• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan




'' Hahahaaaa aku ketawa mulu kalo inget itu, '' ledak suaraku memecah obrolan hangat yang sudah sedari tadi kita lakukan.

Aku mengangguk-ngangguk pasti sambil menahan senyum saat pikiranku kembali melayang pada masa-masa ketika kita duduk di bangku sekolah dulu. Membayangkan kita yang selalu berjalan kaki bersama saat hendak berangkat sekolah, dengan kamu yang selalu mengomel saat langkah kakiku berjalan dengan cepat. Dengan alasan, ' Biar aku bisa lebih lama ngobrol sama kamu, ' dan itu sukses membuatku menurunkan kecepatan langkah kakiku.
Aku hampir menahan tawa saat mengingat tingkah konyolmu yang selalu menghiburku di sela-sela pelajaran matematika yang membuatku bosan setengah mati.

Siapa sangka ' goodbye and goodluck ' yang pernah kutulis dua tahun yang lalu pada lembaran binder harian milikku saat terakhir kali kita bertemu, ternyata tidak membuat kita benar-benar berpisah tanpa bertemu muka seperti goodbye yang sesungguhnya.


Kita bertemu lagi. Saat ini.


Kita kembali bercerita tentang banyak hal yang masing-masing kita lewati selama kurang lebih dua tahun tak berjumpa. Juga tanpa komunikasi melalui media apapun. Segala tentang pekerjaan, keseharian, perkuliahan, teman-teman baru, teman kerja dan banyak hal lainnya kini mengalir menjadi obrolan di antara kita.

Sebenarnya banyak sekali yang ingin kutanyakan kepadamu. Apakah kamu masih tetap tidak menyukai minum dengan menggunakan sedotan? Apakah kamu masih meletakkan sate, sebagai makanan istimewa dengan nomor urut paling pertama? Lalu bagaimana dengan kebiasaanmu yang selalu membeli baju dengan jumlah selusin yang kerap sekali kamu lakukan? 'Supaya puas pakai baju yang sama setiap harinya, ' begitu alasanmu.

'' Kok bengong sih? ''

Aku terkejut dan mendapatkan ekspresi bingung penuh tanya yang tergambar pada raut wajahmu.
Wajahmu masih sama dengan wajah yang aku kenal pertama kali pada 5 tahun lalu.  Gaya bicaramu juga tetap sama, kali ini lebih berwibawa.

Sejujurnya, di sela-sela obrolan ini, aku benar-benar berharap agar waktu dapat berhenti sejenak. Barangkali hanya sekian detik. Aku masih bingung dengan apa yang membuatku ingin menahanmu di sini. Tetap dengan posisi duduk saling bertatapan seperti ini.

Aku terdiam. Sesekali senyum dan anggukan bergerak cepat seiring dengan lantunan cerita-cerita konyolmu. Aku hampir saja mati tertawa mendengarnya. Aku bahagia. Sungguh.

Bagiku, cuma kamu yang aku perbolehkan untuk membangunkanku dengan deringan handphone di tengah malamku.
Cuma kamu yang aku izinkan untuk menyeruput teh hangat tanpa izin dariku.
Cuma kamu yang aku perbolehkan untuk memaksaku mengenakan mantel, seperti yang selalu Ayah pesankan kepadaku.

Karena, cuma kamu yang bisa melakukan semuanya dengan cara semenyenangkan itu.





Share
Tweet
Pin
Share
39 comments
Hari Minggu di akhir Mei lalu, gue harus bangun pagi-pagi mempersiapkan diri untuk berangkat kuliah. Bayangan hari Minggu indah yang sudah lama gue nantikan, dimana gue bisa berbeha-beha, eh maksudnya berleha-leha di hari itu musnah begitu saja.


Duh typo. Huruf B dan huruf L deket banget soalnya. 



Deket ndasmu!


Hari itu gue ujian. Tanpa belajar sama sekali, bahkan nyentuh catatan juga nggak ada, gue berangkat ke kampus dengan wajah yang ceria. Penuh pesona. Aura kebahagiaan terpancar jelas di wajah gue.
Gue memang mahasiswi yang baik dan berguna.
Padahal mah dalem hati, ‘ mampus dah gue. Mau jawab apa ntar di lembar jawaban. '

Seperti biasanya, sebelum berangkat ke kampus, gue selalu menyempatkan diri dan mampir sebentar ke Indomaret. Karena bagi gue, hanya senyuman manis dari mas-mas indomaretlah yang bisa menyemangati hari-hari gue. 

Setelah masuk ke dalam indomaret, gue langsung berjalan menuju lemari pendingin  minuman.  Di sana berjejer rapi beraneka rasa minuman dingin. Iya dingin. Kayak chat gebetan kamu.

Pilihan gue jatuh kepada susu soya berbotol hijau. Alasan gue memilih susu soya berbotol hijau ini adalah karena gue cinta lingkungan. Gue cinta alam. Gue cinta tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau. Menyegarkan. Kalo kata Darma kayak cewe cewe yang keluar pake legging. Segar.

Tidak lupa pula gue membeli beberapa cemilan dan permen yang nanti akan gue makan sambil mengamati temen-temen yang sibuk menyelesaikan soal ujian. Ntaps.

Setelah membayar dan mendapatkan kecupan di kening serta ucapan selamat pagi dari mas-mas indomaret, gue langsung cus menuju kampus.

Benar saja. Kelas masih kosong. Kalo hati kamu masih kosong juga nggak?

Tepat jam setengah sembilan, ujian pun dimulai. Seorang pengawas terlihat memasuki ruangan kelas. Dengan tubuh tinggi karena rutin minum susu hilo sholehah, lelaki itu duduk dan meletakkan kertas ujian yang seabrek di atas meja.

Watdeff…

Gaes, ini  pengawas yang pernah menjadi pengawas ujian di kelas gue saat ujian semester satu lalu. Dan kenapa di semester tiga ini gue diawasin oleh bapak ini lagi sih. Dosen aneh yang pernah gue ceritakan di sini, ternyata kembali menjadi pengawas ujian gue di semester tiga ini.

Sejujurnya, gue amat senang jika memiliki pengawas ujian seperti beliau. Orangnya santai. Anak belakang mau nyontek modul, mau buka gugel, mau buka-bukaan baju juga silahkan. Pengawasnya bener-bener kalem. Wong jowo bangetlah. Apalagi kalo denger suaranya yang medok abis.

Lembar soal dan jawaban mulai dibagikan. Sebagai anak yang cerdas dan dididik oleh orangtua yang mengajarkan untuk tidak melalaikan waktu, gue langsung mengambil pena dan mengisi lembar jawaban tersebut.
Time is mani. 


Oke ralat. Maksudnya money. Okesip. 


Setelah selesai mengisi nama, tanggal dan mata kuliah di kolom data mahasiswa yang tertera pada lembar jawaban, gue kembali meletakkan pena. Gue menyandarkan badan serileks mungkin.

Perlahan gue membaca soal pertama.


Hmmm.




Hemmmmm…

Fak. Apa yang mau gue jawab di lembar jawaban ini !!


Untuk menenangkan diri, gue langsung mengambil susu soya yang tadi gue beli. Dengan berkali-kali teguk sampai menghabiskan setengah isi botol susu soya, gue menutup kembali botol tersebut dan meletakkannya di meja kuliah.
Entah kenapa, ketika itu mata gue menangkap sesuatu yang membuat gue cukup terdiam beberapa lama.
Bukaaan. Bukan menatap anak –anak belakang yang lagi buka-bukaan baju. Mata gue menangkap sebuah deretan angka yang tertera di leher botol susu soya yang gue minum barusan.


Exp: 12 May 2016


BANGKE, MINUMANNYA KADALUARSA !


Saat itu gue bener-bener shock. Bagaimana kalau gue nanti mati mendadak? Ujiannya kan belum kelar. Gue juga belum menikah, gue belum minta maaf lahir batin juga ke mbak kantin sekolah yang dulu sering gue minta kembalian empat rebu padahal uang gue cuma dua rebu. Gorengan dapet, uang juga dapet dua kali lipat.

Aku anak cerdas.

Saat itu gue bener-bener gelisah. Badan gue berkeringat dingin, kepala gue mendadak pusing. SOAL UJIANNYA SUSAH AMAT SIH ELAAAH. 

Tidak hanya itu, secara perlahan gue mulai merasakan sesuatu yang aneh di perut gue. Perut gue rasanya sakit. Sakiiiit banget.  Seperti ada yang tekanan kuat yang melilit perut gue. Gue sampai menunduk karena menahan sakitnya.


Saat menahan sakit itu juga gue baru sadar akan satu hal.


Jangan pake ikat pinggang terlalu kencang!


Karena gue orangnya suka curhat, gue langsung memberi tau temen yang duduk di samping kiri kanan, depan belakang dan dan beberapa deretan samping kanan gue. Dengan memasang muka heboh berharap belas kasihan dan kepedulian para teman-teman, gue membuka suara.

  ‘’ Duuuh gue barusan minum, minuman kadaluarsa nih. Gimana huhuuu. ‘’

Dan respon temen-temen,

  ‘’ Oh ya? Beli di mana? ‘’
  ‘’ Nggak papa kali. ‘’
  ‘’ Woleeesss ‘’

PAPAAN NEH. KENAPA NGGAK ADA YANG KHAWATIR SAMA GUEEEE


Tapi syukurlah, setelah meminum susu soya kadaluarsa itu, gue nggak merasakan perubahan apapun pada diri gue. Malahan minuman kadaluarsa makin terasa enak. Lah nagih~

Mata kuliah yang diujiankan pun mulai dilewati satu persatu. Sampai pada akhirnya gue menerima lembar soal dengan tulisan mata kuliah Statistika II. Asli. Gue cengo melihat lembar soalnya. Untuk beberapa saat, gue diem.


Sampe 15 menitan.

Selama 15 menit itulah gue menghabiskan waktu dengan memakan permen, sari roti serta mocca float yang gue jejerkan rapi di atas meja. Entah kenapa, setiap kali berada di kelas, gue selalu menggunakan dua meja untuk gue pakai sendiri. Dan karena itu pula, sampai sekarang gue masih penasaran siapakah penemu meja kuliah?

Asli. Gue selalu kesel setiap kali ada barang-barang yang jatuh dari meja.
Entahlah, intinya gue masih bertanya-tanya apa visi dan misi terciptanya meja kuliah yang ukurannya sama kayak tingkat kemungkinan kamu untuk jadi pacar dia. KECIL!

Setelah menghabiskan waktu 15 menit untuk mengemil, tiba-tiba gue mendapatkan sebuah hidayah. Entah kenapa secara mendadak gue langsung memutuskan untuk menyudahi acara mengemil itu dan langsung mengerjakan soal ujian statitiska II. Dengan sekali bertanya pada teman yang duduknya di belakang gue, gue langsung bersemangat untuk mengerjakan soal ujian tersebut.

Aneh. Kenapa gue bisa tiba-tiba sok tau gini. Hmm sepertinya efek minuman kadaluarsa itu baru terlihat sekarang.

Karena terlalu bersemangat, gue lupa bahwa ada satu kolom pada tabel yang belum gue kerjakan. Daripada menghapus tabel dengan mencoretnya, yang membutuhkan waktu lama daripada menghapus kenangan bersama mantan, gue memutuskan untuk mengganti lembar jawaban baru.

Gaes, ini dejavu banget.

Semester satu kemaren, dengan pengawas yang sama, karena salah menulis ayat, gue juga meminta lembar jawaban baru ke pengawas.
Dengan langkah pasti gue berjalan mendekati bapak pengawas.

  ‘’ Pak, saya boleh minta lembar jawabannya lagi nggak? ‘’
  ‘’ Iya ini. ‘’

Pengawas menyodorkan selembar kertas jawaban ke arah gue. Gue mengambil kertas tersebut dari tangannya.

Dan disaat bersamaan, bapak pengawas itu menahan kertas lembar jawaban itu dengan tetap memegangnya.


Yak. Terjadilah tarik menarik kertas yang hanya berlangsung beberapa detik sebelum pada akhirnya gue memberikan senyum dan anggukan kepadanya.

Tapi lembar jawaban itu masih ditahan di tangan pengawas. Ya Allah, tolong.
Gue mengangkat kepala dan menatap wajah lelaki itu, FAK dia memperhatikan gue dengan raut muka yang serius diikuti dengan senyuman kecil. Ini pengawas maunya apa cobaaa??

Nggak mau kalah, gue juga menatap wajah bapak pengawas tersebut.

Kami saling bertatapan.
Saling menyukai.
Dan saling mencintai.


KAGAK!


Setelah gue mengerutkan alis pertanda heran, pengawas tersebut melepaskan kertas lembar jawabannya kepada gue.
Awkard banget. Gila.

Ujian pun berlangsung dengan khidmat. Tepat sekitar jam 5 sore, ujian semester tiga di hari itu pun usai. Setelah membereskan barang-barang, gue berteriak kepada anak-anak kelas.

  ‘’ MANTEMAN, BESOK KALO PUASA KITA BUKA BARENG YA. AKU YANG BUKA, KALIAN YANG LIAT BARENG. ‘’


Ya Allah puasa. Maap.

Nggak gitu.

  ‘’ MANTEMAN, BESOK KALO PUASA KITA BUKA PUASA BARENG YA. NANTI KITA BAHAS LAGI DI GRUP. ‘’

Yang direspon oleh ucapan setuju dari beberapa suara mahasiswa.

  ‘’ Oke oke. Kita atur aja ya. ‘’

  ‘’ Iya nanti kita bicarain lg ya. ‘’

  ‘’ Nice info gan. ‘’

Anak-anak lain mulai meninggalkan kelas setelah bersalaman sekaligus minta maaf lahir batin dengan pengawas. Gue yang kerepotan menyusun barang serta mengumpulkan sampah kemasan cemilan gue, membuat gue cukup lama keluar dari kelas.
Setelah membuang sampah pada tempatnya, gue langsung mengampiri bapak pengawas. Gue mengulurkan tangan.

 ‘’ Pak, mohon maaf lahir batin ya. ‘’

Bapak pengawas menyambut uluran tangan gue.

  ‘’ Iya, sama-sama ya engg… Ayu, ‘’ ujarnya setelah melihat nama gue di kertas absensi.  Gue tersenyum dan menarik uluran tangan gue. 

Tapi, alam berkata lain. Tangan gue ditahan oleh beliau. Anjir. Serem amat. Mana gue cuma berduaan doang di dalam kelas.  Bapak pengawas tersenyum bahagia menatap gue. Senyumnya senyum misteri illahi.

  ‘’ Hmm besok mau buka puasa bareng di mana? ‘’ Bapak pengawas mengajak gue berbicara dengan tangan gue yang tetep di eratnya. So sweet. 

  ‘’ Ngg ngga nggak tau, Pak. Masih belum didiskusikan sama temen-temen. Heheeee.. ‘’

Itu adalah ‘heheee’ paling kaku diantara ‘heheee’ lainnya yang pernah gue ucapkan kepada siapapun.

  ‘’ Pak, saya pulang dulu ya. Udah mau hujan nih, ‘’ ujar gue sambil terus menerus menarik tangan gue agar lepas dari genggamannya.

  ‘’ Oh iya iya. Hati-hati ya pulangnya. ‘’

  ‘’ Iya, Pak. ‘’

Gue langsung terburu-buru menuruni anak tangga. Jantung gue berdegup kencang. Ya Allah itu pengawas gue kenapa sih?
Kenapa coba dia genggam tangan gue dengan waktu yang lama? Kan gue jadi teringat genggaman tangan mantan. HALAH.
Hari itu gue bener-bener ngerasa takut nggak karuan. Bayangan-bayangan ‘andai saja’ yang jika terjadi saat itu bermunculan di benak gue.

Tapi untung saja semua itu nggak terjadi. ;(
 Bener-bener dah itu pengawas. Minta ditendang banget. Aseli. 






 ***

Betewe udah masuk bulan ramadhan, mohon maaf lahir batin ya manteman. Aku sayang kalian lahir batin. Uwuwuwuww
Mwah. :*








Share
Tweet
Pin
Share
54 comments

Hari Kamis tanggal 26 Mei kemarin adalah hari bersejarah bagi keluarga gue. Terutama bagi adik gue, Adam. Di hari itu, ia harus merelakan ujung  tititnya dipotong oleh dokter.








Iya. Hari itu, Adam disunat.



Sore sekitar pukul empat saat gue berada di kantor, hp gue berdering. Nama Ibu tertera di layar hp gue. Gue pun langsung mengangkat panggilan itu.

 ‘’ Adam disunat jam lima, Lan. ‘’

‘’….’’

‘’ Rencananya kan tadi pagi Adam disunat, tapi pak mantrinya bilang sore aja, soalnya pagi tadi pak mantrinya nggak bisa. ‘’

‘’….’’

‘’ Koe mau liat, Lan? ‘’

Gue hening dengan waktu yang cukup lama.

Ya Allah, ini mau liat kangen band atau mau liat Adam disunat sih? Pake ditawarin mau liat-mau liat segala. Yaa gue MAU LAH.
Kapan lagi coba gue bisa menyaksikan adegan terkejam sepanjang sejarah hidup gue. 

 ‘’ Yaudah iya, Bu. Jam lima kan? ‘’

‘’ Iya, Lan. Bawa kamera hp ya. Nanti kita video.‘’

Tuh kan bener. Kayaknya Ibu nyuruh gue videoin kangen band pas nyanyi Yolanda nih. Pasti.

Sepulang kerja, gue langsung meluncur menuju alamat rumah sakit yang Ibu beritahu sebelumnya. Tepat ketika gue memarkirkan motor di sana, gue melihat seorang anak turun dari mobil dengan tampang kusutnya. Alisnya mengkerut. Mungkin dia lupa untuk menggunakan yang anti kerut, anti bocor, charm body fit.
Anak lelaki itu celingukan menoleh ke kanan dan ke kiri. Kayak mau nyebrang. Padahal posisinya sedang berdiri di parkiran rumah sakit yang terlihat sepi. Gue melepas helm lalu menghampirinya.

‘’ ADAM!! ‘’

Adam menoleh ke arah gue, sang kakak yang memiliki budi pekerti luhur. Adam mengernyitkan dahinya dan memasang muka jijik saat gue menghampirinya. Gue biasa aja sih. Udah sering digituin soalnya. Lebih tepatnya gue memang menjijikan.
Sambil menunggu dokternya datang, kami berlima duduk rapi di ruang tunggu. Gue yang ketika itu duduk di samping Adam mendapatkan sebuah pertanyaan dari bocah kecil itu.
‘’ Wam, nanti enggak sakit kan pas disunat? ‘’

 ‘’ Ya enggaklah. HAHAAA. Nggak bakal sakit. Adam tenang aja ya. ‘’

‘’ Sakitnya sedikit kan, Wam? ‘’

‘’ Iya. Dikiiiiiiiiiiitt banget… ‘’

Adam senyum-senyum sambil menggoyangkan kakinya yang menggantung di bangku. Tepat jam setengah enam lewat beberapa menit, Adam dipanggil masuk ke dalam ruangan. Sayang seribu sayang, kalo nggak sayang ya nggak usah bilang sayang, yang diperbolehkan masuk oleh si perawat hanya Ibu, Ayah dan Adam, si pasien. Sementara gue dan Nova harus menunggu di ruang tunggu dengan penuh kecemasan dan rasa khawatir.
Cemas kalo nanti tititnya jadi rata. Kan kasian. Masa depannya terancam punah.



Satu menit…




Dua menit….




Tiga menit…...




Empat menit..…..





HUUUUUWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA. HUWAAAAAAAAAAAAAA



Gue dan Nova saling berpandangan dan tanpa dikomando, tawa kami pecah begitu saja. Kakak macam apa kami berdua. Tertawa diatas penderitaan titit yang terpotong.
Gue dan Nova kemudian diam dan kembali mendengarkan suara jeritan dari ruangan yang ada di sebelah kami.

‘’ Jangan suntik lagi dokter. HUWAAAAAAAAA ‘’

Gue dan Nova kembali tertawa. Asli. Hari itu gue bener-bener sakit perut karena kebanyakan tertawa. Gue masih nggak nyangka, Adam yang selama ini sok jagoan di rumah karena merasa anak laki-laki satu-satunya ternyata bisa nangis saat disunat.


‘’ DOKTEERR JANGAN PEGANG JARUM DOKTEEEERRR HUWAAAAAAA ‘’

Untung aja Dokternya nggak jawab, ‘’ Trus saya harus pegang apa dong? ‘’
Yang kemudian dijawab kembali oleh Adam, ‘’ Berpeganglah pada keimanan dan ketaqwaan, Dokter. ‘’


MASYAALLAH.


Trus Adam nggak jadi sunat. Dokternya langsung umroh.



Proses sunat kembali dilanjutkan dengan khidmat. Sampai akhirnya…

‘’ DOKTEERRR BENANGNYA PANJANG-PANJANG DOKTEEERRR.. ‘’

Sumpah. Gue kalo jadi dokternya, rasanya gue pengen berbisik ke telinga Adam, ‘’ Nak, ini saya mau nyunat. Bukan mau bikin layangan. ‘’

Setelah setengah jam berlalu dan proses pemotongan titit Adam selesai, pintu ruangan perlahan terbuka. Adam berjalan keluar dengan dibimbing Ibu dan Ayah dikedua sisinya. Lagi dan lagi gue ngakak nggak karuan. Sarung dengan warna pink menjulur indah membalut tubuh Adam dengan ujung sarung yang diikatkan pada lehernya.


Sarungnya kenapa mesti warna pink sih? Elaah.


Gaes, ini jelas-jelas telah menjatuhkan kejantanan seorang Adam yang ketika itu baru saja selesai sunat. Cuma lelaki sejatilah yang berani disunat, tapi kenapa kain sarungnya mesti warna pink. Ya Allah.
Ketika Adam telah masuk ke mobil dengan digendong Ibu, gue hanya melambai-lambai penuh bahagia ke arahnya. Setelah mobil menghilang di belokan, gue tidak langsung pulang ke rumah. Tujuan gue adalah mengabulkan permintaan Adam yang sudah lama ia minta dengan ucapan ‘kalo Adam disunat…’, dan hari ini gue harus mengabulkan permintaannya.
Adam minta dibelikan psp.

Ini permintaannya nggak asik banget. Kalo disunat, minta dibelikan psp. Gue kalo jadi Adam, trus disunat, gue bakal minta nama gue tercantum di surat tanah dan kepemilikan rumah ini. Ntaps!

Dasar anak nggak tau diri!

Sesampainya di rumah, gue langsung memberikan psp kepada Adam. Dan gaes, mata gue melihat banyak sekali makanan yang berada tepat di dekat kepala Adam. Di sana tergeletak makanan seperti, roti, susu beberapa kotak, energen satu renteng, cokelat, dan berbagai jenis cemilan lainnya yang banyak banget anjir.

Ini emak gue mau buka lapak jualan atau mau ngadain sahur on the road sih?

Terlepas dari memperhatikan berbagai cemilan yang menggoda nafsu itu, gue beralih untuk melihat ada apa dibalik sarung pink milik Adam. Ini kalo gue jadiin film, pasti judulnya AADSPMA. Film AADC 2 mah lewat.
Setelah Adam menyibak sarung pink imutnya, kali ini gue melihat sesuatu yang tak kalah imut. Iya, titit Adam dengan keadaan diperban terpampang indah penuh pesona.
Satu hal yang terbesit di pikiran gue,

‘’ Kok jadi kecil? ‘’

Perbannya.

Hari itu, untuk yang pertama kalinya gue melihat kondisi titit setelah disunat. Pengetahuan gue bertambah satu. Pengetahuan tentang titit.


***

Hari-hari berikutnya, rumah gue mulai berdatangan para tetangga, teman Ayah dan teman Ibu.
Untuk apa mereka datang? Yak benar.
 Untuk melihat titit Adam. Kalo kalian mengira Adam akan seperti anak-anak lain sehabis sunat pada umumnya yang menggunakan sarung, perkiraan itu tidak akan kalian temukan pada Adam. Dari hari pertama di rumah setelah sunat sampai gue mengetik tulisan ini, Adam tidak pernah menggunakan sarung untuk menutup titittnya.

Dan jelas sekali, saat orang-orang berdatangan untuk menjenguk Adam yang habis sunat, Adam dengan rasa bahagianya akan menyambut para tamu dengan keadaan terbaring di kasur dan titit yang terpampang penuh kharisma.
Setiap hari ada saja temen Ayah ataupun Ibu yang sengaja berkunjung ke rumah demi menonton titit Adam. Sebagai mahasiswi ekonomi, gue melihat ini sebagai peluang bisnis. Gue punya rencana, nanti gue bakal bikin spanduk dan brosur serta tiket masuk untuk menonton titit Adam. Satu tiket dijual dengan harga 25K. Sedangkan untuk kursi VIP dengan harga 85K sudah termasuk makan siang, tanda tangan dan foto dengan pemilik titit. Yang minat PING!

Percayalah, gue melakukan ini semua demi mengembalikan uang gue yang sudah melayang untuk membelikan psp kepada Adam.


Bukan, bukan gue nggak ikhlas. Masalahnya adalah, KENAPA ADAM SUNAT DI AKHIR BULAN SIHH ELAAAH

Gue akhir bulan aja udah setengah mati mikirin duit yang semakin tipis. Gue ngeluarin duit seribu untuk bayar parkir aja harus diiringi derai air mata dulu karena mengingat uang seribu itu sangat berarti di akhir bulan bagi gue. Lah ini Adam malah sunat di akhir bulan.

Ya Allah.

Tapi ndak papa. Aku ikhlas. Ini semua demi titit Adam. Demi masa depan nan gemilang Adam. Demi anak cucunya nanti. Aku ikhlas.


***

Saat beberapa teman Ayah dan Ibu datang menjenguk Adam ke rumah, temen Ibu berkata, ‘’ Laki-laki sama perempuan adil ya, Bu. Laki-laki sakitnya di waktu sunat, sementara perempuan sakitnya di waktu melahirkan. ‘’

Spontan gue menjawab, ‘’ Tapi perempuan kan melahirkan berkali-kali. Nggak ada laki-laki yang sunatnya berkali-kali. ‘’

Teman Ibu langsung diam dan manggut-manggut. Dalam hatinya, ‘’ Bgst juga nih anak! ‘’


***
Dan setiap kali ada tamu yang datang ke rumah, Adam selalu mendapatkan selipan uang di tangannya dengan ucapan yang rata-rata sama, ‘’ Nih buat Adam, untuk beli permen. ‘’ atau ‘’ Nih buat Adam, untuk beli jajan. ‘’


((BELI PERMEN))
Ya lu pikir aje beli permen sebanyak itu. Ntar tititnya sembuh, giginya yang mendadak sakit.

Hampir setiap malam Adam mendapatkan selipan uang ditangannya dari temen-temen Ibu juga Ayah. Bener-bener mendadak jadi kaya nih bocah. Gue nggak bisa bayangin kalo minggu depan tau-tau Adam udah bangun kos-kosan di belakang rumah.

Asli. Enak bener idupnya.
Yang gue takutkan, dengan uang yang banyak, Adam bakal jadi rentenir. Trus malak-malakin orang ke rumah-rumah. Nagih utang. Penampilannya kece. Necis abis. Pake jas, pake dasi, kacamata item, tapi belom bisa pake celana. Soalnya tititnya belum kering. Kan habis disunat.
Tapi…


RENTENIR MACAM APA ITU!

Oke. Lupakan.


Setelah menemani Adam sunat dan melihat ‘after dan before’nya, gue bisa mengambil kesimpulan dari hal itu.


Kesimpulannya adalah :

‘’ MAU KAYA? AYO SUNAT! ‘’


‘’ SUNAT PANGKAL KAYA ‘’







Share
Tweet
Pin
Share
47 comments
Sudah seminggu gue sakit. Dimulai dari Rabu minggu lalu, gue mendadak demam, batuk dan flu. Itu semua menyebabkan gue harus beristirahat penuh satu harian di rumah dan meninggalkan pekerjaan kantor selama satu hari.

 

Keesokan harinya di hari Kamis, karena gue ngerasa sudah cukup enakan, gue memilih untuk kembali masuk kantor. Cuma pusing-pusing dikit, ya wajarlah. Kan belum sembuh total. Hari berikutnya gue mulai ngerasa kalau badan gue semakin nggak enak. Mata gue anget, nafas gue anget juga kepala gue terasa pusing.

Awalnya gue mau ngadu ke Ayah kalo gue sakit. Tapi gue udah yakin kalo Ayah pasti bakal menjawab aduan tentang sakit apapun dengan ucapan, ‘’ Kurang minum itu. Harus banyakin minum. ‘’ Simpel.

Gue kalo pusing, trus ngadu ke Ayah, pasti dibilang penyebabnya karena kurang minum.
Gue kalo sakit perut, trus ngadu ke Ayah, pasti dibilang penyebabnya karena kurang minum.
Gue kalo keseleo, trus ngadu ke Ayah, pasti dibilang penyebabnya karena kurang minum.


INI LAMA-LAMA KALO GUE PANUAN, TRUS NGADU KE AYAH, PASTI DIBILANG PENYEBABNYA KARENA KURANG MINUM JUGA!


Sepulang kerja, gue langsung mandi dan goleran di atas tempat tidur. 


Dan di sinilah hal buruk itu terjadi.

Seusai magriban, gue ngerasa badan gue semakin anget. Kepala gue terasa nyut-nyutan. Ibu yang saat itu akan pergi keluar bersama Ayah tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan melihat anaknya yang cantik jelita ini terbaring lemah tak berdaya.

  ‘’ Koe udah makan, Lan? ‘’

Gue cuma mengangguk. Biasa, kan lagi sakit. Jadi bawaanya lemes gitu. Mau ngomong aja susah. Apalagi ngomong sambil kayang. Lagian siapa juga yang mau ngomong sambil kayang.

  ‘’ Itu obatnya diminum di sana. Ibu mau pergi dulu.‘’

Setelah Ibu dan Ayah pergi keluar, tidak ada yang bisa gue lakukan selain tiduran, selimutan dan stalking mantan. Lah kagak. Mantan mah ngapain diurusin. Biarkan saja dibahagia dengan yang lain. Hasoy dah. Mengingat lusa gue ada jadwal kuliah, gue langsung bangkit dari tempat tidur. Gue nggak boleh membiarkan penyakit ini lama-lama bersarang di badan gue. Dengan langkah pelan, gue berjalan menuju kotak obat dan memilih obat sesuai gejala sakit yang gue rasakan. 


Flu dan demam.

Dengan penuh percaya diri, gue mengambil obat Molexflu untuk meringankan flu, dan obat Paracetamol untuk meringankan demam gue. Di sini gue ngerasa udah kayak dokter yang dengan cepat bisa tau segala resep obat yang harus diminum sesuai dengan sakit yang dialami. Gilaa ya. Gue keren banget. Fix lah, gue jadi dokter aja. Cita-cita gue jadi dokter. Titik.

Gue meminum kedua obat tersebut dan langsung balik ke kamar untuk kembali goleran. Tidak berapa lama setelah gue kembali ke kamar, Ibu dan Ayah tampak sudah pulang ke rumah. Ibu tiba-tiba saja masuk ke kamar gue untuk melihat bagaimana kondisi anaknya tercinta ini.

  ‘’ Udah diminum obatnya, Lan? ‘’

  ‘’ Iya udah, Bu. ‘’

  ‘’ Obatnya apa yg koe minum? ‘’

  ‘’ Obat Molexflu dan Paracetamol. ‘’

  ‘’ GILA KOE YAAA ‘’



Gais, gue salah apa coba? Gue sakit, udah minum obat, malah dimarahin Ibu, dikatain gila.



  ‘’ Hah? Kenapa, Bu? ‘’ Ibu terlihat panik sambil terus mengomeli gue. Asli, gue sama sekali nggak ngerti apa-apa.

   ‘’ Itu molexflu dosisnya sudah tinggi. Dalam molexflu itu udah ada terkandung paracetamol 500 mg. Ditambah koe minum paracetamol lagi 500 mg. Haduuuuh sembarangan aja minum obat. ‘’ Ibu masih saja mengomeli gue karena sudah ceroboh meminum obat.
Detik itu juga, harapan serta cita-cita gue untuk jadi seorang dokter musnah seketika. Gue dodol. Banget. Aseli dah.

  ‘’ Ya mau gimana lagi dong. Udah terlanjur diminum, ‘’ ujar gue karena tidak tau harus berbuat apa lagi selain pasrah. 

Ibu keluar dari kamar gue dengan tetep mengomel panik. Malam itu, Ibu bener-bener rempong. Bagaimana kalo gue over dosis?
Dengan kondisi badan yang bener-bener lemas, gue berjalan menuju kotak obat. Gue membaca kandungan obat Molexflu dan Paracetamol yang gue minum tadi. Dan benar sekali apa yang Ibu bilang.  Itu artinya, gue sudah mengonsumsi Paracetamol sebanyak 1000 mg. Ntaps
Setelah balik ke kamar , gue ngerasa semakin lemas. Nggak bisa ngapa-ngapain. Dalam hati gue juga takut kalo akan terjadi sesuatu hal pada diri gue sendiri.

Beberapa menit kemudian, gue merasakan ada sesuatu yang aneh. Jantung gue berdegup kencang. Gue mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar. Tidak ada siapapun. Setahu gue, jantung gue akan berdegup kencang jika melihat ada abang-abang ganteng di dekat gue. Namun, malam itu tidak ada seorang pun di kamar gue. Abang ganteng apalagi.

Jantung gue berdegup makin kencang. Nafas gue sesak. Padahal beha gue nggak kekecilan.

Gue hanya bisa diam dan merasakan kencangnya degup jantung di dada gue. Gue meletakkan tangan di atas dada. Degupan itu terasa lebih jelas.
Gue menarik nafas dalam sebelum pada akhirnya gue merasa ada sesuatu yang sesak dan berat di dada gue.

Gue mengganti posisi tidur dari yang semula miring ke kanan menjadi posisi telentang.


Jantung gue semakin berdegup kencang.



Gue mulai keringat dingin.


Degupannya semakin kencang.



Kencang.


Dan akhirnya gue terlelap tidur.



Hingga pada tengah malam gue terbangun karena merasa cukup lapar. Gue membuka kulkas dan menemukan sebuah roti tawar didalamnya.
Malam itu, gue memakan roti tawar sambil bergumam dalam hati, ‘’ Tidur gue lelap banget tadi. Kayaknya ini karena efek over dosis tadi deh. ‘’


Jadi kesimpulannya… yaa gitu.

Dan sampai gue mengakhiri tulisan ini, gue masih aja flu. Gue udah flu selama 2 minggu.
Gilaaaa. Flu apa yang sampe 2 minggu :(



Betewe, gue ada tebakan nih. Flu, flu apa yang bikin nyaman. Hayooo?


BERADAAA DI FLU-KANMU. MENYADARKANKU. 
APA ARTINYA KENYAMANAN, KESEMPURNAAN. CINTAAAA~






Share
Tweet
Pin
Share
37 comments

                                 


Di hari Sabtu yang bahagia, langit tidak henti-hentinya menurunkan air hujan ke muka bumi. Kenapa gue bilang bahagia? Iya bahagia. Dengan cuaca dingin yang seperti ini, gue bakalan bisa tidur nyenyak dengan mudahnya. Gue bisa sembunyi dan bergumul dengan hangatnya sang selimut.
Namun, semua berubah saat kepala gue yang secara tiba-tiba memutar ingatan dengan chat Lisa. Chat yang berisi. ‘’ketemuan hari Sabtu jam tujuh ya. ‘’ itu mendadak membuat gue langsung menyambar hp.
Gue langsung saja menelfon Lisa, teman semasa SMK gue dulu.


  ‘’ Sa, lagi di mana? ‘’
  ‘’ Lagi di rumah. Kamu lg di mana, Lan? ‘’
  ‘’ Aku lagi di rumah, lagi ngeluarin motor. Tinggal ngegas aja nih. ‘’
  ‘’ Iya iya, Lan. Ke rumah Roza dulu ya. ‘’
  ‘’ Oke. ‘’


Selesai menyudahi obrolan via telfon itu, gue langsung manyambar handuk dan ngacir ke kamar mandi. Setelah gue rasa semuanya cukup, gue langsung izin ke Ayah Ibu, menutup pintu dan cuuuss langsung menuju rumah Roza.
Hari itu, Roza yang sedang berkuliah jauh akhirnya pulang ke rumahnya. Seperti biasa, kalo Roza pulang ke sini, gue dan Lisa pasti langsung membuat rencana untuk berkumpul bersama.

Sesampainya di rumah Roza, gue menemukan Roza masih dengan tampang lusuh dan baju rumahannya. Iyak, ini anak bener-bener nggak berubah ya dari dulu. Kalo janjian, pasti selalu nggak on time.
Nih ya, kalo kalian sering punya temen yang janjian jam 7 tapi datangnya jam 8 mah nggak papa. It’s okay. Wajar sih. 
Kalo Roza, beda. Janjian jam 7, mandinya jam 8.
Alhasil, saat jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam, kami berangkat menuju Café Diya. Sempat terjadi obrolan absurd antara gue dengan Roza. 


R (Roza)
G (Gue, perempuan yang mencintai dia dalam diam)

R: Kita kemana nih, Lan?
G: Kata Lisa, ke Café Diya.
R: Café dia? Lisa punya café?
G: Iya Café Diya.
R: Sejak kapan Lisa punya Café?
G: Nganuuu maksudnya Café Diya. D-I-Y-A

Ini gue salah ngomong ya? Teros coro mocone piye? ;(




Setelah gue mengeja satu persatu huruf dalam nama Café tersebut, tawa Roza  pecah seketika.

Sesampainya di Café Diya, kami berempat turun dari motor. Iya kami berangkat berempat bersama Sari, teman kami juga yang ternyata sedang off day setelah kerja nun jauh di sana.

Cafenya adem. Sunyi. Senyap. Hanya ada beberapa pasangan muda-mudi yang terlihat bercengkerama dengan mesranya. Gue lupa untuk mengatur hari untuk tidak keluar malam. Gue lupa kalo ini malam minggu. Oh no!
Satu hal yang pertama kali terlintas di benak pikiran gue. Sumpah, ini cafenya kenapa remang-remang banget anjir. Ini café atau tempat prostitusi? Gue sempat curiga dengan teman-teman gue. Apa jangan-jangan mereka sengaja membawa gue ke sini untuk menjual  gue?
Nggak salah nih mereka? Dada rata gini masak laku sih? Minta naikan harga dikit bisa keleus.



Lah sitai.




Sebelum pikiran aneh itu makin panjang, gue langsung menepis dugaan-dugaan itu. Gue percaya dengan mereka kok. Mereka anak baik-baik. Mereka perempuan baik yang sholehah. Gue masih ingat jelas waktu masih masa sekolah dulu, Lisa pernah mengajak gue dan Roza untuk ikut pengajian. Dalam pengajian ini, nantinya akan ada pembedahan al-quran. Seperti membahas ayat-ayat yang ada di dalam al quran. Gue langsung ngerasa jadi Zaskia Adya Mecca yang cantik jelita dan sholehah saat pertama kali ikut pengajian bersama Lisa dan Roza.

Pengajian yang diadakan sekali seminggu itu sukses membuat gue hadir dengan sekali pertemuan saja.

Setelah gue tidak lagi ikut pengajian itu, gue tetep ngerasa jadi Zaskia. Tapi kali ini Zaskia Gotik. ;(
Tapi gue hapal pancasila kok. Serius.


Beberapa minggu setelah gue tidak lagi ikut pengajian itu, Roza akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak sesat dan laknat gue. Roza berhenti dari pengajian itu. Sungguh, kami perempuan yang tidak sholehah.
Dan karena itu, gue belum berani beli susu Hilo Sholehah. Bukan, bukan karena gue tidak sholehah. Tapi karena harganya. Mahal banget kampret.



Karena belom sholehah juga sih.



Kalo gue boleh minta satu permintaan, bisa nggak pabrik susu Hilo nyiptain produk susu dengan nama produk, susu Hilo Pra-Sholehah.


Pasti gue beli deh itu. Bener.


*** 

Sesampainya di dalam Café Diya yang tentunya setelah gue melewati area para muda mudi ngedate, kami langsung berjalan untuk mencari meja yang kosong. Setelah melalui berbagai pertimbangan, gue dan Roza langsung saja memilih salah satu meja yang berada di tengah-tengah yang mengarah ke dinding. Sepertinya, gue tidak salah memilih tempat. Lah iya, wong tempat yang tersedia cuma tinggal satu meja doang.
Setelah memesan makanan dan minuman, kami berempat mulai membuka suara dan saling bercerita tentang apa yang dialami masing-masing selama akhir bulan ini. Hingga entah darimana awalnya tiba-tiba saja obrolan melenceng hingga membahas soal asmara.

  ‘’ Kamu masih sama Reksi, Sa? ‘’ tanya gue kepada Lisa. Lisa mengangguk dan mengembangkan senyumannya.

  ‘’ Wah langgeng ya, ‘’ ujar gue. Sayup-sayup lagu Pasto terdengar memenuhi segala penjuru Café Diya. Membuat pasangan muda-mudi semakin terbawa hanyut oleh keromantisan.

  Lisa yang sudah 3 tahun berpacaran dengan pacarnya itu sukses membuat gue bertanya-tanya dalam hati tentang apa rahasia langgengnya suatu hubungan. Obrolan kembali berlanjut saat Sari menceritakan bahwa ia sedang mengalami cinta lokasi dengan rekan kerjanya.

  ‘’ Kamu masih Za? ‘’ Kali ini Lisa yang bertanya kepada Roza mengenai status perempuan itu.

  ‘’ Masih single? Iya. Hehehe, ‘’ Roza cengengesan sambil sesekali mencolek kentang goreng ke dalam tumpukan saos. Gue masih heran sama Roza, itu anak masih aja betah ngejomblo. Iya sih dia jomblo, tapi gebetannya banyak. Seru.

  ‘’ Kalo kamu, Lan? Masih? ‘’

  ‘’ Masih sama yang kemaren? ‘’

Lisa mengangguk. Gue menghela nafas lalu menggelengkan kepala perlahan. Alis Lisa mengkerut, seolah menandakan bahwa itu adalah pertanyaan ‘mengapa’ yang ia tujukan kepada gue.

  ‘’ Nggak cocok lagi. ‘’ 

Lalu mengalirlah cerita tentang kandasnya hubungan gue yang sempat gue jalani selama tahun 2015 lalu. Tentang bagaimana gue yang mencoba selalu berpikir positif, sabar dan memilih untuk mempertahankan hubungan ketika itu. Hingga akhirnya gue lelah untuk berjuang sendirian dan memutuskan untuk berhenti. Beberapa hari setelah kami mengambil jalan masing-masing, ia datang kembali untuk meminta hati gue LAGI.
 
  ‘’ Dia minta balikan lagi? Kenapa nggak mau, Lan? Kasih kesempatan dong. Semua orang punya salah kok. Nggak ada salahnya maafin dia. ‘’

  ‘’ Sa, ini bukan masalah tentang salah ataupun menerima permintaan maaf dari seseorang, tapi ini lebih ke perasaan kecewa karena tidak dipedulikan. Hanya itu. Mengenai permintaan maafnya, jauh dari dulu aku sudah memaafkan kesalahan dia. ‘’

  ‘’ Tapi kan nggak ada salahnya untuk buka pintu hati lagi. Siapa tau dia nggak bakal ngulangin kesalahan itu kembali, ‘’ ujar Lisa. Gue kembali menggeleng. Kali ini lebih mantap.

  ‘’ Kesalahan itu udah terlalu sering, Sa. Kesalahan dia yang seperti apa lagi yang belum aku maafin? ‘’


Lisa manggut-manggut. Sementara Roza dan Sari hanya diam menyaksikan kami yang berbicara dengan pendapat yang berbeda. Gue tau, gue dan Lisa adalah sosok kepribadian yang bertolakbelakang. Lisa dengan sosok keibuannya, terlihat gampang menaruh iba dan mudah mengalah. Sementara gue, tidak akan pernah menggunakan strategi mengalah demi menjadi solusi dalam suatu masalah. Bukan berarti gue egois, gue tau kapan gue harus mengalah dan gue tau kapan gue harus bersikeras serta tetap pada pendirian gue sendiri.

Setiap kali ada masalah, Lisa selalu berkata, ‘’ Yaudah deh iya iya,’’ atau ‘’Iyain aja deh. Aku ngalah aja.’’

Dan gue sama sekali nggak bisa seperti itu. Kalo pasangan salah, kita koreksi. Bukan mengalah.


  ‘’ Hmm gitu ya, Lan. Yaudah sabar aja ya, semoga kamu dapat yang lebih baik ya. ‘’ Lisa mengelus pundak gue hangat.


Tanpa sengaja, pandangan gue menangkap sepasang muda-mudi yang duduknya tidak jauh dari meja gue. Gue tersenyum berusaha menahan tertawa. Tampak si cowo sedang sibuk mengotak-atik handphonenya, sementara si cewe sibuk mengaduk-ngaduk minumannya dengan sedotan di hadapannya. Muka cewenya kayak ketek. Asem. Cemberut mulu sih.

  ‘’ Betewe, besok kalo puasa kita buka bareng ya, ‘’ ujar gue penuh semangat.

  ‘’ YAELAAH PUASA JUGA BELOM, ‘’ sahut mereka hampir bersamaan. Krai efridei ;(


Saat asyik mengobrol, entah ini kebetulan atau tidak, lagu Pasto yang tadi terdengar jelas kini berganti menjadi lagu Christina Perri, Jar of Hearts.


So don't come back for me Who do you think you are?


Sampai gue meninggalkan area parkir, sayup-sayup lagu Jar of Hearts masih terdengar di telinga gue.

Dear, it took so long, just to feel alright
Remember how you put back the light in my eyes



Setelah keluar dari Café Diya, kami berempat memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Setelah bertemu dan berkumpul dengan mereka, teman-teman gue tercinta, gue bisa mengambil satu kesimpulan yang menurut gue itu adalah kesimpulan yang terbaik dan bisa gue jadikan pesan untuk gue sendiri. Kesimpulan itu adalah,

  ‘’ Jangan pernah lagi  keluar di malam minggu.Banyak yang pacaran. BAHAYA! ‘’







Trus tulisan ini manfaatnya apa sih nyet?
Ya gada sih. OKE.


Share
Tweet
Pin
Share
45 comments
Newer Posts
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates