• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan

Sabtu, 06 Februari

Gue yang sedang serius dengerin dosen dalam menyampaikan materi  sesekali melihat hp, menghilangkan suntuk.
Kali aja ada chat dari pacar. Pacar orang.

Sebuah notif muncul di layar hp. DM dari Pangeran Wortel. Awalnya gue mengira kalo Pangeran sedang mengirim sayembara ke semua orang untuk meminta bantuan agar cepat menemukan Permaisurinya. Tapi ternyata enggak, Pangeran menawarkan gue untuk ikut kopdar BE Pekanbaru. Pembicaraan beralih ke BBM.

‘’Tanggal 08, Lan. Di Panam. Bisa kan? ‘’
“ Tapi Pange, dari rumah Wulan ke Panam 1,5 jam lagi. Hehee ‘’

Gue juga rada ragu, soalnya gue bukan anak BE. Wkwk.

Ternyata dan ternyata, Pangeran mengira kalau gue tinggalnya di Pekanbaru. Padahal mah enggak, gue tinggalnya di Pangkalan Kerinci. Jarak dari rumah gue ke Panam (daerah di Pekanbaru) itu bisa memakan waktu 1,5 jam.
Kuliah gue jadi nggak konsen. Pengen buru-buru pulang trus minta izin ke Ibu, semoga saja Ibu ngizinin gue pergi sendirian ke Pekanbaru.

Sesampainya di rumah, gue langsung meminta izin ke Ibu. Syukurlah Ibu mengizinkan gue untuk pergi kopdar pada tanggal 08 Februari itu.
Gue langsung mengirim chat ke Pangeran.

‘’ Pange, Wulan diizinin  Ibu. ‘’
‘’ Yeeeeeeee… ‘’

Gue masih ingat jelas dengan respon Pangeran saat gue mengirim chat itu. Gue takut aja, setelah itu Pangeran malah bilang, ‘’ YEEEEEEEE KETIPU LU KAN! ‘’
Untung aja enggak.

**

Senin, 08 Februari

Tepat jam 8 pagi, gue sudah mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke Pekanbaru. Padahal acaranya malam jam setengah 8. Hahaa
Berhubung kakak juga ada keperluan di Pekanbaru, hal itu membuat gue untuk bisa menginap bersamanya.

‘’ Nginap di mana?‘’
‘’ Di asrama putri, kamar Ningsih.‘’
‘’ Aku udah otewe.  Jemput aku nanti di simpang harapan ya. ‘’

Ini nama simpangnya bener-bener bikin baper. Simpang harapan. Mungkin dulu asal-usulnya di simpang ini ada dua pasang kekasih yang sama-sama menaruh harapan. Tapi akhirnya harapannya nggak terwujud.Ya jadi gitu deh, namanya simpang harapan.


NGARANG BEBAS! OKE.


‘’ Bawa helm ya. Di sini banyak polisi. ‘’

Gue mengerutkan alis. Gimana caranya gue naik angkutan umum, bawa tas dan juga bawa helm.
‘’Oke. Aku bawa helm. Kalo bawa helm sih bisa, asal jangan suruh bawa pacar aja. Nggak punya soalnya.‘’
‘’ BODO ‘’

Karena gue nggak mau memperpanjang chat yang nanti bakal menimbulkan masalah, daripada gue terlantar karena nggak dijemput di simpang harapan,  akhirnya gue nggak membalas chatnya lagi.
Jam 8 pagi, kak Putri mengantar gue ke terminal mobil angkutan umum. Gue yang seumur hidup baru kali itu pergi sendirian menggunakan angkutan umum dengan pedenya turun dari motor.

‘’ Ini langsung ke Pekan, kan Pak? ‘’
‘’ Iya, iya. Naik aja?‘’
‘’ Naik ke mana? Ke pelaminan?
‘’ Ciyeee ‘’

Trus gue menikah dengan supir angkutan umum.

Kagaklah.
Gue langsung naik dan meletakkan helm di dekat kaki. Tak lama kemudian, 2 penumpang lain yang kalau pipis berdiri mulai naik ke dalam mobil. Gue menelan ludah.
Di mobil ini cuma gue sendirian yang cewek. 2 orang penumpang laki-laki ditambah supirnya juga laki-laki.

Fakyu.
Kalo gue diperkosa di semak-semak gimana? Foursome dong.

Sekitar jam setengah 10, gue sudah sampai di simpang harapan. Seorang laki-laki langsung menghampiri gue.
‘’ Ojek, Neng?‘’
Trus disambut dengan laki-laki lain dibelakangnya, ‘’ Taksi, Neng? ‘’
Gue menggeleng cepat.

Gue yang-kayak-orang-dongo-nenteng-nenteng-helm-hitam mencari tempat duduk untuk menunggu, sampai akhirnya gue menemukan posisi duduk di emperan toko. Ada beberapa orang yang juga ikut menunggu di sekitaran gue. Ada yang menunggu dijemput suaminya, dijemput anaknya, dijemput pacarnya, dan ada juga yang menunggu kepastian yang jelas. Hmm.

Gue langsung saja mengirim chat ke kakak.
‘’ Aku udah di simpang harapan. Jemput aku ya. Aku di depan hotel alpha. ‘’
‘’ Iya aku udah jalan. Tunggu sana aja ya. ‘’

Lima menit kemudian.

‘’ Aku udah di depan hotel alpha. Kamu di mana?‘’
‘’ Aku di seberang hotel alpha. Trus maju dikit, kan ada apotik tuh. Di samping apotik kan ada ruko yang tutup. Cari aja cewek paling kiyut sejagad raya. Itu aku.‘’
‘’ UDAH AH CEPAT AJA KE PINGGIR JALAN.‘’
‘’ Oke. ‘’

Gue jalan dengan menenteng helm dan tas. Di seberang gue, seorang perempuan yang celingukan terdiam menatap gue. Gue melambaikan tangan.

‘’ Golut, aku di sini. AUUWOO O..‘’

Kakak gue melihat gue dengan tampang jijik.

Selesai makan siang bareng, gue dan kakak memutuskan untuk tidur siang di asrama Ningsih, teman masa kecil gue. Gue baru tahu, kalau peraturan di asrama putri yang Ningsih sewa ini memberlakukan aturan batasan pulang malam. Pulang malam hanya boleh sampai jam 10. Lewat dari jam 10, pintu gerbang akan ditutup. Kayak hati kamu, yang ditutup.

Sore sebelum gue siap-siap, terjadi percakapan antara gue dan kakak.
‘’ Alamat kopdarnya di mana?‘’
‘’ Di Zi Cafe. Daerah Panam. Dekat SKA. ‘’
‘’ Oh itu, iya iya tau. Nanti sama aku berangkatnya. Aku antar. Biar bisa cepat pulang, kalo kelamaan ntar gerbang asramanya dikunci. ‘’

Jam 7 lewat , gue mengirim chat ke Pangeran.
‘’ Pange, udah di tempat?‘’
‘’ Belum, masih mau jalan. Taukan Pangeran yang mana?‘’
‘’ Hahaaa iya tau. ‘’

Sebenernya gue mau jawab, ‘’ Iya tau, yang jomblo itu kan. ‘’
Tapi nggak tega.

Gue dan kakak meluncur menyusuri jalanan. Hening. Kakak gue celingukan kesana-sini mencari alamat lokasi yang gue sebutkan tadi.

‘’ Ini alamatnya di mana sih?Dari tadi nggak nemu.‘’
‘’ Lah tadi katanya tahu.‘’
‘’ Iya aku tahu, ini jalannya. Tapi Zi Cafe di mana?‘’
‘’ Aku juga nggak tau.‘’ Gue menjawab ketus.

Beberapa menit kemudian.

‘’ Duh, ini jalannya kemana lagi sih? Alamatnya yang mana yang bener?‘’
‘’ AKU NGGAK TAU. KAN TADI KATANYA TAU. DI ZI CAFÉ, DARI SIMPANG EMPAT MALL SKA LURUS TERUS. ‘’

Gue mengeraskan suara. Kesel. Pengen loncat dari motor aja. Tapi nggak jadi. Soalnya nggak punya asuransi.
Mendadak suasana hening.

‘’ Nah, itu tuh Zi Café.‘’

Gue menghela nafas kemudian tersenyum. Akhirnya gue bisa turun dari motor juga tanpa harus meloncat.
‘’ Itu kayaknya temen aku deh. Nanti jemput jam setengah 10 ya. Dadaah. Hush hush. ‘’

Gue merapikan jilbab yang sedikit berantakan. Di parkiran, dengan jarak 5 meter dari posisi gue berdiri, seorang lelaki berjaket hitam berdiri dan menoleh ke belakang. Gue yang dari awal belum pernah bertemu dengan Heru Arya a.ka.Pangeran pemilik blog tulisan wortel, langsung menghampirinya.

‘’ Heru ya?‘’ Gue menyalaminya.
‘’ Iya, Wulan kan? ‘’
‘’ Iya.‘’

Gue berbincang sedikit dengan Pangeran, sebelum akhirnya gue dikenalkan dengan seorang blogger cewek.  Namanya Kak Icha.  Anaknya cakep, baik, ramah. Istri-able banget.
Tak lama kemudian, sebuah motor berhenti di parkiran. Lelaki itu adalah Hardiansyah (Didi). Pemilik blog budak sadjak.

Kami berempat masuk ke dalam, membaca daftar menu yang disodorkan oleh waiters. Mengingat jam setengah sepuluh gue harus buru-buru balik ke asrama, gue hanya memesan minuman ice bubble chocolate.
Sambil menunggu pesanan datang, gue, Pangeran, Didi dan kak Icha saling berbincang-bincang.
Pangeran menjelaskan tentang Blogger Energy, tentang award yang pernah ia dapat dari BE, tentang keseruan dalam dunia blog dan banyak lainnya. Sampai akhirnya seorang perempuan masuk ke dalam cafe.
Dengan kerudung merahnya, perempuan itu melemparkan senyum ke arah kami. Wajahnya ceria dan imut. Baby face. Beda sama gue, babi face.

‘’ Hai, hai. Duh sorry ya datangnya lama. Tadi lagi ada urusan.‘’

Gue hanya senyum. Gue anaknya pemalu dan kalem-kalem gitu. Percayalah.
Pangeran mengenalkan gue ke perempuan berkerudung merah itu.
‘’ Vina.‘’
‘’ Wulan.‘’
Kami bersalaman dan mempersilahkan Vina duduk. Vina, perempuan yang heboh, rame parah, bisa bikin suasana cair.
Kalo Vina bisa bikin suasana cair, aku juga bisa kok bikin cair. Bikin hati kamu cair.Uhuk.
‘’ Jadi kamu ke sini dari rumah demi kopdar ini? ‘’ tanya Vina ke gue.
‘’ Hehee iya. Deket kok, Kak.‘’
Gue ketawa kecil.

Tak lama kemudian, pesanan kami datang. Seperti biasa, ritual anak muda terkini, anak-anak mulai mengambil handphone masing-masing dan memotret makanan yang terhidang di atas meja.

Cekrek.
‘’Waaah keren. ‘’

Cekrek.
‘’ Bagus ya Tapi kurang kiri dikit. ‘’

Cekrek.
‘’ Aaa bagus bagus. ‘’

Cekrek.
‘’Pangeran, tangannya awas dikit.‘’

Cekrek.

Begitu terus sampai cafenya tutup dan waitersnya pulang.

'' Dasar anak alay. Hih, '' ujar gue dalam hati sambil mencoba serius memfokuskan kamera handphone untuk memotret minuman. 


***


Obrolan berlanjut bersamaan dengan kami yang menikmati hidangan. Gue menoleh ke arah kak Icha yang sedang asyik menikmati makanan. Dengan lahapnya dia menikmati makanan.
Setelah berbincang-bincang, Pangeran menyarankan agar kami berfoto bersama. Pangeran menyodorkan handphonenya.
‘’ Foto dulu yuk. ‘’
Kak Icha yang udah kenyang dengan semangat langsung menaikkan handphone dan cekrek.



Maafkan daku, yang menghalangi wajahmu, Pangeran. :'D


Kak Icha menyodorkan handphone ke pemiliknya.
'' Blur nih, ulang lagi dong. '' Pangeran menyodorkan hpnya pada kak Icha.
Kak Icha memperhatikan seksama hasil foto yang ia potret tadi.

'' Nggak blur kok, Pangeran aja nih yang blur di foto ini. Lihat deh sini. '' Spontan semuanya tertawa.

Malam itu, gue bener-bener sedih saat jam di layar hp mulai menunjukkan pukul sembilan lewat duabelas menit. Gue langsung buru-buru pamit pulang, meskipun sebenernya gue masih pengen bercerita dan mengumpul bersama mereka untuk waktu yang lama. Tapi apa boleh buat :(

'' Pange, Wulan pulang duluan nggak papa ya. Asramanya tutup jam sepuluh, '' ucap gue sambil beranjak berdiri dari kursi.
'' Iya, iya nggak papa. ''
'' Wulan pamit pulang dulu ya semua. ''
Anak-anak mengangguk. Selesai membayar minuman ke Pangeran, gue langsung menemui kakak yang ternyata dari zaman raja namrud sudah di luar nungguin gue dari pertama gue sampai di sini.

'' Yuk, buruan pulang. Sebelum gerbang asramanya ditutup. Kalo ditutup, ntar kita tidur di mana, ''

Malam-malam, di jalan raya yang masih ramai, kakak gue menancap motor dengan kecepatan tinggi. Ngebut kaya Komo Ricky lagi ngintai target.

Lagi asyik menikmati angin malam, gue merasakan punggung gue dingin. Memang semilir angin malam itu terasa sangat dingin, gue mulai merasa aneh saat punggung makin lama terasa semakin dingin. Gue meraba punggung gue.

Fakyu. Baju belakang gue terbuka dan terangkat-angkat karena angin yang kencang.

Mendadak gue terdiam sambil menahan malu. Gue menoleh perlahan sedikit ke arah belakang, dua orang laki-laki yang mengendarai matic tampak senyum-senyum ke arah gue.


OH NO!


Gimana kalau dia ngeliat punggung gue yang terbuka tadi?
Gimana kalau dia tau warna daleman gue? Merek daleman gue? Ukuran daleman gue? Renda-renda daleman gue?


AAAAAAKKKK GUE MALU.



***

Sesampainya di asrama, untung saja gerbangnya masih dibuka. Sebagai seonggok adik yang baik dan berbudi pekerti luhur, gue langsung buru-buru naik ke atas dan membiarkan kakak gue sendirian di parkiran motor.

Malam itu gue senang bukan main. Meskipun waktunya hanya sebentar, gue bisa bertatap muka langsung dengan teman baru, dengan mereka yang baik, ramah dan seru. Sebenernya masih banyak lagi yang ingin diperbincangkan, pengen sharing lebih dalam, sedalam cintaku padamu. Meskipun kau tak menyadari itu. Halah.

Sesampainya di rumah, gue langsung bbm Pangeran, gue lupa akan sesuatu hal. Sebuah pesan dari Darma Kusumah, orang yang sama sekali nggak ada hubungan darah dengan Arum Kusuma.

'' Pange, Wulan kelupaan. Ada salam dari blogger Jabodetabek. ''
'' Iya, salam balik dari blogger Pekanbaru ya. ''
'' Iya, Pange. ''


Ini foto-foto hasil jepretan Pangeran. Sayang sekali, gue nggak sempat foto bersama Pangeran bareng-bareng.


Kak Icha-Vina-Didi-Raisa Andriana




Kak Icha-Vina-Didi-Kekasih Zayn Malik




Kak Icha-Vina-Didi-Calon makmum kamu





Masih banyak waktu-waktu lain untuk kita bertemu lagi. :)
See u again :)







Share
Tweet
Pin
Share
72 comments
Hai gengs, gimana palentainnya? Dapat cokelat? Enggak ya? Hahaa
Jomblo. Hih.

Seperti yang pernah gue tulis di postingan sebelumnya, mengenai tulisan bertema WIDY, kali ini gue akan mencoba menulis dengan tema makanan. Agak bingung juga mau mulai darimana, mau mulai dari awal, tapi semuanya udah keliatan jelas. Gue juga nggak mau sih kecewa dan disakiti berulang kali.
Hmm.

Ini bakal menjadi postingan pertama tentang makanan yang ada di blog gue. Berbeda dengan blognya mba Nita, yang setiap kali gue ke sana, bawaanya bikin gue pengen ngetik komentar sambil ngelap iler.

Gue mirip percis kayak Icha, yang selalu bangga punya tubuh pas-pasan meskipun doyan makan. Kalau Icha kebanyakan makan, gemuknya lari ke pipi. Bikin orang-orang ngeliatnya jadi gemes. Pipinya minta digigit.
Lah gue, kalo banyak makan, gemuknya entah lari ke mana. Mentok-mentok larinya ke wc. Ibaratnya kalo gue makan, makanannya cuma numpang lewat doang.
Gue pengen banget gemuk. Karena itu beberapa bulan belakangan ini gue rajin banget minum susu. Susu duo serigala. Maksudnya susu kaleng dari duo serigala.
Tapi tetep ae gue nggak gemuk-gemuk.


***
Meskipun gue selalu berusaha untuk menggemukkan badan, gue nggak pernah makan nasi sampe sebakul. Gue malah jarang makan nasi. Lebih sering ngemil dan beli jajanan di luar. Terkecuali nasi dengan lauk jengkol.
Gue pecinta jengkol garis keras. Gue pernah ikut dengan Ibu ke pasar, dan gue menyaksikan sendiri kalau Ibu membeli jengkol sampai menghabiskan uang 200 ribu. 200 ribu khusus untuk jengkol doang, belum cabe, belum bawang, sayuran, ikan-ikanan, yawloh. 

Saat diperjalanan pulang, sayup-sayup gue mendengar suara Ibu.
  ‘’ Seminggu ini kita makan jengkol ya Lan, ‘’
Gue cuma ngangguk dan senyum-senyum kecil. Bahagia banget rasanya.

Gue suka jengkol dalam bentuk sajian apapun. Gulai jengkol, sambal jengkol, goreng jengkol, semur jengkol, rendang jengkol apalagi sambalado tanak jengkol. Subhanallah nikmatnya.

Sambalado tanak jengkol ini merupakan makanan dari Sumatera Barat. Rasanya lebih seperti rasa gulai jengkol, tapi secara fisik keliatan seperti rendang jengkol.
Gue suka tekstur lembut pada jengkol. Ada sensasi nikmat disetiap gigitan yang gue rasakan. Kenyal, empuk, maknyus. Ayam kaepci mah kalah.
Meskipun Ibu menggoreng ayam atau ikan selain memasak jengkol, entah kenapa gue lebih memilih untuk hanya memakan jengkol dengan pasangannya nasi.
Jengkol aja ada pasangannya, masak kamu enggak?



                                                       




Dulu nih ya, dulu. Duluuuuuuuuuuu banget.
Dulu waktu gue punya pacar, waktu ada yang pernah khilaf rela jadi pacar gue, waktu ada yang perhatiin gue, waktu ada yang nanya ‘udah makan belum? ‘ ke gue, waktu ada yang peduli ke gue, waktu itu pokoknya gue punya pacar deh. 

Gue selalu kesel setiap kali Ibu memasak jengkol di hari Sabtu.
Itu tuh bikin gue dilema parah. Dilain sisi gue udah ngiler pengen nyomot jengkol anget-anget yang baru diangkat dari kuali, dilain sisi lagi gue mikir kalo nanti malam sang pacar bakal ngapelin gue.
Berhubung ketemunya cuma seminggu sekali, gue nggak mau merusak pertemuan itu dengan nafas yang bau naga. Enggak mau.
Akhirnya dengan berat hati, gue menutup kembali tudung saji dan langsung masuk kamar. Kelaperan sampai ketiduran.
Ini semua demi pacar. Demi pacar gue harus rela menahan nafsu untuk segera memakan jengkol masakan Ibu. Demi pacar dan demi keharmonisan hubungan gue dan dia kelak.
Yaa walaupun pada akhirnya gue tetep aje jomblo.


Sambalado tanak jengkol. Gue memotret ini, sesaat sebelum makan nikmat gue terhenti
karena ada telefon masuk dari om-om gadun. Oke.



'' Jangan pernah mengabaikan jengkol demi pacar. Pacar bisa berkhianat, tetapi jengkol tidak. ''

-Wulan, 19 th, calon ibu bagi anak-anakmu kelak.






Share
Tweet
Pin
Share
66 comments
                                         

Angin sore itu terasa halus membelai ujung rambutku.
Aku terperangah ketika ia tiba-tiba turun dari kursi cokelat muda kemudian menekuk lutut di hadapanku. Ia merogoh sakunya sebelum pada akhirnya muncul sebuah kotak merah sebesar kepalan tangan.
Dengan satu sentakan jari tangannya, ia memamerkan sebuah cincin dengan hiasan berlian yang membuatku terpesona takjub.
'' Marry me? '' tanyanya.

Kedua bola mataku membesar. Tak tahan menahan haru bahagia. Senyumku mengembang luas, aku menarik nafas sedalam mungkin dan menghelanya. Dengan yakin aku mengatakan, '' Yes!'' hingga ia kemudian bangkit berdiri dan memasangkan cincin itu di jari manisku. Ah, betapa indahnya cincin ini.


***


Aku tersenyum sinis mengingat kejadian sebulan yang lalu. Sembari melepaskan pakaian, aku menarik selembar handuk yang menggantung. Sesaat sebelum melangkahkan kaki untuk masuk ke kamar mandi, aku mengecek HPku.
Tidak ada yang menanyakan kabarku, tidak ada yang peduli denganku. Ya, harusnya aku sudah tahu itu. Ku letakkan HP ke tempat semula.

Dari pintu kamar mandi, air hangat yang memenuhi bak terlihat merayuku dan tak sabar ingin memanjakanku. Pencahayaan yang cukup remang di dalam kamar mandi ini bisa membuatku leluasa untuk menikmati hangatnya air yang mulai perlahan menyentuh pori-poriku.

Tak ada yang lebih sakit dari pengkhianatan dua orang yang begitu sangat kucintai.

Aku membenci tanganku. Tangan yang pernah di genggam erat saat jalan beriringan dengannya sore itu.

Perlahan aku mengambil silet dan mulai menggaris pergelangan tanganku secara vertikal. Garisnya masih belum sempurna. Aku mencoba menggaris lagi dengan pola horizontal. Lagi, garisnya masih belum sempurna. Tak heran, dulu saat duduk di bangku TK, aku selalu mengalami kesulitan dalam menggambar dengan penggaris. Bahkan sampai saat ini pun, aku masih belum bisa membuat garis dengan sempurna.

Aku mencoba menggaris pergelangan tanganku lagi. Kali ini dengan tekanan yang cukup.



Ya! Aku berhasil, sayang.
Lihat, garis yang baru saja ku goreskan tampak sempurna, bukan?


Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.

Aku membenci pipiku. Pipi yang pernah ia usap lembut sebelum pada akhirnya sebuah ciuman mendarat di sana.


Aku kembali menarik garis panjang dari ujung pelipis dengan titik akhir berada di ujung bibir.
Aku bersorak girang. Kedua pipiku kini terukir garis panjang yang lurus. Tanpa menunggu waktu lama, aku membasuh wajahku dengan air hangat di dalam bak mandi. Darah segar mengucur keluar dan jatuh bersamaan dengan turunnya air hangat tersebut dan kembali bermuara ke dalam bak.

Sesekali ku jilat darah kecut yang mengalir di area bibirku. Rasanya meninggalkan candu.


Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.


Aku membenci kedua mataku. Mata yang telah merekam jutaan sosok tentang dia. Senyumnya, tawanya, bentuk rambutnya, bulu tangannya yang lebat, tekstur hidung mancungnya, kumis tipisnya, kuku putih bersihnya, alis tebal yang berjajar rapi, bentuk bibirnya, ah aku benci mataku yang membuatku terus mengingat segalanya tentang dia.


Tanpa berfikir panjang, aku segera mencongkel kedua bola mataku. Kunikmati setiap bunyi remuk yang kuhasilkan dari tangan ganasku.


Aku tersenyum puas.


Lihatlah, air di bak mandi ini. Merahnya tak kalah dengan merahnya bibirmu yang diolesi gincu, wahai sahabatku.
Merahnya tak kalah juga dengan merahnya kisah cinta kalian.


Cincin pemberiannya sebulan yang lalu hanya diam dan bertengger manis di tepi bak mandiku.





***

Hai gaes.

Untuk sementara ini, cerpen WIDY mungkin akan diberhentikan sejenak. Mengingat teman-teman pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Icha yang lagi sibuk mencari kerja baru dan menunggu kekasih LDRnya pulang di bulan ini, Yoga yang sibuk dengan freelance, kuliah dan kegiatan lainnya, Darma yang sibuk revisian skripsi, dan gue sibuk menunggu kepastian yang jelas darinya. Anjay.

Tapi secepat mungkin, kami bakal melanjutkan untuk menulis kembali bagian cerpen selanjutnya.
Doakan lancar ya gaes :)
Terimakasih untuk kritik, saran, pendapat dan waktu luang yang kalian gunakan untuk membaca cerpen WIDY. *ketjup satu-satu

Di bulan Februari ini, rencananya kami akan membuat satu tulisan bertema dengan bentuk bebas. Boleh seperti, puisi, review, hasil observasi, FF (Flash Fiction), bentuk curhatan juga boleh. Bebas. :)

Dengan tema: Makanan. 

Bagi teman-teman yang mau ikutan menulis bertema Makanan di bulan ini, yuk silahkan ikut. Hitung-hitung belajar menulis bareng. :)



Terimakasih gaes. Aku cinta kalian.





Share
Tweet
Pin
Share
74 comments





Aku tidak akan beranjak pergi bila bukan kamu yang memintanya. Aku ingin selalu berada di sini. Dengan sekelumit kisah berwarna yang membuat garis lengkungku mengembang luas.
Hampir setiap malam aku tak henti melayangkan sebait doa dengan namamu yang juga turut melengkapinya.

Kamu tahu, namamu mendapati posisi baru. Iya, dalam setiap doa baik dan di setiap shalatku.

Akan ada saat di mana kaki kita melangkah bersama menuju satu arah. Melewati berbagai persimpangan yang ada.
Karena aku ingin, posisimu tak hanya di sisi kanan atau di sisi kiriku, melainkan satu shaf di depanku.

Namamu adalah rumah. Tempat aku berpulang dan tempat mengadukan cerita lelahku.

Aku hanya ingin menjadi salah satu alasan atas senyummu.

Kamu, jawaban atas seribu pertanyaan yang selama ini berputar dibenakku.






BAPER. ELAH




Share
Tweet
Pin
Share
58 comments
Akhir-akhir ini berita tentang polisi yang nggak bisa bedain mana parkir dan mana berhenti sedang menjadi trending topic. Meme-meme polisi tersebut juga udah banyak beredar.
Gue kalo liat meme polisi itu, antara mau ketawa dan ngata-ngatain sekaligus pengen menyalurkan hasrat noyor kepalanya.
 Lah iya, masak nggak bisa bedain yang mana parkir dan yang mana berhenti.

Itu tuh ibaratnya gini ya.
Kayak gebetan. Gebetan lu udah deket banget sama lu, rajin chat, telfonan, eh taunya tiba-tiba doi ngilang dan nggak ada kabar. Pergi gitu aja. Nah itu namanya gebetan lu cuma numpang parkir. Singgah doang. Nggak menetap.

Beda dengan berhenti. Kalo berhenti itu ibaratnya doi udah memantapkan hatinya buat lu, udah mentok dan memilih berhenti untuk suatu tujuan. Gitu.


INI APAAN YA?

Oke, lanjut.


Beberapa waktu yang lalu, gue tiba-tiba mikir tentang bagaimana kepribadian gue sendiri. Dengan ditemani alunan lagu Refrain, perlahan gue memejamkan mata. Mengingat kembali apa saja hal-hal baik dan buruk yang pernah gue lakukan di dalam hidup. Ini tuh kayak perhitungan amal baik dan buruk. Kayak besok pagi gue meninggal. Gitu. Padahal amal baiknya juga kagak ada. 
Gue menghirup nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Pikiran gue mulai berjalan mundur mencoba mengingat seperti apa gambaran pada kepribadian gue.



Iyak. Bener.




Enggak ada yang bisa gue banggakan dalam diri gue. Hahahaa


***

Pernah suatu pagi di hari Minggu, gue keluar membeli sarapan nasi uduk. Suasana jalan masih sepi banget. Setelah memesan nasi uduk untuk dibungkus, gue mengambil risol yang ada di atas meja warung sarapan. Sementara ibu penjual nasi uduk sibuk mencari uang kembalian.
Lagi asik-asiknya mengunyah risol sambil menonton acara musdalifah yang rumahnya gede minta ampun, tiba-tiba

BROK.


Di depan warung sarapan, ada bapak-bapak yang entah faedahnya apa memutuskan untuk jatuh dari motor. Padahal jalanan kosong. Sepi. Kayak hati.
INI TUH KENAPA GITU KAN SERBUK JASJUS. 

Jatuh sendiri di motor. Dan itu kejadiannya tepat di depan mata gue.
Gue sebagai anak sekolah yang masih duduk di kelas 3 SMK yang memiliki pendidikan dan kepedulian yang tinggi, langsung meneruskan mengunyah risol sampai habis.
Nggak gue tolongin. Trus salah satu pelanggan di warung sarapan lari-lari ke jalan depan untuk nolongin bapak itu.
Bapaknya dibantuin.
Gue makan risol.
Oke.

***

Gue paling nggak suka dibanding-bandingin dengan orang lain. Dengan mantan misalnya. Hmm.
Gue secara keseluruhan berbanding terbalik dengan kakak gue. Dari fisik sih udah keliatan. Dia gede, tinggi, minumnya waktu masih kecil susu dancow rasa vanilla. Beda sama gue, kecil, kurus, dekil, minumnya waktu kecil es kosong doang. Itu juga kalo airnya udah habis, esnya gue jilat-jilat sampe mencair.

Dari SD sampai SMP, gue paling kesel dengan guru yang kalo ngabsen dan menyebutkan nama gue, kemudian diikuti dengan pertanyaan, '' Kamu adiknya si Melati ya? ''
Gue mau geleng, nanti dikira anak pungut. Nggak ngakuin kakaknya.
Mau ngangguk, takut gurunya nggak percaya.
Akhirnya gue cuma menjawab, '' Iya bu, heheheee ''
Cengengesan. Dan udah gue duga, perkataan yang keluar dari guru setelah itu adalah, '' Kok nggak mirip ya? Kakak kamu tuh pinter, aktif, serius dalam belajar. ''

Dan sudah tigajutaempatratuslimapuluhdua kali gue mendapat pertanyaan dan kalimat yang seperti ini dari guru sejak gue duduk di bangku SD sampai SMP. 

Gimana enggak, kakak gue waktu di SMP berprestasi banget. Dikenal guru-guru.
Gue kagak. Jangankan dikenal guru-guru, diakuin sebagai muridnya aja gue udah sujud syukur.

Kakak gue kalo ke sekolah niatnya bener-bener belajar. Itu tas ranselnya penuh kayak mau mendaki gunung dua hari dua malem. Belum lagi kamus bahasa inggris dan bahasa indonesia yang dipegangnya. 

Beda sama gue. Semenjak SMP, laci sekolah udah gue nobatkan sebagai rak buku. Semua buku mata pelajaran dan buku tulis tersusun rapi didalam laci meja gue.  Jadi gue berangkat dari rumah cuma modal pena dan buku sebiji doang. Berat-beratin tas biar isinya nggak cuma angin dan deretan nomor telfon kakak kelas ganteng di sekolah doang.

Saat di SMK, gue nggak lagi mendapat pertanyaan terkutuk seperti itu. Yang ada malah gue-dikira-kayak-kakak.
Guru-guru di SMK mengira gue seperti kakak. Punya otak cerdas, berwawasan luas. Wawasan luas opo, nama bupati di tempat tinggal sendiri aja gue kadang rada lupa namanya siapa.


***

Ada kejadian yang paling gue sesalin seumur hidup. Kejadian ini terjadi saat gue duduk di kelas 5 SD. Nggak tau deh, waktu itu otak gue sejahat apa sampai bisa melakukan tindakan keji tersebut. Hmm.
Jadi gini, aku tuh sayang kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?

Oke. Serius.

Jadi gini, waktu SD, gue pulang pergi sekolah naik mobil antar-jemput. Posisi favorit gue di tengah sebelah kanan dekat jendela. Kalo berangkat sekolah, mobil wangi parah. Aroma shampo anak-anak yang habis keramas, wangi molto, kispray, wangi dah pokoknya.
Kalo pulang sekolah, aroma dalam mobil super menjijikan. Bau keringat, rambut lepek, bekal makan siang yang berceceran dalam tas. Parah.
Jadi, siang itu mobil jemputan gue lama banget datang. Padahal gue udah nunggu di parkiran sedari tadi. Akhirnya gue memutuskan untuk naik ke food court yang ada di depan sekolah. Di food court tersedia telepon kabel. Waktu itu gue tinggal di kompleks perumahan, masing-masing perumahan punya telepon kabel dengan empat digit nomor yang berurutan sesuai nomor dan tipe perumahannya. 
Gue menekan sembarang nomor.

Gue: Halo?
A   : Iya halo?  
(Suara perempuan, kira-kira berumur 20 an ke atas)
Gue: Ini dengan siapa ya?
(Ini apa banget gue. Kan gue yang nelfon, yawloh.)
A   : Ini Ratna. Ini Amima ya?
Gue: Iya, ini Amima.
A   : Iya, ada apa Amima?
Gue: Kak, dipanggil mama ke rumah. Sekarang ya kak. Cepetan.
A   : Hah? Mama Amima kenapa?
Gue: Pokoknya kakak datang aja ke rumah sekarang. Jangan lama-lama ya.
A  : Iya, iya. Ini kakak mau siap-siap ke sana ya.
Gue: Iya kak. Amima tunggu. 

Nggak hanya sampai di situ, selang 5 menit kemudian gue menelfon kembali.

Gue: Kak, udah siap-siap mau ke rumah?
A   : (suara motor) Iya, iya ini kakak mau berangkat.
Gue: Iya kak, Amima tunggu.

YAWLOH, AKU BERDOSA.

Siapa coba Amima?
Anak SD macam apa gue. Jahat bener. :(



***

Kalau gue pikir, kayaknya malaikat Atid udah lelah nyatat amal buruk gue selama hidup. Tangannya capek, Kasihan. :(

Dosa gue banyak amat. Udah ah mau wudhu dulu. 






Share
Tweet
Pin
Share
59 comments
Newer Posts
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates