ngetren sekarang.
Gue masih ingat, waktu itu lagi trend banget istilah, '' KEPO ''.
Nanya dikit ke temen, dibilang kepo. Apa-apa dibilang kepo. Bhangkay.

Sampai suatu sore, gue udah capek kebangetan sehabis pulang kerja. Gue langsung nyamperin Ibu yang lagi duduk santai di teras rumah.
  '' Bu, masak apa? ''
  '' KEPO! ''


Key. Fain. Akurapopo.


Malam harinya, seperti biasa setelah magrib semua anggota keluarga pasti berkumpul di ruang tengah. Nonton tv bareng. Malam itu, layar di tv menayangkan acara Biang Rumpi. Itu loh yang hostnya Feni Rose. Seingat gue, waktu itu bintang tamunya adalah Regina, Istri Farhat Abbas. Tau Farhat Abbas nggak? Itu loh, yang kalo setiap kali kita liat mukanya nongol di tv, bawaan kita pengen ngerajam dia. Separah itu.
Nah, saat lagi seru-serunya berbincang dengan Regina, gue baru menyadari akan suatu hal.
Ternyata Regina itunya gede. Serius. Hmm.

Maksud gue tali pinggangnya. Regina waktu itu kan pake tali pinggang gede.

Lagi asyik-asyik menonton acara itu, tiba-tiba ibu nyeletuk,
  '' Itu, Feni Rose kepo banget ya. ''

Satu rumah menghela nafas.





Tapi walau bagaimanapun, aku tetep sayang Ibu dan juga Ibu kamu.
Iya, Ibu kamu. Mertua aku nanti. Uhuk. 
Share
Tweet
Pin
Share
80 comments
Ngomongin cita-cita.
Sampai sekarang, di umur yang masih belasan ini gue masih bingung mencari jawaban saat ditanya mengenai cita-cita.
Eh bentar, umur sembilan belas masih termasuk belasan ye kan? Masihkan? Oke.

Jujur, gue masih bingung dalam menemukan jati diri gue sebenarnya.
Mari kita bahas tentang satu per satu cita-cita yang dulu pernah gue impikan.

1. Guru Ngaji
Ini cita-cita paling subhanallah banget gaes. Gila, mana ada cita-cita anak kecil yang waktu itu masih berumur 4 tahun memiliki cita-cita itu. Di saat anak lain bercita-cita pengen jadi dokter, guru, polisi, pilot, de el el, gue dengan bangga bercita-cita menjadi seorang guru ngaji.

Ini bermula saat gue ikut ngaji bersama temen di suatu mesjid. Gue dan kakak. Kakak waktu itu masih berumus 5 tahun. Gue waktu itu seneng banget datang telat. Sekarang enggak, apalagi telat datang bulan. Enggak seneng.
Hukuman bagi murid ngaji yang suka datang telat adalah pukulan rotan spesial dari pak ustadz. Maknyus. Dan gue harus rela menyodorkan telapak tangan untuk dipukul dengan rotan setiap kali gue datang telat.

Kamprednya gue nggak jera.

Karena gue sering telat dan dapat teguran dari pak ustadz, gue akhirnya diberhentikan ibu dari kegiatan mengaji di mesjid. Sebenernya alesan yang tepat karena gue pernah bolos sekali waktu ngaji. Pamitnya ngaji, tapi malah main-main sama temen.
Hingga akhirnya ibu menyuruh gue untuk mengaji dengan tetangga sebelah rumah. Setiap selesai magrib, gadis kecil nan imut ini buru-buru menenteng iqra dengan mukenah yang sumpah-itu-mukenah-apa-baju-pengantin. Pake ekor segala dibelakangnya. Mukenahnya kegedean. Gue kayak kain putih berjalan. Serem.
Gue sangat nyaman ngaji dengan tetangga gue ini. Dengan perempuan yang sudah berusia senja. Gue memanggilnya nenek.
Gimana nggak nyaman, wong tiap ketemu waqaf dan selesai membaca satu ayat, gue selalu ngajak ngobrol nenek.
Baca ayat sampe ketemu waqaf.

  '' Nek, Wulan belum makan. Makan ciki dulu nggak papa ya. ''
Nenek ngangguk sambil berzikir. Gue ngambil cemilan ke rumah, makan di depan nenek.

Lima menit kemudian, baca lagi ayat satu baris sampe ketemu waqaf.

  '' Nek, nenek ada minum dingin nggak? Nanti habis ngaji, Wulan minta ya. ''

Lanjut lagi baca satu ayat.

  '' Nek, tadi sore Wulan kan jalan-jalan sama ayah. Itu Wulan beli lego baru. Wulan ambil dulu ya. ''

Dulu waktu kecil gue penggila lego. Beda sama sekarang, sekarang mah jadi penggila cinta kamu. Walaupun dalam diam, ya tetep lego. LEGO-WO AE LAH.

  '' Enggak usah. Ngaji dulu. ''
  '' Iya Nek. ''
Gue kembali ngaji. Gila ya, seru banget ngaji kayak gitu. Dan diumur segitu, setiap kali ditanya guru TK tentang cita-cita, gue selalu menjawab dengan yakin, '' Jadi guru ngaji. ''


2. Penjahit
Gue pernah bercita-cita menjadi penjahit. Punya ide kreatif dalam mendesain pola baju, menjahit baju. Gue selalu senang setiap kali Ibu mengajak gue ke rumah teman Ibu. Teman Ibu seorang penjahit. Dan gue dengan polosnya berdiri di samping teman ibu, memperhatikan bagaimana gerakan tangan yang super cepat dan lincah itu memainkan mesin jahit serta kaki yang menimbulkan suara mesin jahit yang semakin membuat gue berdecak kagum.
  '' Enaknya jadi penjahit. ''
Tapi kayaknya gue nggak bisa menjahit dan jadi seorang penjahit. Menjahit luka di hati aja gue nggak bisa. Mungkin gue lebih cocok jadi perajut. Perajut tali cinta diantara kita. Asoooy.



3. Pemadam Kebakaran
Entahlah. Darimana asalnya gue bisa memiliki cita-cita menjadi pemadam kebakaran. Seingat gue, sewaktu gue duduk di kelas 4 SD, gue sangat suka menonton berita. Sungguh, masa kecil yang barokah. Dulu sinetron alay binatang-binatang bisa jatuh cinta mah nggak ada.
Anehnya, gue cuma suka menonton berita kebakaran. Bodo amat dengan berita pencurian,perkosaan, perselingkuhan, tawuran, curanmor, koruptor de el el. Pokoknya setiap kali gue denger suara pembawa berita yang mengatakan,
'' Pemirsa, telah terjadi kebakaran di bla bla blaaa.... ''
Gue langsung buru-buru duduk bersila di depan tv dengan kepala mendongak menatap layar tv.
Ada perasaan bangga setiap kali gue melihat pemadam kebakaran yang berusaha memadamkan api dengan selang yang panjang terulur. Kayak kamu, yang suka tarik ulur. Huh.
Seringkali gue membayangkan diri sendiri di depan cermin dengan mengenakan seragam merah pemadam kebakaran sambil memegang yang panjang-panjang di kedua tangan. Iya, itu maksudnya selang air pemadam kebakaran. Kan panjang.
Dalam pemikiran gue ketika itu, tugas sugas seorang pemadam kebakaran adalah, nyiram api dengan selang panjang ke lokasi kebakaran dari atas mobil, apinya padam, yaudah kelar.
Gila ya, anak kecil diumur segitu cita-citanya udah mulia banget.



4. Cheff
Sampai saat ini, gue nggak terlalu suka memasak. Bisa sih masak, tapi nggak terlalu digemari banget. Kan ada tuh orang yang hobi banget masak. Bahkan bisa-bisanya nemuin masakan baru. Bahan ini dicampur ini, jadi deh masakan baru dan muncul juga nama makanan baru. Biasanya orang kayak gini nih kreatif. Segala bahan makanan bisa dijadikan sebuah masakan lezat. Apa-apa dimasak.
Sebelum pernah bercita-cita menjadi cheff, gue terlebih dahulu menyukai bagian memasak yang berupa memanggang/membakar. Bakar apa aja deh. Bakar ayam, ikan, jagung, muka pacar kalo ketahuan selingkuh juga gue bisa gue bakar.
Tapi semua berubah setelah gue melihat acara masak memasak ala cheff perempuan di tv. Masih nggak habis fikir.
Itu cheffnya, dari cabe masih dipetik di kebun cabe sampe makanan tersaji sambil keluar kata, '' so delicious, ''  itu kenapa pakaiannya tetep rapi aja sih? Rambutnya juga tetap tergerai indah. Make upnya juga nggak luntur kena asap dari wajan penggorengan.
Karena rasa penasaran itu, gue akhirnya berniat menjadi seorang cheff. Cita-cita luar biasa ini muncul saat gue duduk di kelas satu SMP.
Hari Minggu pagi, gue bangun jam setengah tujuh. Ke dapur, mempersiapkan segala jenis bahan yang akan di masak.
  '' Bu, Wulan bikin nasi goreng ya. ''
  '' Iya bikin aja, '' sahut Ibu.

Setelah gue mengupas semua bawang merah dan putih serta bumbu yang nantinya akan gue blender, tiba-tiba Ibu menghampiri gue ke dapur.
  '' INI KENAPA BIKIN NASI GORENG PAKE JAHE DAN KUNYIT YA? MAU BIKIN JAMU ATAU NASI GORENG? ''

Gue bengong. Kemudian ketawa receh.
  '' Hehee, untung belum dimasukkin ke blender. '' Gue langsung saja menyingkirkan jahe dan kunyit yang sudah gue kupas tadi.

Untung, ndasmu!

Dengan gaya cheff handal, gue dengan lincah mengaduk nasi goreng dengan sendok masak. Sok ahli gitu.
Selama mengaduk-aduk nasi goreng agar bumbunya rata kayak dada gue ketika itu, gue sibuk mikir. Gue memikirkan, '' ini kalo jadi nasi gorengnya, gue namain apa ya? ''
Nasgor cokelat ala Cheff chimoed.
Nasgor ala Cheff nyonya Wulan
Nasgor yumy ala  Lancut (Wulan-Cute)    sekalian aja kancut. Oke.
Nasgor lezat ala Cheff  myself

Aaaa apa ya namanya? Belum sempat gue menemukan nama keren untuk penemuan nasi goreng yang gue buat ketika itu, ibu langsung memanggil gue dan menyuruh gue mematikan kompor. Jangan kelamaan, takutnya nasinya malah gosong.
Pikiran gue bener-bener memutar keras untuk mencari nama yang akan gue pakai untuk menamakan masakan lezat ini. Nggak kebayang kan kalo suatu hari nanti, gue bakal ngegantiin Cheff Farah Quinn. Kalo gue, Cheff Farah Amat ini masakan apa sih!
Nggak kebayang juga kalau suatu hari nama masakan lezat ini bisa muncul di buku menu masakan. Uuh gila ya. Gue sehebat itu.

Oke. Setelah nasi goreng selesai, orang di rumah langsung mencoba mencicipi nasi goreng untuk sarapan pagi itu. Ada 2 kemungkinan yang terjadi setelah mereka memakan nasi goreng itu. Kalau nggak muji gue ya meninggal keracunan.
Belum sampai setengah jam, gue tersenyum lega melihat nasi goreng gue yang sudah ludes di atas kompor.
Duh, keren ya gue. Waktu SMP aja gue udah bisa masak.
Kakak gue datang sambil  meletakkan piring di atas meja. Dan di atas meja itu gue melihat banyak piring lainnya yang berisi nasi goreng tergeletak begitu saja.

  '' Ini nasi goreng apa sih? ''
  '' Nasgor nikmat ala Cheff Lancut alias Wulan Cute. Enak kan? ''
  '' Enak apaan. Ini nasi goreng kenapa banyak gini minyaknya? ''

Gue langsung mengangkat piring yang berisi nasi goreng dari atas meja.
Eeeh iya yak. Ini nasi gorengnya banyak banget minyaknya. Sampai bergelimangan.

Fix, ini nasi goreng kuah minyak ala cheff Wulan!

Sejak saat itu, harapan gue untuk menjadi Cheff seperti Farah Quinn yang pinter masak dan berbadan dan berdada bohay, musnah seketika. Karena nasi goreng itu.

'' Cheff Farah Quinn, aku tidak bisa menjadi penerusmu. Dadaku rata. Tengkiyu. ''



5. Pramugari
Cita-cita ini muncul saat gue duduk di kelas 2 SMK. Di mata gue, jadi pramugari adalah cita-cita yang sangat gue banggakan. Berpakaian rapi, bersih, bertutur halus, setiap hari bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak, cakep, badannya langsing dan bisa ngegebet abang pilot cakep. Sampai suatu hari, di teras rumah gue berbincang-bincang dengan ibu dan ayah.

  '' Bu, habis lulus SMK ini, Wulan mau jadi pramugari ya. ''
  '' Pramugari? Memang berani pergi-pergi jauh? ''
  '' Berani dong. '' Gue menjawab dengan mantap.
  '' Kalo ada kecelakaan pesawat gimana? Pesawatnya hilang, pesawat jatuh, pesawat tenggelam, ''
  '' Itu sih udah jadi resiko pekerjaan, Bu. Masuk dalam kategori mati syahid. Meninggal dalam bekerja yang semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah. ''

Anjir, gue udah kayak mamah dedeh.

Ibu manggut-manggut doang. Diem.

  '' Memang tinggi koe berapa? '' kali ini Ayah membuka mulut.
  '' 154 cm, Yah. ''
  '' Nggak bisa dong. Tingginya nggak cukup. Blabla blablaaa.. ''

Gue masuk kamar. Buka gugel nyari persyaratan masuk pramugari. Ternyata bener, tinggi gue nggak pantas untuk jadi seorang pramugari. Kampred. Gue pendek bener. Huhuu
Seminggu setelah itu, setiap sore gue rajin berolahraga dengan skipping. Sampai pada akhirnya, saat sedang serius menggunakan skipping dengan harapan gue bisa nambah tinggi dan bisa masuk pramugari trus bisa ngegebet abang pilot ganteng dan kece, tiba-tiba saja PLAKK.

Tali skipping menampar ujung mata gue.

HUWAAAA gue nangis kejer. Bukan apa-apa, kalo nanti mata gue bermasalah gimana? Gue nggak bisa lagi dong ngelirik abang-abang ganteng di kasir swalayan langganan gue?
Masa depan gue hancur hanya gara-gara skipping sialan ini.

Semenjak itu, aku mencintaimu.


Halah. Semenjak itu, gue memutuskan untuk menghapus daftar impian menjadi seorang pramugari.
Jangankan jadi pramugari, jadi roda kopernya pramugari aja gue nggak lolos.


Entahlah. Sampai saat ini gue masih bingung dengan cita-cita gue yang sebenarnya. Seperti apa? Ingin jadi apa? Bisanya apa?

Apapun itu, saat ini gue sedang mempersiapkan diri dan bercita-cita menjadi ibu yang baik dan cerdas untuk anak-anak kita kelak. Hasek.

Eh betewe, Cita-citanya Cita Citata yang selama ini Cita Citata cita-citakan itu cita-cita menjadi apa ya?






Share
Tweet
Pin
Share
55 comments
Ini cerita bersambung project WIDY yang sudah pernah gue bahas sebelumnya di di sini. Atau bisa lebih jelasnya bisa di baca di postingan Yoga yang ini.

Selamat membaca :)


***


Setelah mata perkuliahan usai, Agus seperti biasanya langsung mampir ke cafe di dekat kampus.
Widy Cafe yang letaknya cukup dekat dengan kampus menjadi pilihan Agus untuk bersantai sepulang kuliah. Bukan hanya bersantai, melainkan lelaki yang berparas cukup tampan bernama Agus, akhir-akhir ini sedang mempunyai maksud lain.
Ya, Agus sedang keranjingan memerhatikan seorang perempuan cantik yang juga sering ke Widy Cafe tersebut.

Anehnya, ia tak pernah lelah untuk melakukannya—hanya memandangi seorang gadis dari kejauhan—hampir setiap hari. Kira-kira sudah hampir sebulan Agus melakukan aktivitas ini. Sayangnya, ia belum kenal sama sekali dengan gadis berwajah oriental itu.
Lebih tepatnya Agus terlalu cemen untuk mengajaknya berkenalan.
Namun, mulai hari ini Agus berniat memberanikan diri mendekati perempuan itu. Karena hari ini wanita itu sedang cantik-cantiknya. Dan Agus merasa waktunya tepat.
Gadis itu mengenakan kaos hitam bertuliskan “I Love Indonesia” yang membuat kulit putihnya semakin terpancar, rambut panjangnya yang bergelombang itu dibiarkan terurai, dengan bawahan celana jins biru, dan sepatu flat senada dengan warna kaosnya.

Cantiknya luar biasa. Mirip-mirip artis FTV. Pikir Agus.

Agus sudah tak tahan lagi untuk menghampirinya. Ia bangkit dari tempat duduknya menuju ke tempat perempuan itu. Tapi, baru berjalan beberapa meter saja Agus merasakan kakinya berat. Seperti memakai sepatu yang beratnya 100 kg. Dengan perlahan-lahan ia meneruskan langkahnya.
Dan akhirnya... ia pun sampai.
Namun, perasaan grogi Agus semakin menjadi-jadi. Jantungnya seakan-akan mau meledak. Seolah-olah mau loncat dari dadanya dan muncrat ke mana-mana.
Agus menghela napas. 
Kemudian menghembuskannya perlahan-lahan, dan berkata, "Lu sering ke sini, ya?" tanya Agus ke gadis cantik itu. Perempuan itu tampak kebingungan dan memandangi Agus dengan tatapan tidak biasa. Dia merasa aneh akan kalimat yang dilontarkan Agus.

"Iya. Kok lu tau, sih?" tanya si gadis cantik.

Kalimat “Kok tau, sih?” ini biasanya akan direspons oleh pria-pria dengan gombal. Bagusnya, Agus tidak menjawab dengan gombal, “Iya, soalnya bapak aku kerja di sini.”

"Gue juga sering ke sini soalnya. Terus gue merasa sering ngelihat lu gitu. Oiya, gue Agus. Btw, nama lu siapa?" Agus menyodorkan tangan berniat mengajak kenalan.

Tak perlu menunggu waktu lama, gadis berwajah oriental itu langsung menyambut uluran tangan Agus.
"Mei," jawabnya, ditutup dengan senyum yang menghiasi wajah pualamnya. Agus hanya bisa terpaku. Tangannya membeku. Bibirnya kelu.
Ada getar di dada Agus. Hidungnya mulai kembang kempis. Sesekali ia memegang dadanya yang terasa bergetar dengan tangan kirinya. Yang ternyata itu HP-nya sendiri. Notifikasi grup kelas yang kurang penting.
Memang... grogi itu terkadang bikin bodoh.

Rileks, Gus. Rileks. Batin Agus menenangkan dirinya.


"Lu sendirian aja nih? Gue boleh duduk di sini?"
Mei berpikir sejenak, kemudian tersenyum dan bilang, "Boleh-boleh aja. Silahkan."

Tanpa berpikir panjang, Agus langsung kembali ke mejanya untuk mengambil tas dan memindahkan segelas minuman pesanannya ke meja wanita yang baru saja ia ajak berkenalan.
Setelah duduk berdua, suasana malah hening. Mei sibuk membaca sebuah novel yang memang dari tadi (sebelum Agus mengajaknya berkenalan) ia baca. Agus sendiri juga bingung harus memulai obrolan dari mana.
Untuk meredakan rasa gugupnya, Agus mulai mengaduk-aduk milkshake cokelat di hadapannya. Sesekali ia melirik Mei, tentunya secara diam-diam.

Dia terlalu cantik, bikin gue makin grogi. Batin Agus.

Untuk orang berkepribadian introvert seperti Agus, rasanya sangat sulit memulai obrolan dengan orang lain. Apalagi dengan seorang wanita. Terlebih-lebih lagi, dia Mei. Wanita yang dia kagumi sejak beberapa minggu yang lalu.

Lalu Agus mengalihkan pandangannya ke jalanan di luar cafe. 
Ia kemudian berkata, "Kapan ya, Jakarta bebas macet?"
Lagi-lagi Mei memandangi Agus dengan tidak biasa. 
Mei merasa Agus ini orang yang sangat aneh. 
"Entahlah. Memangnya kenapa, Gus? Lu itu seperti pemerhati jalanan Jakarta, ya? Kayak orang kurang kerjaan," balas Mei dengan senyumnya.

Skakmat.

Agus bingung harus merespons apa.

***

Cerita bersambung
Untuk bagian kedua cerpen, silahkan dibaca di  Blog Icha.




Share
Tweet
Pin
Share
71 comments
Gila ya, nggak terasa udah mau tahun baruan lagi. Rasanya baru kemarin gue galau, eh sekarang galau lagi. -_-
Heran deh. Kenapa setiap akhir tahun gue menyedihkan mulu ya.
Akhir tahun 2012 yang lalu, gue putus pas liburan Desember.
Akhir tahun 2013 yang lalu, gue juga putus pas di awal Desember.
Akhir tahun 2014 setahun yang lalu, gue juga putus, galau alay najis.
Dan sekarang akhir tahun 2015, gue putus lagi.

Kapan? Kapan gue bisa merasakan dan merayakan tahun baruan dengan pasangan sendiri?

Oke, drama abis.

Tahun 2015 ini terasa cepet banget berlalu. Ada banyak hal-hal yang sebelumnya nggak pernah gue rencanakan dan gue impikan bisa terjadi di tahun ini. Banyak sekali.

Jujur, gue sama sekali nggak pernah membuat resolusi seperti teman-teman dan orang kebanyakan. Memang nggak ada salahnya sih, guenya doang yang males. Hahaa
Kadang ada sesuatu hal yang sama sekali nggak pernah direncanakan sebelumnya yang bisa terjadi pada diri kita. Mungkin hal tersebut malah lebih baik daripada resolusi yang sebelumnya sudah kita tulis rutin di note pada setiap akhir tahun. Gue takut bikin resolusi, kalo nggak tercapai rasanya malah jadi beban.
Jalani saja semuanya. Yang terpenting itu niat. Hasek.

Di tahun ini gue belajar banyak dari kejadian dan pengalaman yang sudah pernah gue alami. Mulai dari dalam hal pekerjaan, kuliah, keluarga, hubungan antar teman dan juga percintaan.
Gue banyak mengalami jatuh bangun dalam hal-hal tersebut.
Mulai dari pekerjaan. Gue harus bisa belajar mandiri, belajar ditinggalin atasan dengan setumpuk kerjaan.
Begitu juga dengan dunia perkuliahan. Rencana kuliah yang sudah gue tentukan di tahun 2016 nanti, malah berbeda dengan kenyataannya. Gue akhirnya masuk kuliah di tahun ini.
Kata ibu sih, ' Kalo ditunda-tunda sayang umur. ''
Pas dengar ibu ngomong itu, rasanya gue pengen nanya,
  '' Oh jadi ibu lebih sayang umur daripada sayang aku? ''

Gue digampar.


Dalam keluarga dan hubungan antar teman juga banyak sekali perubahan yang bikin gue seneng bukan main dalam tahun ini.
Juga dalam dunia percintaan. Ini apa banget gue nyebutnya 'percintaan'. -_-
Pokoknya dalam dunia itu deh. Yaa meskipun dalam setahun ini gue telah menghabiskan waktu dengan orang yang salah, tapi setidaknya gue udah dapat pelajaran dari hal tersebut. Pelajaran untuk mencari pasangan yang bisa memprioritaskan. :))


Welcome 2016 :))

Share
Tweet
Pin
Share
74 comments


Create by: Yoga




Ada yang tahu Widy?


Hmm tunggu bentar. Kayaknya itu kalimat pembuka Yoga deh.
Ulang, ulang.


Kalian tahu apa itu Widy? Iyak bener.
WIDY ITU COWO GANTENG BANGET GILAAA..

Enggak. Bukan yang kayak gitu.

***

Tepat pada tanggal  25 November, timeline gue penuh dengan mensyen-mensyenan. Mending mensyenan karena bahas hal penting. Lah ini kagak. Mensyenan menuh-menuhin timeline doang.
Melihat hal itu, Yoga yang ikut terlibat dalam mensyenan itu akhirnya memberikan ide cemerlang. Ia memutuskan untuk membentuk suatu grup di Line yang bernama WIDY.

WIDY adalah singkatan huruf dari Awal masing-masing nama kami.
Wulan kiyut, imut dan manis
Icha
Darma
Yoga

Nggak tau kenapa nama gue diurutin di paling awal. Dan tepat di tanggal 25 November yang bertepatan dengan Hari Guru, maka terbentuklah grup Widy itu. Gila men, sungguh barokah grup Widy ini.

Awalnya gue ada niatan mau ubah nama. Jadi RIDY. Raisa, Icha, Darma dan Yoga.
Tapi gue membatalkan niat itu setelah mendengar soundtrack kartun Spongebob.

Are you RIDY kids? Aye Aye Captain.
I can't hear you! Aye Aye Captain.
Ooohh.. 


Gue telat. Ternyata Spongebob lebih dulu mengambil nama Ridy daripada gue.

Yang bikin gue seneng, adalah meskipun kami tinggal di pulau yang berbeda, gue ngerasa semuanya begitu dekat.
Gue di pulau Sumatera, Riau. Sedangkan Icha di pulau Kalimantan, Samarinda. Darma dan Yoga di pulau Jawa, Jakarta.
Jauh-jauh banget. Tapi jarak yang sangat jauh itu tidak menjadi masalah saat bagaimana kami berempat menuangkan pikiran, celotehan serta pendapat di grup itu. Empat kepala menjadi satu. Semuanya terasa dekat.  :))

Ada 2 alasan kenapa gue begitu excited saat mengetahui gue bakal punya grup.
1. Widy bisa jadi mood booster bagi gue. 
Selalu aja ada cerita lucu, aneh yang bikin penasaran yang rasanya sayang untuk dilewati. Nggak hanya itu, Widy juga grup yang bermanfaat bagi gue. Serius. Gue belajar banyak hal dan ilmu baru dari sana.
Dari mereka, Icha, Darma dan Yoga. Setiap kali gue mendapat ilmu baru dari mereka, kadang ada juga yang tersirat. Gue selalu ngomong dalam hati, '' Oh gitu ya. Kok gue baru tau ya? Nggak nyangka gue sebodoh ini. ''

2. Gue nggak pernah dimasukkin ke grup dan ini baru pertama kalinya gue punya grup Line. Menyedihkan. 



Untuk membuktikan bahwa daya ingat gue masih tajam, gue masih ingat pembahasan pertama kali saat grup itu tercipta. Tentang LDR, dada anak SMP yang rata, jomblo berkualitas dan hai.

Tentang LDR.
Berhubung Icha adalah salah seorang pejuang LDR, Icha pernah bilang di awal saat masuk grup bahwa ia pengen jadi pejuang LDR yang bisa berkarya. Hasek.

Dada anak SMP yang rata.
Waktu itu Yoga sedang menggebu-gebu menceritakan tentang dada anak SMP yang rata. Gue curiga, kayaknya Yoga udah pernah melakukan penelitian tentang dada anak SMP yang rata. Gimana caranya? Hmm.

Jomblo berkualitas.
Gue yang waktu itu baru-baru, hikss putus hikss entah kenapa bisa mengatakan bahwa jadilah jomblo yang berkualitas. Serasa kayak memotivasi diri sendiri gitu.
-_-

Hai.
Hai juga. Ini Darma. Waktu itu Darma telat masuk ke grup Widy. Jadi pas kami lagi bahas 3 topik yang mahadahsyat itu, tiba-tiba Darma nongol dan berkata, '' HAI. ''



Masyaallah
Sungguh, grup yang bijak.

Dalam grup ini kami bisa bebas sharing dan membahas apa saja. Mulai dari tentang percintaan, pekerjaan, saling memberi motivasi, bertukar pendapat, dan banyak lainnya.
Sampai suatu hari, Yoga mencetuskan idenya untuk bermain sambung cerpen. Jadi tiap orang akan melanjutkan cerpen sesuka hati yang sesuai dengan ide pikirannya sendiri sesuai dengan urutan nama WIDY. Terserah sampai berapa kalimat. Awalnya agak ragu, takut bentrok dan nggak pas dengan jalan cerita dari masing-masing yang kita inginkan. Ide pikiran tiap orang berbeda-beda toh.
Namun akhirnya keraguan gue hilang. Sambung cerpen terus berlanjut hingga sekarang sudah tercipta beberapa paragraf.
Setiap kali menyambungkan cerpen, hanya gue yang melanjutkan cerpen dengan sedikit kalimat. Hahaha habis gue nggak begitu ngerti dengan fiksi. Berbeda dengan Yoga yang punya banyak ide, Darma yang memang pintar di bidang fiksi, Icha yang membawa suasana dalam cerpen menjadi lebih hebat.

WIDY menjadi wadah dalam hal menggarap tulisan. Gue bisa belajar banyak dari mereka.


Dan cerpen ini nantinya akan kami publish di masing-masing blog secara bergantian. Setiap 500-700 kata dalam cerpen yang akan dipublish di setiap blog masing-masing. Bisa dikatakan seperti cerita bersambung.

Cukup cerita aja yang disambung, kisah cinta kita jangan.


Insyaallah, cerita bersambung ini akan di publish di bulan Januari 2016 nanti. Tunggu cerita bersambungnya ya man teman :))



ailofyuu~

Share
Tweet
Pin
Share
81 comments
Newer Posts
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates