Alhamdulillah keputusan yang akan gue ambil di postingan kemarin tidak terwujud dalam waktu dekat. Yaiyalah, masak gue harus menikah di usia yang sekarang ini. Mens juga belum. Masih delapan taon qaqa.
Dan alhamdulillah, di tahun ini gue mulai menyandang status sebagai mahasiswi. Itu berarti satu minggu gue akan full dengan kegiatan. Nggak ada istilah hari Minggu santai, bisa leyeh-leyeh di rumah. Nggak ada istilah bobo siang di hari Sabtu.
Berhubung di hari Sabtu gue kerja setengah hari, biasanya gue selalu menyempatkan diri untuk bobo siang sepulang dari kerja. Hitung-hitung untuk persiapan di malam minggu. Biar nggak ngantuk. Biar bisa tidur agak larut malam. Ya meskipun cuma mantengin hape. Nggak apa-apa.
Dan semua kegiatan indah yang gue harapkan di hari Sabtu dan Minggu itu bakalan hilang dan terisi dengan kegiatan kuliah.
Lah terus kapan gue istirahatnya? Nanti saat tanggal merah.
Sabtu kemarin gue minta izin pulang cepat ke atasan. Yang biasanya pulang jam 1 siang, hari itu gue pulang jam 12 siang. Soalnya jam 1 udah masuk kuliah umum. Informasinya begitu.
Posisi letak kampus bisa dibilang cukup dekat dengan rumah. Kira-kira begini gambarannya.
Kantor----------------------------------------------- Rumah-------Kampus.
Daripada pulang kerja langsung ke kampus, mending gue pulang ke rumah dulu. Toh bakal ngelewatin rumah juga nantinya. Sekalian makan siang juga sih.
Sesampainya di rumah. Dewi Fortuna sedang berpihak ke gue.
Rumah sepi. Kosong. Hanya pintu dapur yang terbuka. Ternyata ibu dan kakak sedang ke pasar. Otomatis, ibu nggak masak. Otomatis lagi, nggak ada yang bisa gue makan. Mantap.
Jam 1 kurang 15 menit, gue langsung otewe ke kampus. Awalnya gue ragu, ini kampus kok sepi. Apa gue yang terlambat? Atau gue salah kampus?
Untung saja, oom datang menghampiri gue.
'' Loh Lan, masuknya nanti jam 2. Kenapa datang sekarang? ''
Gue menelan ludah. Cengengesan.
'' Yaudah, Wulan nunggu aja deh om. ''
Kurang teladan apa gue coba?
Kurang teladan ndasmu.
Cukup lama gue menunggu di lantai bawah. Mana perut keroncongan, nggak bawa minum, batuk-batuk. Sampai akhirnya seorang maba datang menghampiri gue. Cewek. Cantik. Baik. Imut. Manis. Unyu.
Hingga pada akhirnya gue tersadar, kalo itu adalah wujud gue yang terpantul dari dinding kaca pintu. Uhuk.
Sekitar jam dua kurang, ada dua orang maba yang masuk. Duduk di samping gue. Kita kenalan, saling menyebutkan nama, menyebutkan alamat, menyebutkan minuman kesukaan, warna favorit, zodiak, cita-cita, hobi dan kesan juga pesan.
Gue terkejut saat mbak-mbak bagian administrasi menyebutkan nama gue. Mempersilahkan gue duduk di hadapannya. Satu hal yang gue takutin. Menatap matanya. Gue takut jatuh cinta.
'' Ini silahkan tandatangan di sini, '' ujar si mbak-mbak.
Dengan penuh ekspresi gue menandatangani selembar kertas yang disodorkannya. Corat-coret, sret-sret jadilah tanda tangan gue.
'' LOH KENAPA DI CORET? '' Mbak adm protes. Gue cengengesan.
Sebenernya tanda tangan gue memang rame, penuh, berantakan juga. Di tambah dengan gerakan cepat tangan gue yang terlihat seperti mencoret-coret kolom tandatangan.
'' Hehee, kan tanda tangan mbak. Ya memang gini tandatangan saya. ''
Padahal dalam hati gue pengen ngomong, '' YA SUKA-SUKA GUE DONG. TANDATANGAN JUGA TANDATANGAN GUE. LEMPAR GOLOK NEH ''
Setelah mengucapkan itu, gue kembali duduk ke tempat semula. Di samping maba yang baru gue kenal tadi.
Gue duduk tenang sambil sesekali mengedarkan pandangan ke muka-muka maba. Saat gue menyandangkan tas ke pundak, oh no. Tali tas gue copot.
Memalukan. Untung saja masih ada tali lainnya.
Tepat jam setengah tiga, para maba naik ke lantai atas. Setengah tiga gaes. Gue datang ke sana jam satu. Satu setengah jam pantat gue panas duduk di kursi. Huh.
Hari itu pembelajaran belum di mulai. Masih perkenalan tentang bagaimana dunia perkuliahan, sistemnya blablablaa dan berakhir pada jam empat.
Sore harinya, gue dan mbak keluar untuk membeli jeruk. Berhubung si penjual jeruk adalah orang Padang, mbak Yoan yang memang berasal dari Padang dengan fasih bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Padang.
Gue cuma melongo.
Saat si penjual menunjuk bagian tumpukan jeruk yang bentuknya kecil, gue langsung ngomong dengan pedenya.
'' KETEK BANA. ''
Si penjual langsung menoleh ke gue. Mbak Yoan juga. Beberapa pembeli juga menoleh ke gue.
Ketek dalam bahasa Padang artinya berukuran kecil.
Jadi maksud gue, itu jeruk yang di tawari si penjual terlalu kecil. Gue nggak suka yang kecil-kecil. Maksud gue, kalo jeruknya kecil otomatis bijinya kecil. Gue nggak suka biji yang kecil. Maunya yg gede kayak biji salak.
Kalo jeruk yang gede, pasti bijiinya juga gede kan. Jadi nggak khawatir kalo keselek saat memakannya.
Gitu.
Selama di perjalanan pulang, gue masih nggak tau kenapa tadi orang-orang pada ngeliatin gue saat gue dengan sok berbicara dengan bahasa Padang.
Apa karena ucapan gue yang salah? Karena intonasi gue yang nyaring? Atau karena gue ketahuan nyicipin 2 jeruk tadi?
Entahlah.
Selang beberapa menit, akhirnya kita sampai di kosan.
Sebenernya ini bukan kosan kalau melihat bentuk tempat tinggal yang di tinggali oleh Mbak.
Kosan ini cukup luas. Ada ruang tamu, ruang tengah, kamar tidur dua, kamar mandi dan dapur yang cukup gede. Iya dapurnya beneran gede. Nggak tau kenapa.
Kayak kontrakan. Cocoknya sih ditempati untuk orang yang sudah berkeluarga.
Kalo aku dan kamu, kapan bikin keluarga?
Satu hal yang sempat bikin gue kesal. Pintu kosannya berat banget. Sempat terlintas di fikiran gue saat hendak menutup pintu kosan, Ini pintu atau beban kehidupan? Berat amat.
Itu masih pintu kosan. Beda masalah dengan pintu kamar. Betewe kita tidurnya di satu kamar. Masih takut meskipun ada dua kamar di kosan ini.
Masalah yang mucul kembali di malam itu adalah,
Pintu kamarnya nggak bisa di kunci dari dalam. Bagus. Kalo ada orang asing yang masuk ke kamar gimana?
Kan serem.
Gue dan Mbak Yoan sama-sama panik. Saling berpandangan.
'' Duh, gimana dong mbak? ''
'' Iya Lan,Mbak bingung juga nih. Nguncinya susah kali. ''
Hampir 10 menitan, gue dan mbak sibuk mendorong-dorong pintu, buka-tutup, colokkin kunci, puter sana-sini tapi tetep nggak bisa.
Saat itu yang ada di pikiran gue cuma, menurunkan anu. Maksud gue, menurunkan posisi lubang yang ada di kusen pintu. Gue udah nyoba nurunkan pake tangan. Dengan cara memukul-mukul tangan gue ke besi di lubang itu. Yang ada tangan gue malah sakit.
'' Mbak, ada palu nggak? '' tanya gue.
Mbak Yoan menggeleng. Gue melihat ke sekeliling. Ada obat nyamuk semprot. Kayaknya kuat nih untuk di pukul-pukul ke lubang besi di kusen pintu.
Baru dua kali pukulan, gue berhenti.
Suara pukulannya terlalu kuat. Takut menganggu tetangga sebelah. Lagian sudah malam juga.
'' Aduh, gimana ya Lan. Masak kita tidur dengan pintu kamar yang nggak di kunci. Takut. '' Mbak Yoan tetep terlihat bingung.
Gue diem beberapa detik sebelum akhirnya mengambil kunci motor. Membuka jok motor. Mengambil obeng yang ada di sana.
Mengotak-atik lubang pintu. Menekan lubang pintu dengan kuat.
'' Bisa Lan? ''
Gue diem.
'' Gimana Lan? Payah nggak? ''
Gue diem. Sibuk konsentrasi demi menyelamatkan tidur kami malam itu.
Selang beberapa lama.
'' Coba dulu mbak. '' Gue mengambil kunci dari tangan Mbak Yoan.
Dan UHLALAA
Alhamdulillah ya. Pintunya bisa di kunci.
Gue baru menyadari suatu hal. Kayaknya mulai besok gue bakal membuka jasa yang bernama,
' Jasa Perbaikan Pintu '.
Bisa memperbaiki :
- Pintu kamar tidur
- Pintu kamar mandi
- Pintu kulkas
- Pintu lemari
- Pintu brankas
- Pintu hati
- Dan pintu surga bagi anak-anak kita kelak.
Ailofyu.
Jam setengah sembilan, akhirnya kita memutuskan untuk tidur dengan penerangan redup dari lampu tidur hello kitty yang dipasang oleh Mbak Yoan.
Serem tau. Malam-malam. Lampu kamar dimatikan dan diganti dengan cahaya lampu redup dari lampu tidur hello kitty.
Hello kitty mana yang bisa mengeluarkan cahaya? Cahaya putih lagi. Serem.
Lebih terlihat seperti Hello Kitty yang kena kutukan penyihir jahat.
Terkadang ngerasa serem dan kampungan itu memang beda tipis.
Lagi enak-enak hendak memejamkan mata, gue terkejut saat mendengar teriakan dari luar.
'' MALIING.. MALING ! ''
Gue dan mbak sontak bangun lalu terduduk di atas kasur. Saling bertatapan panik.
Tidak sampai dalam hitungan menit, di luar sudah terdengar ribut. Suara ibu-ibu yang membicarakan maling,, anak-anak kecil, suara rumpi ibu-ibu yang super nyaring, suara obrolan bapak-bapak dan anak remaja lainnya yang masih membicarakan seputar kejadian maling barusan, semuanya terdengar ricuh sekali, bahkan gue sampai mendengar suara percakapan,
'' Bapak kamu maling ya? ''
'' Kok tau? ''
'' Karena kamu telah memaling hatiku. ''
Ternyata itu suara abang-abang tetangga sebelah yang lagi mojok pacaran dengan kekasihnya.
Dan gue baru tau, ternyata begini amat yak jadi anak kosan. Serba parno.
Kangeeen rumah.
Dan alhamdulillah, di tahun ini gue mulai menyandang status sebagai mahasiswi. Itu berarti satu minggu gue akan full dengan kegiatan. Nggak ada istilah hari Minggu santai, bisa leyeh-leyeh di rumah. Nggak ada istilah bobo siang di hari Sabtu.
Berhubung di hari Sabtu gue kerja setengah hari, biasanya gue selalu menyempatkan diri untuk bobo siang sepulang dari kerja. Hitung-hitung untuk persiapan di malam minggu. Biar nggak ngantuk. Biar bisa tidur agak larut malam. Ya meskipun cuma mantengin hape. Nggak apa-apa.
Dan semua kegiatan indah yang gue harapkan di hari Sabtu dan Minggu itu bakalan hilang dan terisi dengan kegiatan kuliah.
Lah terus kapan gue istirahatnya? Nanti saat tanggal merah.
Sabtu kemarin gue minta izin pulang cepat ke atasan. Yang biasanya pulang jam 1 siang, hari itu gue pulang jam 12 siang. Soalnya jam 1 udah masuk kuliah umum. Informasinya begitu.
Posisi letak kampus bisa dibilang cukup dekat dengan rumah. Kira-kira begini gambarannya.
Kantor----------------------------------------------- Rumah-------Kampus.
Daripada pulang kerja langsung ke kampus, mending gue pulang ke rumah dulu. Toh bakal ngelewatin rumah juga nantinya. Sekalian makan siang juga sih.
Sesampainya di rumah. Dewi Fortuna sedang berpihak ke gue.
Rumah sepi. Kosong. Hanya pintu dapur yang terbuka. Ternyata ibu dan kakak sedang ke pasar. Otomatis, ibu nggak masak. Otomatis lagi, nggak ada yang bisa gue makan. Mantap.
Jam 1 kurang 15 menit, gue langsung otewe ke kampus. Awalnya gue ragu, ini kampus kok sepi. Apa gue yang terlambat? Atau gue salah kampus?
Untung saja, oom datang menghampiri gue.
'' Loh Lan, masuknya nanti jam 2. Kenapa datang sekarang? ''
Gue menelan ludah. Cengengesan.
'' Yaudah, Wulan nunggu aja deh om. ''
Kurang teladan apa gue coba?
Kurang teladan ndasmu.
Cukup lama gue menunggu di lantai bawah. Mana perut keroncongan, nggak bawa minum, batuk-batuk. Sampai akhirnya seorang maba datang menghampiri gue. Cewek. Cantik. Baik. Imut. Manis. Unyu.
Hingga pada akhirnya gue tersadar, kalo itu adalah wujud gue yang terpantul dari dinding kaca pintu. Uhuk.
Sekitar jam dua kurang, ada dua orang maba yang masuk. Duduk di samping gue. Kita kenalan, saling menyebutkan nama, menyebutkan alamat, menyebutkan minuman kesukaan, warna favorit, zodiak, cita-cita, hobi dan kesan juga pesan.
Gue terkejut saat mbak-mbak bagian administrasi menyebutkan nama gue. Mempersilahkan gue duduk di hadapannya. Satu hal yang gue takutin. Menatap matanya. Gue takut jatuh cinta.
'' Ini silahkan tandatangan di sini, '' ujar si mbak-mbak.
Dengan penuh ekspresi gue menandatangani selembar kertas yang disodorkannya. Corat-coret, sret-sret jadilah tanda tangan gue.
'' LOH KENAPA DI CORET? '' Mbak adm protes. Gue cengengesan.
Sebenernya tanda tangan gue memang rame, penuh, berantakan juga. Di tambah dengan gerakan cepat tangan gue yang terlihat seperti mencoret-coret kolom tandatangan.
'' Hehee, kan tanda tangan mbak. Ya memang gini tandatangan saya. ''
Padahal dalam hati gue pengen ngomong, '' YA SUKA-SUKA GUE DONG. TANDATANGAN JUGA TANDATANGAN GUE. LEMPAR GOLOK NEH ''
Setelah mengucapkan itu, gue kembali duduk ke tempat semula. Di samping maba yang baru gue kenal tadi.
Gue duduk tenang sambil sesekali mengedarkan pandangan ke muka-muka maba. Saat gue menyandangkan tas ke pundak, oh no. Tali tas gue copot.
Memalukan. Untung saja masih ada tali lainnya.
Tepat jam setengah tiga, para maba naik ke lantai atas. Setengah tiga gaes. Gue datang ke sana jam satu. Satu setengah jam pantat gue panas duduk di kursi. Huh.
Hari itu pembelajaran belum di mulai. Masih perkenalan tentang bagaimana dunia perkuliahan, sistemnya blablablaa dan berakhir pada jam empat.
***
Hari Minggu ini mbak Yoan, sepupu yang sudah dua minggu tinggal di rumah gue akhirnya memutuskan untuk pindah ke kosan. Itu artinya gue harus menemani mba tidur di kosannya.
Setelah beres-beres hingga jam 2 siang, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Dengan kondisi seperti ini, gue merasa jiwa memasak gue lebih ditantang. Siapa takut.
Setelah beres-beres hingga jam 2 siang, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Dengan kondisi seperti ini, gue merasa jiwa memasak gue lebih ditantang. Siapa takut.
Gue akhirnya langsung memutuskan untuk memasak nasi. Ya memang cuma bisa masak nasi sih.
Saat gue sedang memasak nasi dengan khidmat, mbak Yoan terdengar menjerit dari dalam kamar mandi.
'' HUAAA ADA KODOK!.. HAAAAA ''
Mbak Yoan ngacir ke luar dari kamar mandi.
Melihat hal itu, gue dengan gagah berani langsung mencari tongkat kayu yang panjang dan bergegas masuk ke kamar mandi.
'' Mana kodokya mbak? '' Di situasi seperti ini gue jadi merasa macho. Gagah abis.
'' Itu Lan, di balik pintu. ''
Benar saja. Ada seekor kodok dengan perut yang gede sedang berdiam diri di balik pintu kamar mandi. Gue langsung saja menyodok-nyodok kodok tersebut dengan mengarahkan arah lompatannya menuju pintu keluar belakang.
Saat gue sedang memasak nasi dengan khidmat, mbak Yoan terdengar menjerit dari dalam kamar mandi.
'' HUAAA ADA KODOK!.. HAAAAA ''
Mbak Yoan ngacir ke luar dari kamar mandi.
Melihat hal itu, gue dengan gagah berani langsung mencari tongkat kayu yang panjang dan bergegas masuk ke kamar mandi.
'' Mana kodokya mbak? '' Di situasi seperti ini gue jadi merasa macho. Gagah abis.
'' Itu Lan, di balik pintu. ''
Benar saja. Ada seekor kodok dengan perut yang gede sedang berdiam diri di balik pintu kamar mandi. Gue langsung saja menyodok-nyodok kodok tersebut dengan mengarahkan arah lompatannya menuju pintu keluar belakang.
Dengan penuh perjuangan hingga titik darah penghabisan, akhirnya kodok tersebut berhasil ke luar dari rumah.
Gimana? Gue udah cocok belum bikin acara di tipi. Pengganti acara Petualangan Panji.
Jangan heran kalo suatu saat nanti ada acara, '' Wulan Si Penakluk Kodok '' dalam tayangan tipi kalian semua.
Gimana? Gue udah cocok belum bikin acara di tipi. Pengganti acara Petualangan Panji.
Jangan heran kalo suatu saat nanti ada acara, '' Wulan Si Penakluk Kodok '' dalam tayangan tipi kalian semua.
Keren abis.
Sore harinya, gue dan mbak keluar untuk membeli jeruk. Berhubung si penjual jeruk adalah orang Padang, mbak Yoan yang memang berasal dari Padang dengan fasih bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Padang.
Gue cuma melongo.
Saat si penjual menunjuk bagian tumpukan jeruk yang bentuknya kecil, gue langsung ngomong dengan pedenya.
'' KETEK BANA. ''
Si penjual langsung menoleh ke gue. Mbak Yoan juga. Beberapa pembeli juga menoleh ke gue.
Ketek dalam bahasa Padang artinya berukuran kecil.
Jadi maksud gue, itu jeruk yang di tawari si penjual terlalu kecil. Gue nggak suka yang kecil-kecil. Maksud gue, kalo jeruknya kecil otomatis bijinya kecil. Gue nggak suka biji yang kecil. Maunya yg gede kayak biji salak.
Kalo jeruk yang gede, pasti bijiinya juga gede kan. Jadi nggak khawatir kalo keselek saat memakannya.
Gitu.
Selama di perjalanan pulang, gue masih nggak tau kenapa tadi orang-orang pada ngeliatin gue saat gue dengan sok berbicara dengan bahasa Padang.
Apa karena ucapan gue yang salah? Karena intonasi gue yang nyaring? Atau karena gue ketahuan nyicipin 2 jeruk tadi?
Entahlah.
Selang beberapa menit, akhirnya kita sampai di kosan.
Sebenernya ini bukan kosan kalau melihat bentuk tempat tinggal yang di tinggali oleh Mbak.
Kosan ini cukup luas. Ada ruang tamu, ruang tengah, kamar tidur dua, kamar mandi dan dapur yang cukup gede. Iya dapurnya beneran gede. Nggak tau kenapa.
Kayak kontrakan. Cocoknya sih ditempati untuk orang yang sudah berkeluarga.
Kalo aku dan kamu, kapan bikin keluarga?
Satu hal yang sempat bikin gue kesal. Pintu kosannya berat banget. Sempat terlintas di fikiran gue saat hendak menutup pintu kosan, Ini pintu atau beban kehidupan? Berat amat.
Itu masih pintu kosan. Beda masalah dengan pintu kamar. Betewe kita tidurnya di satu kamar. Masih takut meskipun ada dua kamar di kosan ini.
Masalah yang mucul kembali di malam itu adalah,
Pintu kamarnya nggak bisa di kunci dari dalam. Bagus. Kalo ada orang asing yang masuk ke kamar gimana?
Kan serem.
Gue dan Mbak Yoan sama-sama panik. Saling berpandangan.
'' Duh, gimana dong mbak? ''
'' Iya Lan,Mbak bingung juga nih. Nguncinya susah kali. ''
Hampir 10 menitan, gue dan mbak sibuk mendorong-dorong pintu, buka-tutup, colokkin kunci, puter sana-sini tapi tetep nggak bisa.
Saat itu yang ada di pikiran gue cuma, menurunkan anu. Maksud gue, menurunkan posisi lubang yang ada di kusen pintu. Gue udah nyoba nurunkan pake tangan. Dengan cara memukul-mukul tangan gue ke besi di lubang itu. Yang ada tangan gue malah sakit.
'' Mbak, ada palu nggak? '' tanya gue.
Mbak Yoan menggeleng. Gue melihat ke sekeliling. Ada obat nyamuk semprot. Kayaknya kuat nih untuk di pukul-pukul ke lubang besi di kusen pintu.
Baru dua kali pukulan, gue berhenti.
Suara pukulannya terlalu kuat. Takut menganggu tetangga sebelah. Lagian sudah malam juga.
'' Aduh, gimana ya Lan. Masak kita tidur dengan pintu kamar yang nggak di kunci. Takut. '' Mbak Yoan tetep terlihat bingung.
Gue diem beberapa detik sebelum akhirnya mengambil kunci motor. Membuka jok motor. Mengambil obeng yang ada di sana.
Mengotak-atik lubang pintu. Menekan lubang pintu dengan kuat.
'' Bisa Lan? ''
Gue diem.
'' Gimana Lan? Payah nggak? ''
Gue diem. Sibuk konsentrasi demi menyelamatkan tidur kami malam itu.
Selang beberapa lama.
'' Coba dulu mbak. '' Gue mengambil kunci dari tangan Mbak Yoan.
Dan UHLALAA
Alhamdulillah ya. Pintunya bisa di kunci.
Gue baru menyadari suatu hal. Kayaknya mulai besok gue bakal membuka jasa yang bernama,
' Jasa Perbaikan Pintu '.
Bisa memperbaiki :
- Pintu kamar tidur
- Pintu kamar mandi
- Pintu kulkas
- Pintu lemari
- Pintu brankas
- Pintu hati
- Dan pintu surga bagi anak-anak kita kelak.
Ailofyu.
Jam setengah sembilan, akhirnya kita memutuskan untuk tidur dengan penerangan redup dari lampu tidur hello kitty yang dipasang oleh Mbak Yoan.
Serem tau. Malam-malam. Lampu kamar dimatikan dan diganti dengan cahaya lampu redup dari lampu tidur hello kitty.
Hello kitty mana yang bisa mengeluarkan cahaya? Cahaya putih lagi. Serem.
Lebih terlihat seperti Hello Kitty yang kena kutukan penyihir jahat.
Terkadang ngerasa serem dan kampungan itu memang beda tipis.
Lagi enak-enak hendak memejamkan mata, gue terkejut saat mendengar teriakan dari luar.
'' MALIING.. MALING ! ''
Gue dan mbak sontak bangun lalu terduduk di atas kasur. Saling bertatapan panik.
Tidak sampai dalam hitungan menit, di luar sudah terdengar ribut. Suara ibu-ibu yang membicarakan maling,, anak-anak kecil, suara rumpi ibu-ibu yang super nyaring, suara obrolan bapak-bapak dan anak remaja lainnya yang masih membicarakan seputar kejadian maling barusan, semuanya terdengar ricuh sekali, bahkan gue sampai mendengar suara percakapan,
'' Bapak kamu maling ya? ''
'' Kok tau? ''
'' Karena kamu telah memaling hatiku. ''
Ternyata itu suara abang-abang tetangga sebelah yang lagi mojok pacaran dengan kekasihnya.
Dan gue baru tau, ternyata begini amat yak jadi anak kosan. Serba parno.
Kangeeen rumah.