Hari Minggu di akhir Mei lalu, gue harus bangun pagi-pagi
mempersiapkan diri untuk berangkat kuliah. Bayangan hari Minggu indah yang
sudah lama gue nantikan, dimana gue bisa berbeha-beha, eh maksudnya
berleha-leha di hari itu musnah begitu saja.
Duh typo. Huruf B dan huruf L deket banget soalnya.
Setelah masuk ke dalam indomaret, gue langsung berjalan menuju lemari pendingin minuman. Di sana berjejer rapi beraneka rasa minuman dingin. Iya dingin. Kayak chat gebetan kamu.
Pilihan gue jatuh kepada susu soya berbotol hijau. Alasan gue memilih susu soya berbotol hijau ini adalah karena gue cinta lingkungan. Gue cinta alam. Gue cinta tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau. Menyegarkan. Kalo kata Darma kayak cewe cewe yang keluar pake legging. Segar.
Tidak lupa pula gue membeli beberapa cemilan dan permen yang nanti akan gue makan sambil mengamati temen-temen yang sibuk menyelesaikan soal ujian. Ntaps.
Oke ralat. Maksudnya money. Okesip.
Exp: 12 May 2016
Aku anak cerdas.
Tidak hanya itu, secara perlahan gue mulai merasakan sesuatu yang aneh di perut gue. Perut gue rasanya sakit. Sakiiiit banget. Seperti ada yang tekanan kuat yang melilit perut gue. Gue sampai menunduk karena menahan sakitnya.
Saat menahan sakit itu juga gue baru sadar akan satu hal.
Anak-anak lain mulai meninggalkan kelas setelah bersalaman sekaligus minta maaf lahir batin dengan pengawas. Gue yang kerepotan menyusun barang serta mengumpulkan sampah kemasan cemilan gue, membuat gue cukup lama keluar dari kelas.
Setelah membuang sampah pada tempatnya, gue langsung mengampiri bapak pengawas. Gue mengulurkan tangan.
Tapi, alam berkata lain. Tangan gue ditahan oleh beliau. Anjir. Serem amat. Mana gue cuma berduaan doang di dalam kelas. Bapak pengawas tersenyum bahagia menatap gue. Senyumnya senyum misteri illahi.
‘’ Hmm besok mau buka puasa bareng di mana? ‘’ Bapak pengawas mengajak gue berbicara dengan tangan gue yang tetep di eratnya. So sweet.
Duh typo. Huruf B dan huruf L deket banget soalnya.
Deket ndasmu!
Hari itu gue ujian. Tanpa belajar sama sekali, bahkan
nyentuh catatan juga nggak ada, gue berangkat ke kampus dengan wajah yang
ceria. Penuh pesona. Aura kebahagiaan terpancar jelas di wajah gue.
Gue memang mahasiswi yang baik dan berguna.
Padahal mah dalem hati, ‘ mampus dah gue. Mau jawab apa ntar
di lembar jawaban. '
Seperti biasanya, sebelum berangkat ke kampus, gue selalu
menyempatkan diri dan mampir sebentar ke Indomaret. Karena bagi gue, hanya
senyuman manis dari mas-mas indomaretlah yang bisa menyemangati hari-hari gue.
Setelah masuk ke dalam indomaret, gue langsung berjalan menuju lemari pendingin minuman. Di sana berjejer rapi beraneka rasa minuman dingin. Iya dingin. Kayak chat gebetan kamu.
Pilihan gue jatuh kepada susu soya berbotol hijau. Alasan gue memilih susu soya berbotol hijau ini adalah karena gue cinta lingkungan. Gue cinta alam. Gue cinta tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau. Menyegarkan. Kalo kata Darma kayak cewe cewe yang keluar pake legging. Segar.
Tidak lupa pula gue membeli beberapa cemilan dan permen yang nanti akan gue makan sambil mengamati temen-temen yang sibuk menyelesaikan soal ujian. Ntaps.
Setelah membayar dan mendapatkan kecupan di kening serta
ucapan selamat pagi dari mas-mas indomaret, gue langsung cus menuju kampus.
Benar saja. Kelas masih kosong. Kalo hati kamu masih kosong juga nggak?
Benar saja. Kelas masih kosong. Kalo hati kamu masih kosong juga nggak?
Tepat jam setengah sembilan, ujian pun dimulai. Seorang
pengawas terlihat memasuki ruangan kelas. Dengan tubuh tinggi karena rutin
minum susu hilo sholehah, lelaki itu duduk dan meletakkan kertas ujian yang
seabrek di atas meja.
Watdeff…
Gaes, ini pengawas yang pernah menjadi
pengawas ujian di kelas gue saat ujian semester satu lalu. Dan kenapa di
semester tiga ini gue diawasin oleh bapak ini lagi sih. Dosen aneh yang pernah
gue ceritakan di sini, ternyata kembali menjadi pengawas ujian gue di semester
tiga ini.
Sejujurnya, gue amat senang jika memiliki pengawas ujian seperti beliau. Orangnya santai. Anak belakang mau nyontek modul, mau buka gugel, mau buka-bukaan baju juga silahkan. Pengawasnya bener-bener kalem. Wong jowo bangetlah. Apalagi kalo denger suaranya yang medok abis.
Sejujurnya, gue amat senang jika memiliki pengawas ujian seperti beliau. Orangnya santai. Anak belakang mau nyontek modul, mau buka gugel, mau buka-bukaan baju juga silahkan. Pengawasnya bener-bener kalem. Wong jowo bangetlah. Apalagi kalo denger suaranya yang medok abis.
Lembar soal dan jawaban mulai dibagikan. Sebagai anak yang
cerdas dan dididik oleh orangtua yang mengajarkan untuk tidak melalaikan waktu,
gue langsung mengambil pena dan mengisi lembar jawaban tersebut.
Time is mani.
Time is mani.
Oke ralat. Maksudnya money. Okesip.
Setelah selesai mengisi nama, tanggal dan mata kuliah di
kolom data mahasiswa yang tertera pada lembar jawaban, gue kembali meletakkan
pena. Gue menyandarkan badan serileks mungkin.
Perlahan gue membaca soal pertama.
Hmmm.
Hemmmmm…
Fak. Apa yang mau gue jawab di lembar jawaban ini !!
Untuk menenangkan diri, gue langsung mengambil susu soya
yang tadi gue beli. Dengan berkali-kali teguk sampai menghabiskan setengah isi
botol susu soya, gue menutup kembali botol tersebut dan meletakkannya di meja
kuliah.
Entah kenapa, ketika itu mata gue menangkap sesuatu yang membuat gue cukup terdiam beberapa lama.
Entah kenapa, ketika itu mata gue menangkap sesuatu yang membuat gue cukup terdiam beberapa lama.
Bukaaan. Bukan menatap anak –anak belakang yang lagi
buka-bukaan baju. Mata gue menangkap sebuah deretan angka yang tertera di leher
botol susu soya yang gue minum barusan.
Exp: 12 May 2016
BANGKE, MINUMANNYA KADALUARSA !
Saat itu gue bener-bener shock. Bagaimana kalau gue nanti
mati mendadak? Ujiannya kan belum kelar. Gue juga belum menikah, gue belum
minta maaf lahir batin juga ke mbak kantin sekolah yang dulu sering gue minta
kembalian empat rebu padahal uang gue cuma dua rebu. Gorengan dapet, uang juga
dapet dua kali lipat.
Aku anak cerdas.
Saat itu gue bener-bener gelisah. Badan gue berkeringat dingin, kepala gue
mendadak pusing. SOAL UJIANNYA SUSAH AMAT SIH ELAAAH.
Tidak hanya itu, secara perlahan gue mulai merasakan sesuatu yang aneh di perut gue. Perut gue rasanya sakit. Sakiiiit banget. Seperti ada yang tekanan kuat yang melilit perut gue. Gue sampai menunduk karena menahan sakitnya.
Saat menahan sakit itu juga gue baru sadar akan satu hal.
Jangan pake ikat pinggang terlalu kencang!
Karena gue orangnya suka curhat, gue langsung memberi tau
temen yang duduk di samping kiri kanan, depan belakang dan dan beberapa deretan
samping kanan gue. Dengan memasang muka heboh berharap belas kasihan dan
kepedulian para teman-teman, gue membuka suara.
‘’ Duuuh gue barusan minum, minuman kadaluarsa nih. Gimana huhuuu. ‘’
Dan respon temen-temen,
‘’ Oh ya? Beli di mana? ‘’
‘’ Nggak papa kali. ‘’
‘’ Woleeesss ‘’
‘’ Duuuh gue barusan minum, minuman kadaluarsa nih. Gimana huhuuu. ‘’
Dan respon temen-temen,
‘’ Oh ya? Beli di mana? ‘’
‘’ Nggak papa kali. ‘’
‘’ Woleeesss ‘’
PAPAAN NEH. KENAPA NGGAK ADA YANG KHAWATIR SAMA GUEEEE
Tapi syukurlah, setelah meminum susu soya kadaluarsa itu,
gue nggak merasakan perubahan apapun pada diri gue. Malahan minuman kadaluarsa
makin terasa enak. Lah nagih~
Mata kuliah yang diujiankan pun mulai dilewati satu persatu.
Sampai pada akhirnya gue menerima lembar soal dengan tulisan mata kuliah
Statistika II. Asli. Gue cengo melihat lembar soalnya. Untuk beberapa saat, gue
diem.
Sampe 15 menitan.
Selama 15 menit itulah gue menghabiskan waktu dengan memakan permen, sari roti
serta mocca float yang gue jejerkan rapi di atas meja. Entah kenapa, setiap
kali berada di kelas, gue selalu menggunakan dua meja untuk gue pakai sendiri.
Dan karena itu pula, sampai sekarang gue masih penasaran siapakah penemu meja
kuliah?
Asli. Gue selalu kesel setiap kali ada barang-barang yang jatuh dari meja.
Entahlah, intinya gue masih bertanya-tanya apa visi dan misi
terciptanya meja kuliah yang ukurannya sama kayak tingkat kemungkinan kamu
untuk jadi pacar dia. KECIL!
Setelah menghabiskan waktu 15 menit untuk mengemil,
tiba-tiba gue mendapatkan sebuah hidayah. Entah kenapa secara mendadak gue
langsung memutuskan untuk menyudahi acara mengemil itu dan langsung mengerjakan
soal ujian statitiska II. Dengan sekali bertanya pada teman yang duduknya di
belakang gue, gue langsung bersemangat untuk mengerjakan soal ujian tersebut.
Aneh. Kenapa gue bisa tiba-tiba sok tau gini. Hmm sepertinya efek minuman
kadaluarsa itu baru terlihat sekarang.
Karena terlalu bersemangat, gue lupa bahwa ada satu kolom pada tabel yang belum
gue kerjakan. Daripada menghapus tabel dengan mencoretnya, yang membutuhkan
waktu lama daripada menghapus kenangan bersama mantan, gue memutuskan untuk
mengganti lembar jawaban baru.
Gaes, ini dejavu banget.
Semester satu kemaren, dengan pengawas yang sama, karena salah menulis ayat, gue
juga meminta lembar jawaban baru ke pengawas.
Dengan langkah pasti gue berjalan mendekati bapak pengawas.
‘’ Pak, saya boleh minta lembar jawabannya lagi nggak? ‘’
‘’ Iya ini. ‘’
Pengawas menyodorkan selembar kertas jawaban ke arah gue. Gue mengambil kertas tersebut dari tangannya.
‘’ Pak, saya boleh minta lembar jawabannya lagi nggak? ‘’
‘’ Iya ini. ‘’
Pengawas menyodorkan selembar kertas jawaban ke arah gue. Gue mengambil kertas tersebut dari tangannya.
Dan disaat bersamaan, bapak pengawas itu menahan kertas lembar jawaban itu dengan tetap
memegangnya.
Yak. Terjadilah tarik menarik kertas yang hanya berlangsung
beberapa detik sebelum pada akhirnya gue memberikan senyum dan anggukan
kepadanya.
Tapi lembar jawaban itu masih ditahan di tangan pengawas. Ya Allah, tolong.
Gue mengangkat kepala dan menatap wajah lelaki itu, FAK dia memperhatikan gue dengan raut muka yang serius diikuti dengan senyuman kecil. Ini pengawas maunya apa cobaaa??
Tapi lembar jawaban itu masih ditahan di tangan pengawas. Ya Allah, tolong.
Gue mengangkat kepala dan menatap wajah lelaki itu, FAK dia memperhatikan gue dengan raut muka yang serius diikuti dengan senyuman kecil. Ini pengawas maunya apa cobaaa??
Nggak mau kalah, gue juga menatap wajah bapak pengawas tersebut.
Kami saling bertatapan.
Saling menyukai.
Dan saling mencintai.
Saling menyukai.
Dan saling mencintai.
KAGAK!
Setelah gue mengerutkan alis pertanda heran, pengawas
tersebut melepaskan kertas lembar jawabannya kepada gue.
Awkard banget. Gila.
Awkard banget. Gila.
Ujian pun berlangsung dengan khidmat. Tepat sekitar jam 5
sore, ujian semester tiga di hari itu pun usai. Setelah membereskan
barang-barang, gue berteriak kepada anak-anak kelas.
‘’ MANTEMAN, BESOK
KALO PUASA KITA BUKA BARENG YA. AKU YANG BUKA, KALIAN YANG LIAT BARENG. ‘’
Ya Allah puasa. Maap.
Nggak gitu.
‘’ MANTEMAN, BESOK KALO PUASA KITA BUKA PUASA BARENG YA. NANTI KITA BAHAS LAGI DI GRUP. ‘’
‘’ MANTEMAN, BESOK KALO PUASA KITA BUKA PUASA BARENG YA. NANTI KITA BAHAS LAGI DI GRUP. ‘’
Yang direspon oleh ucapan setuju dari beberapa suara
mahasiswa.
‘’ Oke oke. Kita atur aja ya. ‘’
‘’ Iya nanti kita bicarain lg ya. ‘’
‘’ Nice info gan. ‘’
‘’ Oke oke. Kita atur aja ya. ‘’
‘’ Iya nanti kita bicarain lg ya. ‘’
‘’ Nice info gan. ‘’
Anak-anak lain mulai meninggalkan kelas setelah bersalaman sekaligus minta maaf lahir batin dengan pengawas. Gue yang kerepotan menyusun barang serta mengumpulkan sampah kemasan cemilan gue, membuat gue cukup lama keluar dari kelas.
Setelah membuang sampah pada tempatnya, gue langsung mengampiri bapak pengawas. Gue mengulurkan tangan.
‘’ Pak, mohon maaf lahir batin ya. ‘’
Bapak pengawas menyambut uluran tangan gue.
Bapak pengawas menyambut uluran tangan gue.
‘’ Iya, sama-sama ya
engg… Ayu, ‘’ ujarnya setelah melihat nama gue di kertas absensi. Gue tersenyum dan menarik uluran tangan gue.
Tapi, alam berkata lain. Tangan gue ditahan oleh beliau. Anjir. Serem amat. Mana gue cuma berduaan doang di dalam kelas. Bapak pengawas tersenyum bahagia menatap gue. Senyumnya senyum misteri illahi.
‘’ Hmm besok mau buka puasa bareng di mana? ‘’ Bapak pengawas mengajak gue berbicara dengan tangan gue yang tetep di eratnya. So sweet.
‘’ Ngg ngga nggak
tau, Pak. Masih belum didiskusikan sama temen-temen. Heheeee.. ‘’
Itu adalah ‘heheee’ paling kaku diantara ‘heheee’ lainnya yang pernah gue
ucapkan kepada siapapun.
‘’ Pak, saya pulang
dulu ya. Udah mau hujan nih, ‘’ ujar gue sambil terus menerus menarik tangan
gue agar lepas dari genggamannya.
‘’ Oh iya iya. Hati-hati ya pulangnya. ‘’
‘’ Iya, Pak. ‘’
‘’ Oh iya iya. Hati-hati ya pulangnya. ‘’
‘’ Iya, Pak. ‘’
Gue langsung terburu-buru menuruni anak tangga. Jantung gue
berdegup kencang. Ya Allah itu pengawas gue kenapa sih?
Kenapa coba dia genggam tangan gue dengan waktu yang lama?
Kan gue jadi teringat genggaman tangan mantan. HALAH.
Hari itu gue
bener-bener ngerasa takut nggak karuan. Bayangan-bayangan ‘andai saja’ yang
jika terjadi saat itu bermunculan di benak gue.
Tapi untung saja semua itu nggak terjadi. ;(
Tapi untung saja semua itu nggak terjadi. ;(
Bener-bener dah itu pengawas. Minta ditendang banget. Aseli.
***
Betewe udah masuk bulan ramadhan, mohon maaf lahir batin ya manteman. Aku sayang kalian lahir batin. Uwuwuwuww
Mwah. :*
Mwah. :*