Jam menunjukkan pukul lima sore. Gue langsung beres-beres meja, fingerprint dan cus pulang.
Tiba-tiba salah seorang teman kerja, ngomong ke gue.
'' Hujan Lan di luar. ''
'' Oh, '' respon gue keliatan mantap, sambil memasang gaya siapa-sih-lo ke teman kerja.
Gue mendongak keluar, cuma gerimis doang sih. Gerimis-gerimis lucu gitu. Karena gue anaknya strong, dan enggak lemaaah bahkan payah. Akhirnya gue memutuskan untuk nekat pulang meskipun saat itu gerimis turun.
Gue sok kul gitu bawa motor.
Gue noleh ke kiri. Ada dua perempuan dengan satu motor yang sedang berteduh di emperan toko.
Gue langsung ngomong, '' AH, LEMAAAH ''
Gue noleh lagi ke kanan. Ada bapak-bapak tua yang sedang memarkir motornya di bawah warung tenda pinggir jalan.
Gue langsung ngomong, '' AH, PAYAH ''
Gak jauh dari posisi bapak-bapak itu, gue ngeliat ada dua orang cowok kece. Kemejanya rapi bener, pake dasi, sepatunya cling mengkilap. Kayak mau ngelamar gadis orang.
Ngeliat mereka berdua berteduh sambil ngelap bajunya yang basah, gue langsung ngomong.
'' AH, CEMEN ''
Setelah selesai menoleh kanan-kiri gue kembali melanjutkan perjalanan. Hujannya makin deres pemirsa.
Gue pengen berteduh, tapi gak deh. Gue kan strong.
Sekitar 15 menit perjalanan, gue ngerasa ada yang bergerak di perut bagian bawah. Aneh memang.
Gue noleh ke perut.
IYAK BAGUS.
ANU GUE LEPAS.
EM MAKSUDNYA KANCING CELANA GUE LEPAS.
Bukan resletingnya, tapi kancing celananya. Kalo resletingnya sih kemungkinan masih bisa gue naikin lagi dengan tangan kiri dalam posisi di atas motor. Tapi kali ini yang lepas kancingnya. Pengaitnya.
Otomatis kalo pengaitnya udah lepas, perlahan-perlahan resletingnya bakalan turun.
Gimana cara gue memasangkan pengait ini? Ya kali gue berhenti di pinggir jalan, di tengah gerimisnya hujan trus narik-narik celana untuk dikaitkan lagi.
Untung celana jeans. Kalo rok, mungkin sudah melorot ke bawah.
Iya, gak usah di bayangkan.
Gue dilema.
Bingung harus memilih diantara dua pilihan.
Pilihan pertama, gue bawa motor kencang supaya gak ada orang yang ngeliat kalo celana gue lepas. Tapi jalanan macet, rame. Karena hujan mau gak mau gue harus lewat jalan raya yang padat. Kalo lewat jalan pintas, gue takut. Serem pas lagi hujan mendung gini.
Pilihan kedua, kalo gue bawa motor pelan, itu berarti akan ada banyak mata orang yang ngeliat celana gue yang lepas. Harkat marbat seorang Raisa bakalan turun drastis. Gue gak mau hal itu terjadi. Enggak mau.
Hari itu gue make jas kerja perempuan yang ada kancingnya. Dan itu sama sekali gak bisa membantu gue untuk nutupin celana gue yang lepas. Jas kerjanya pendek. Pas-pasan di pinggang.
Akhirnya gue memilih untuk ngambil pilihan kedua.
Tangan kanan di stang motor, sedangkan tangan kiri berusaha megang celana yang lepas supaya bisa tertutupi.
'' Ayo, Kir. Kamu pasti bisa. Semangat Kir, semangat. ''
'' Tutup yang rapat Kir, jangan biarkan mata yang lain memandang itu. ''
'' Sebentar lagi sampai Kir, 5 menit lagi. Semangat Kir. ''
Si tangan kanan tak henti-hentinya memberi semangat ke tangan kiri. Gue salut akan hal itu.
Dalam perjalanan perasaan gue bener-bener gak enak. Setiap berpapasan dengan orang, gue langsung parno dan berusaha menutup rapat celana dengan tangan.
Sesekali gue menunduk, memeriksa apakah resletingnya sudah turun. Dan alhamduliilah, resletingnya sudah turun setengah. Gue berusaha untuk menaikkan resleting lagi.
Belum ada 5 menit, resleting itu meluncur lagi ke bawah. Sial.
Demi celana yang lepas, gue bahkan rela menahan nafas agar gerakan perut pada saat tarikan nafas tidak terlalu berpengaruh untuk membuat resleting semakin turun habis ke bawah.
Gaes, ketahuliah. Ini masalah hidup dan mati.
Seumur hidup ini perjalanan paling ekstrim yang pernah gue alami.
Sesampainya di rumah, gue basah kuyup. Tapi setidaknya gue berhasil membawa pulang celana dengan kancing terbuka yang masih menempel di badan gue. Keprok-keprok
Selesai mandi.
Gue mulai flu, bersin-bersin.
Dan
Ternyata
Gue
Lemah.
Tapi baru kali ini doang kok. Beneran. Haha
Tiba-tiba salah seorang teman kerja, ngomong ke gue.
'' Hujan Lan di luar. ''
'' Oh, '' respon gue keliatan mantap, sambil memasang gaya siapa-sih-lo ke teman kerja.
Gue mendongak keluar, cuma gerimis doang sih. Gerimis-gerimis lucu gitu. Karena gue anaknya strong, dan enggak lemaaah bahkan payah. Akhirnya gue memutuskan untuk nekat pulang meskipun saat itu gerimis turun.
Gue sok kul gitu bawa motor.
Gue noleh ke kiri. Ada dua perempuan dengan satu motor yang sedang berteduh di emperan toko.
Gue langsung ngomong, '' AH, LEMAAAH ''
Gue noleh lagi ke kanan. Ada bapak-bapak tua yang sedang memarkir motornya di bawah warung tenda pinggir jalan.
Gue langsung ngomong, '' AH, PAYAH ''
Gak jauh dari posisi bapak-bapak itu, gue ngeliat ada dua orang cowok kece. Kemejanya rapi bener, pake dasi, sepatunya cling mengkilap. Kayak mau ngelamar gadis orang.
Ngeliat mereka berdua berteduh sambil ngelap bajunya yang basah, gue langsung ngomong.
'' AH, CEMEN ''
Setelah selesai menoleh kanan-kiri gue kembali melanjutkan perjalanan. Hujannya makin deres pemirsa.
Gue pengen berteduh, tapi gak deh. Gue kan strong.
Sekitar 15 menit perjalanan, gue ngerasa ada yang bergerak di perut bagian bawah. Aneh memang.
Gue noleh ke perut.
IYAK BAGUS.
ANU GUE LEPAS.
EM MAKSUDNYA KANCING CELANA GUE LEPAS.
Bukan resletingnya, tapi kancing celananya. Kalo resletingnya sih kemungkinan masih bisa gue naikin lagi dengan tangan kiri dalam posisi di atas motor. Tapi kali ini yang lepas kancingnya. Pengaitnya.
Otomatis kalo pengaitnya udah lepas, perlahan-perlahan resletingnya bakalan turun.
Gimana cara gue memasangkan pengait ini? Ya kali gue berhenti di pinggir jalan, di tengah gerimisnya hujan trus narik-narik celana untuk dikaitkan lagi.
Untung celana jeans. Kalo rok, mungkin sudah melorot ke bawah.
Iya, gak usah di bayangkan.
Gue dilema.
Bingung harus memilih diantara dua pilihan.
Pilihan pertama, gue bawa motor kencang supaya gak ada orang yang ngeliat kalo celana gue lepas. Tapi jalanan macet, rame. Karena hujan mau gak mau gue harus lewat jalan raya yang padat. Kalo lewat jalan pintas, gue takut. Serem pas lagi hujan mendung gini.
Pilihan kedua, kalo gue bawa motor pelan, itu berarti akan ada banyak mata orang yang ngeliat celana gue yang lepas. Harkat marbat seorang Raisa bakalan turun drastis. Gue gak mau hal itu terjadi. Enggak mau.
Hari itu gue make jas kerja perempuan yang ada kancingnya. Dan itu sama sekali gak bisa membantu gue untuk nutupin celana gue yang lepas. Jas kerjanya pendek. Pas-pasan di pinggang.
Akhirnya gue memilih untuk ngambil pilihan kedua.
Tangan kanan di stang motor, sedangkan tangan kiri berusaha megang celana yang lepas supaya bisa tertutupi.
'' Ayo, Kir. Kamu pasti bisa. Semangat Kir, semangat. ''
'' Tutup yang rapat Kir, jangan biarkan mata yang lain memandang itu. ''
'' Sebentar lagi sampai Kir, 5 menit lagi. Semangat Kir. ''
Si tangan kanan tak henti-hentinya memberi semangat ke tangan kiri. Gue salut akan hal itu.
Dalam perjalanan perasaan gue bener-bener gak enak. Setiap berpapasan dengan orang, gue langsung parno dan berusaha menutup rapat celana dengan tangan.
Sesekali gue menunduk, memeriksa apakah resletingnya sudah turun. Dan alhamduliilah, resletingnya sudah turun setengah. Gue berusaha untuk menaikkan resleting lagi.
Belum ada 5 menit, resleting itu meluncur lagi ke bawah. Sial.
Demi celana yang lepas, gue bahkan rela menahan nafas agar gerakan perut pada saat tarikan nafas tidak terlalu berpengaruh untuk membuat resleting semakin turun habis ke bawah.
Gaes, ketahuliah. Ini masalah hidup dan mati.
Seumur hidup ini perjalanan paling ekstrim yang pernah gue alami.
Sesampainya di rumah, gue basah kuyup. Tapi setidaknya gue berhasil membawa pulang celana dengan kancing terbuka yang masih menempel di badan gue. Keprok-keprok
Selesai mandi.
Gue mulai flu, bersin-bersin.
Dan
Ternyata
Gue
Lemah.
Tapi baru kali ini doang kok. Beneran. Haha