• HOME
  • ABOUT ME
  • CONTACT
  • WIRDY'S PROJECT

Rahayu Wulandari Ibrahimelya

Daripada tawuran, mending kita curhat-curhatan

Hai gengs, gimana palentainnya? Dapat cokelat? Enggak ya? Hahaa
Jomblo. Hih.

Seperti yang pernah gue tulis di postingan sebelumnya, mengenai tulisan bertema WIDY, kali ini gue akan mencoba menulis dengan tema makanan. Agak bingung juga mau mulai darimana, mau mulai dari awal, tapi semuanya udah keliatan jelas. Gue juga nggak mau sih kecewa dan disakiti berulang kali.
Hmm.

Ini bakal menjadi postingan pertama tentang makanan yang ada di blog gue. Berbeda dengan blognya mba Nita, yang setiap kali gue ke sana, bawaanya bikin gue pengen ngetik komentar sambil ngelap iler.

Gue mirip percis kayak Icha, yang selalu bangga punya tubuh pas-pasan meskipun doyan makan. Kalau Icha kebanyakan makan, gemuknya lari ke pipi. Bikin orang-orang ngeliatnya jadi gemes. Pipinya minta digigit.
Lah gue, kalo banyak makan, gemuknya entah lari ke mana. Mentok-mentok larinya ke wc. Ibaratnya kalo gue makan, makanannya cuma numpang lewat doang.
Gue pengen banget gemuk. Karena itu beberapa bulan belakangan ini gue rajin banget minum susu. Susu duo serigala. Maksudnya susu kaleng dari duo serigala.
Tapi tetep ae gue nggak gemuk-gemuk.


***
Meskipun gue selalu berusaha untuk menggemukkan badan, gue nggak pernah makan nasi sampe sebakul. Gue malah jarang makan nasi. Lebih sering ngemil dan beli jajanan di luar. Terkecuali nasi dengan lauk jengkol.
Gue pecinta jengkol garis keras. Gue pernah ikut dengan Ibu ke pasar, dan gue menyaksikan sendiri kalau Ibu membeli jengkol sampai menghabiskan uang 200 ribu. 200 ribu khusus untuk jengkol doang, belum cabe, belum bawang, sayuran, ikan-ikanan, yawloh. 

Saat diperjalanan pulang, sayup-sayup gue mendengar suara Ibu.
  ‘’ Seminggu ini kita makan jengkol ya Lan, ‘’
Gue cuma ngangguk dan senyum-senyum kecil. Bahagia banget rasanya.

Gue suka jengkol dalam bentuk sajian apapun. Gulai jengkol, sambal jengkol, goreng jengkol, semur jengkol, rendang jengkol apalagi sambalado tanak jengkol. Subhanallah nikmatnya.

Sambalado tanak jengkol ini merupakan makanan dari Sumatera Barat. Rasanya lebih seperti rasa gulai jengkol, tapi secara fisik keliatan seperti rendang jengkol.
Gue suka tekstur lembut pada jengkol. Ada sensasi nikmat disetiap gigitan yang gue rasakan. Kenyal, empuk, maknyus. Ayam kaepci mah kalah.
Meskipun Ibu menggoreng ayam atau ikan selain memasak jengkol, entah kenapa gue lebih memilih untuk hanya memakan jengkol dengan pasangannya nasi.
Jengkol aja ada pasangannya, masak kamu enggak?



                                                       




Dulu nih ya, dulu. Duluuuuuuuuuuu banget.
Dulu waktu gue punya pacar, waktu ada yang pernah khilaf rela jadi pacar gue, waktu ada yang perhatiin gue, waktu ada yang nanya ‘udah makan belum? ‘ ke gue, waktu ada yang peduli ke gue, waktu itu pokoknya gue punya pacar deh. 

Gue selalu kesel setiap kali Ibu memasak jengkol di hari Sabtu.
Itu tuh bikin gue dilema parah. Dilain sisi gue udah ngiler pengen nyomot jengkol anget-anget yang baru diangkat dari kuali, dilain sisi lagi gue mikir kalo nanti malam sang pacar bakal ngapelin gue.
Berhubung ketemunya cuma seminggu sekali, gue nggak mau merusak pertemuan itu dengan nafas yang bau naga. Enggak mau.
Akhirnya dengan berat hati, gue menutup kembali tudung saji dan langsung masuk kamar. Kelaperan sampai ketiduran.
Ini semua demi pacar. Demi pacar gue harus rela menahan nafsu untuk segera memakan jengkol masakan Ibu. Demi pacar dan demi keharmonisan hubungan gue dan dia kelak.
Yaa walaupun pada akhirnya gue tetep aje jomblo.


Sambalado tanak jengkol. Gue memotret ini, sesaat sebelum makan nikmat gue terhenti
karena ada telefon masuk dari om-om gadun. Oke.



'' Jangan pernah mengabaikan jengkol demi pacar. Pacar bisa berkhianat, tetapi jengkol tidak. ''

-Wulan, 19 th, calon ibu bagi anak-anakmu kelak.






Share
Tweet
Pin
Share
66 comments
                                         

Angin sore itu terasa halus membelai ujung rambutku.
Aku terperangah ketika ia tiba-tiba turun dari kursi cokelat muda kemudian menekuk lutut di hadapanku. Ia merogoh sakunya sebelum pada akhirnya muncul sebuah kotak merah sebesar kepalan tangan.
Dengan satu sentakan jari tangannya, ia memamerkan sebuah cincin dengan hiasan berlian yang membuatku terpesona takjub.
'' Marry me? '' tanyanya.

Kedua bola mataku membesar. Tak tahan menahan haru bahagia. Senyumku mengembang luas, aku menarik nafas sedalam mungkin dan menghelanya. Dengan yakin aku mengatakan, '' Yes!'' hingga ia kemudian bangkit berdiri dan memasangkan cincin itu di jari manisku. Ah, betapa indahnya cincin ini.


***


Aku tersenyum sinis mengingat kejadian sebulan yang lalu. Sembari melepaskan pakaian, aku menarik selembar handuk yang menggantung. Sesaat sebelum melangkahkan kaki untuk masuk ke kamar mandi, aku mengecek HPku.
Tidak ada yang menanyakan kabarku, tidak ada yang peduli denganku. Ya, harusnya aku sudah tahu itu. Ku letakkan HP ke tempat semula.

Dari pintu kamar mandi, air hangat yang memenuhi bak terlihat merayuku dan tak sabar ingin memanjakanku. Pencahayaan yang cukup remang di dalam kamar mandi ini bisa membuatku leluasa untuk menikmati hangatnya air yang mulai perlahan menyentuh pori-poriku.

Tak ada yang lebih sakit dari pengkhianatan dua orang yang begitu sangat kucintai.

Aku membenci tanganku. Tangan yang pernah di genggam erat saat jalan beriringan dengannya sore itu.

Perlahan aku mengambil silet dan mulai menggaris pergelangan tanganku secara vertikal. Garisnya masih belum sempurna. Aku mencoba menggaris lagi dengan pola horizontal. Lagi, garisnya masih belum sempurna. Tak heran, dulu saat duduk di bangku TK, aku selalu mengalami kesulitan dalam menggambar dengan penggaris. Bahkan sampai saat ini pun, aku masih belum bisa membuat garis dengan sempurna.

Aku mencoba menggaris pergelangan tanganku lagi. Kali ini dengan tekanan yang cukup.



Ya! Aku berhasil, sayang.
Lihat, garis yang baru saja ku goreskan tampak sempurna, bukan?


Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.

Aku membenci pipiku. Pipi yang pernah ia usap lembut sebelum pada akhirnya sebuah ciuman mendarat di sana.


Aku kembali menarik garis panjang dari ujung pelipis dengan titik akhir berada di ujung bibir.
Aku bersorak girang. Kedua pipiku kini terukir garis panjang yang lurus. Tanpa menunggu waktu lama, aku membasuh wajahku dengan air hangat di dalam bak mandi. Darah segar mengucur keluar dan jatuh bersamaan dengan turunnya air hangat tersebut dan kembali bermuara ke dalam bak.

Sesekali ku jilat darah kecut yang mengalir di area bibirku. Rasanya meninggalkan candu.


Aku tersenyum puas saat menyaksikan air hangat dalam bak mandi berubah menjadi merah disetiap detiknya.


Aku membenci kedua mataku. Mata yang telah merekam jutaan sosok tentang dia. Senyumnya, tawanya, bentuk rambutnya, bulu tangannya yang lebat, tekstur hidung mancungnya, kumis tipisnya, kuku putih bersihnya, alis tebal yang berjajar rapi, bentuk bibirnya, ah aku benci mataku yang membuatku terus mengingat segalanya tentang dia.


Tanpa berfikir panjang, aku segera mencongkel kedua bola mataku. Kunikmati setiap bunyi remuk yang kuhasilkan dari tangan ganasku.


Aku tersenyum puas.


Lihatlah, air di bak mandi ini. Merahnya tak kalah dengan merahnya bibirmu yang diolesi gincu, wahai sahabatku.
Merahnya tak kalah juga dengan merahnya kisah cinta kalian.


Cincin pemberiannya sebulan yang lalu hanya diam dan bertengger manis di tepi bak mandiku.





***

Hai gaes.

Untuk sementara ini, cerpen WIDY mungkin akan diberhentikan sejenak. Mengingat teman-teman pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Icha yang lagi sibuk mencari kerja baru dan menunggu kekasih LDRnya pulang di bulan ini, Yoga yang sibuk dengan freelance, kuliah dan kegiatan lainnya, Darma yang sibuk revisian skripsi, dan gue sibuk menunggu kepastian yang jelas darinya. Anjay.

Tapi secepat mungkin, kami bakal melanjutkan untuk menulis kembali bagian cerpen selanjutnya.
Doakan lancar ya gaes :)
Terimakasih untuk kritik, saran, pendapat dan waktu luang yang kalian gunakan untuk membaca cerpen WIDY. *ketjup satu-satu

Di bulan Februari ini, rencananya kami akan membuat satu tulisan bertema dengan bentuk bebas. Boleh seperti, puisi, review, hasil observasi, FF (Flash Fiction), bentuk curhatan juga boleh. Bebas. :)

Dengan tema: Makanan. 

Bagi teman-teman yang mau ikutan menulis bertema Makanan di bulan ini, yuk silahkan ikut. Hitung-hitung belajar menulis bareng. :)



Terimakasih gaes. Aku cinta kalian.





Share
Tweet
Pin
Share
74 comments





Aku tidak akan beranjak pergi bila bukan kamu yang memintanya. Aku ingin selalu berada di sini. Dengan sekelumit kisah berwarna yang membuat garis lengkungku mengembang luas.
Hampir setiap malam aku tak henti melayangkan sebait doa dengan namamu yang juga turut melengkapinya.

Kamu tahu, namamu mendapati posisi baru. Iya, dalam setiap doa baik dan di setiap shalatku.

Akan ada saat di mana kaki kita melangkah bersama menuju satu arah. Melewati berbagai persimpangan yang ada.
Karena aku ingin, posisimu tak hanya di sisi kanan atau di sisi kiriku, melainkan satu shaf di depanku.

Namamu adalah rumah. Tempat aku berpulang dan tempat mengadukan cerita lelahku.

Aku hanya ingin menjadi salah satu alasan atas senyummu.

Kamu, jawaban atas seribu pertanyaan yang selama ini berputar dibenakku.






BAPER. ELAH




Share
Tweet
Pin
Share
58 comments
Akhir-akhir ini berita tentang polisi yang nggak bisa bedain mana parkir dan mana berhenti sedang menjadi trending topic. Meme-meme polisi tersebut juga udah banyak beredar.
Gue kalo liat meme polisi itu, antara mau ketawa dan ngata-ngatain sekaligus pengen menyalurkan hasrat noyor kepalanya.
 Lah iya, masak nggak bisa bedain yang mana parkir dan yang mana berhenti.

Itu tuh ibaratnya gini ya.
Kayak gebetan. Gebetan lu udah deket banget sama lu, rajin chat, telfonan, eh taunya tiba-tiba doi ngilang dan nggak ada kabar. Pergi gitu aja. Nah itu namanya gebetan lu cuma numpang parkir. Singgah doang. Nggak menetap.

Beda dengan berhenti. Kalo berhenti itu ibaratnya doi udah memantapkan hatinya buat lu, udah mentok dan memilih berhenti untuk suatu tujuan. Gitu.


INI APAAN YA?

Oke, lanjut.


Beberapa waktu yang lalu, gue tiba-tiba mikir tentang bagaimana kepribadian gue sendiri. Dengan ditemani alunan lagu Refrain, perlahan gue memejamkan mata. Mengingat kembali apa saja hal-hal baik dan buruk yang pernah gue lakukan di dalam hidup. Ini tuh kayak perhitungan amal baik dan buruk. Kayak besok pagi gue meninggal. Gitu. Padahal amal baiknya juga kagak ada. 
Gue menghirup nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Pikiran gue mulai berjalan mundur mencoba mengingat seperti apa gambaran pada kepribadian gue.



Iyak. Bener.




Enggak ada yang bisa gue banggakan dalam diri gue. Hahahaa


***

Pernah suatu pagi di hari Minggu, gue keluar membeli sarapan nasi uduk. Suasana jalan masih sepi banget. Setelah memesan nasi uduk untuk dibungkus, gue mengambil risol yang ada di atas meja warung sarapan. Sementara ibu penjual nasi uduk sibuk mencari uang kembalian.
Lagi asik-asiknya mengunyah risol sambil menonton acara musdalifah yang rumahnya gede minta ampun, tiba-tiba

BROK.


Di depan warung sarapan, ada bapak-bapak yang entah faedahnya apa memutuskan untuk jatuh dari motor. Padahal jalanan kosong. Sepi. Kayak hati.
INI TUH KENAPA GITU KAN SERBUK JASJUS. 

Jatuh sendiri di motor. Dan itu kejadiannya tepat di depan mata gue.
Gue sebagai anak sekolah yang masih duduk di kelas 3 SMK yang memiliki pendidikan dan kepedulian yang tinggi, langsung meneruskan mengunyah risol sampai habis.
Nggak gue tolongin. Trus salah satu pelanggan di warung sarapan lari-lari ke jalan depan untuk nolongin bapak itu.
Bapaknya dibantuin.
Gue makan risol.
Oke.

***

Gue paling nggak suka dibanding-bandingin dengan orang lain. Dengan mantan misalnya. Hmm.
Gue secara keseluruhan berbanding terbalik dengan kakak gue. Dari fisik sih udah keliatan. Dia gede, tinggi, minumnya waktu masih kecil susu dancow rasa vanilla. Beda sama gue, kecil, kurus, dekil, minumnya waktu kecil es kosong doang. Itu juga kalo airnya udah habis, esnya gue jilat-jilat sampe mencair.

Dari SD sampai SMP, gue paling kesel dengan guru yang kalo ngabsen dan menyebutkan nama gue, kemudian diikuti dengan pertanyaan, '' Kamu adiknya si Melati ya? ''
Gue mau geleng, nanti dikira anak pungut. Nggak ngakuin kakaknya.
Mau ngangguk, takut gurunya nggak percaya.
Akhirnya gue cuma menjawab, '' Iya bu, heheheee ''
Cengengesan. Dan udah gue duga, perkataan yang keluar dari guru setelah itu adalah, '' Kok nggak mirip ya? Kakak kamu tuh pinter, aktif, serius dalam belajar. ''

Dan sudah tigajutaempatratuslimapuluhdua kali gue mendapat pertanyaan dan kalimat yang seperti ini dari guru sejak gue duduk di bangku SD sampai SMP. 

Gimana enggak, kakak gue waktu di SMP berprestasi banget. Dikenal guru-guru.
Gue kagak. Jangankan dikenal guru-guru, diakuin sebagai muridnya aja gue udah sujud syukur.

Kakak gue kalo ke sekolah niatnya bener-bener belajar. Itu tas ranselnya penuh kayak mau mendaki gunung dua hari dua malem. Belum lagi kamus bahasa inggris dan bahasa indonesia yang dipegangnya. 

Beda sama gue. Semenjak SMP, laci sekolah udah gue nobatkan sebagai rak buku. Semua buku mata pelajaran dan buku tulis tersusun rapi didalam laci meja gue.  Jadi gue berangkat dari rumah cuma modal pena dan buku sebiji doang. Berat-beratin tas biar isinya nggak cuma angin dan deretan nomor telfon kakak kelas ganteng di sekolah doang.

Saat di SMK, gue nggak lagi mendapat pertanyaan terkutuk seperti itu. Yang ada malah gue-dikira-kayak-kakak.
Guru-guru di SMK mengira gue seperti kakak. Punya otak cerdas, berwawasan luas. Wawasan luas opo, nama bupati di tempat tinggal sendiri aja gue kadang rada lupa namanya siapa.


***

Ada kejadian yang paling gue sesalin seumur hidup. Kejadian ini terjadi saat gue duduk di kelas 5 SD. Nggak tau deh, waktu itu otak gue sejahat apa sampai bisa melakukan tindakan keji tersebut. Hmm.
Jadi gini, aku tuh sayang kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?

Oke. Serius.

Jadi gini, waktu SD, gue pulang pergi sekolah naik mobil antar-jemput. Posisi favorit gue di tengah sebelah kanan dekat jendela. Kalo berangkat sekolah, mobil wangi parah. Aroma shampo anak-anak yang habis keramas, wangi molto, kispray, wangi dah pokoknya.
Kalo pulang sekolah, aroma dalam mobil super menjijikan. Bau keringat, rambut lepek, bekal makan siang yang berceceran dalam tas. Parah.
Jadi, siang itu mobil jemputan gue lama banget datang. Padahal gue udah nunggu di parkiran sedari tadi. Akhirnya gue memutuskan untuk naik ke food court yang ada di depan sekolah. Di food court tersedia telepon kabel. Waktu itu gue tinggal di kompleks perumahan, masing-masing perumahan punya telepon kabel dengan empat digit nomor yang berurutan sesuai nomor dan tipe perumahannya. 
Gue menekan sembarang nomor.

Gue: Halo?
A   : Iya halo?  
(Suara perempuan, kira-kira berumur 20 an ke atas)
Gue: Ini dengan siapa ya?
(Ini apa banget gue. Kan gue yang nelfon, yawloh.)
A   : Ini Ratna. Ini Amima ya?
Gue: Iya, ini Amima.
A   : Iya, ada apa Amima?
Gue: Kak, dipanggil mama ke rumah. Sekarang ya kak. Cepetan.
A   : Hah? Mama Amima kenapa?
Gue: Pokoknya kakak datang aja ke rumah sekarang. Jangan lama-lama ya.
A  : Iya, iya. Ini kakak mau siap-siap ke sana ya.
Gue: Iya kak. Amima tunggu. 

Nggak hanya sampai di situ, selang 5 menit kemudian gue menelfon kembali.

Gue: Kak, udah siap-siap mau ke rumah?
A   : (suara motor) Iya, iya ini kakak mau berangkat.
Gue: Iya kak, Amima tunggu.

YAWLOH, AKU BERDOSA.

Siapa coba Amima?
Anak SD macam apa gue. Jahat bener. :(



***

Kalau gue pikir, kayaknya malaikat Atid udah lelah nyatat amal buruk gue selama hidup. Tangannya capek, Kasihan. :(

Dosa gue banyak amat. Udah ah mau wudhu dulu. 






Share
Tweet
Pin
Share
59 comments
Gue anak silat.

Ralat.

Gue bekas anak silat yang pernah ikut tapi nggak tamat dan nyusahin pelatih-pelatihnya doang. Hebat.

Gue dan kakak mengikuti pencak silat di tahun 2011. Pencak Silat Setia Hati Terate. Yang awal berdirinya di kota Madiun pada tahun 1922.

Awalnya semua berjalan lancar. Gue senang banget bisa tergabung dan dikelilingi dengan mas-mas ganteng perkasa serta pelatih yang kalo gue denger suaranya, rasanya pengen membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah.
Jadwal silat ditentukan pada hari Selasa dan Sabtu.
Ini apa banget gitu kan, yang punya pacar nggak bisa malam mingguan. Kenapa harus hari Sabtu coba?
Gue mau protes, tapi takut dihajar rame-rame. Trus meninggal. Kan nggak elit.

Sesudah isya sekitar jam 8, kami semua udah ngumpul di lapangan silat. Angkatan gue waktu itu ada 11 orang. 8 cowok, 3 cewek.
Yang ceweknya, gue, kakak dan adik kelas gue.
Sebagai cewek, gue ngerasa diperlakukan bak seorang ratu. Pergi dijemput segerombolan cowok, pulang jam 2 pagi juga dianterin cowok-cowok. Melindungi cewek-cewek banget. Uuh~

Setiap istirahat sekitar jam 10 malam, kami selalu disuruh bawa minum air pepaya. Sumpah. Itu air pepayanya kayak kisah cinta gue. Pahit.

Dalam pencak silat, tingkatan warna sabuknya berbanding terbalik dengan karate.
Dalam pencak silat tingkatan warna sabuk dari yang terendah sampai ke tinggi dimulai dari,

Polos (cuma seragam doang nggak pake sabuk)
Hitam
Jambon (merah jambu)
Hijau
Putih


Di sana gue baru merasakan arti dari kebersamaan dengan sesama. Mulai dari makan bareng di satu piring gede.
Butir-butir pasir dari telapak tangan sehabis push up kayaknya ikut menggurihkan nasi yang gue makan. Belum lagi keringat yang menetes. Tapi anehnya, itu nasi tetep abis. Lezatnya ngalah-ngalahin nasi padang.

Waktu naik ke sabuk hitam, gue cuma berkata dalam hati, '' Kayak gini doang nih ujiannya? Cih. ''
SONGONG.

Naik ke sabuk jambon (merah jambu), '' BUSET, SUSAH AMAT. MENDING GUE NIKAH AJA SAMA NAZAR ''
Gimana enggak. Gue diadu dengan kakak. Biasanya waktu latihan, setiap hari Sabtu ada tes adu gitu. Dan gue selalu dilawankan dengan Irma. Irma badannya kecil, mungil. Tapi kalo nendang, badan gue cuma ijo-ijo lebam, lecek doang . Tulang belulang semua sih.
Nah, waktu tes ke sabuk jambon, gue dihadapkan dengan kakak.
Ini nggak baik gaes. Melawan saudara sendiri. INI KONSPIRASI !

Tapi mau nggak mau, gue harus berhadapan dengan kakak. Gue mulai dengan pemanasan. Lari kecil mengitari lapangan. Ini kalo bisa lari sampe rumah, gue udah lari pulang nih. Sambil lari kecil, gue udah mengatur siasat.
Oke.

Salam pembuka. Salaman.
Dan

HOIK



Maknyus. Gue kena tendang. Karena nggak terima dengan perlakuannya itu, gue langsung berteriak,
  '' RASAKAN INI, JURUS RASENGAN. HIYAAAAT ''

Tapi nggak jadi. Gue cuma nyengir-nyengir nahan sakit. Perlawanan terus terjadi. Dengan semampunya gue berusaha menampik tendangan dan pukulan dari kakak.
Kalo diliat dari jauh, gue rasa ini bukan tes uji adu. Tapi lebih mirip ke emak-emak yang marahin anaknya karena semalaman nginap di warnet.
Lah iya, badan kakak gue gede. Sementara badan gue kecil kayak upil plankton.

Gue mencoba memukul ulu hatinya. Nggak bisa. Anunya kegedean.
Maksud gue, tangannya kegedean. Jadi gue nggak bisa tepat sasaran dan mengenai ulu hatinya.

Sampai pada akhirnya,

HIYAAAT


Kakak gue salah sasaran. Betewe tau kan di mana letak ulu hati. Pas di bawah tulang rusuk dada. Niatnya mau memukul ulu hati gue, tapi nggak kena. Malah yang kena tete gue.

Sakit men. Gila.

Bayangin, tangan kakak gue gede. Dikepal, tambah gede. Tenaga kakak gue gede karena makannya banyak, ditambah kayak ada rasa-rasa kesal yang tak tersampaikan ke gue.
Sasarannya ulu hati, malah kena tete gue.

Sumpah. Itu sakit bener. Gue mau elus, kayak elus kaki gue yang kena tendang tadi. Tapi, yakali gue elus-elus tete di tengah-tengah lapangan. Harkat martabat negara bisa hancur.

Oke. Akurapopo.

Gue tetep melanjutkan perlawanan sambil mikir, '' Kalo tete gue yang sebelah lagi juga kena, bisa bisa gue pulang dengan dada rata. Operasi kelamin. Jadi laki-laki macho. ''

Gue melakukan serangan pukulan dan tendangan ke kakak gue. Nggak mempan. Pengen bawa teroris aja rasanya.
Sampai pada akhirnya,

CIYAAT


Gue terduduk dengan anggun di lapangan. Kayak putri salju.
Gue meringis.

Tulang kering gue. Huwaaa. Gue terisak-isak. Besoknya langsung masuk tipi, masuk acara jalinan kasih.

Gue meluruskan kaki gue, membuka celana. Eng anu, menaikan celana untuk melihat tulang kering gue yang nggak berdosa apa apa.

TARAAA
Tulang kering gue benjol. Gede. Segede telor ayam. Kayak hasil perpaduan tumor dan bisul.

Awalnya gue sempat mikir,
  '' Ini kenapa tete gue malah pindah ke tulang kering ya? ''

Tapi setelah gue pencet dan terasa sakit. Gue baru sadar, ternyata tulang kering gue bengkak. Yawloh. Kakak gue tega banget. Durhaka.


Setelah mendapatkan sabuk jambon, beberapa bulan berikutnya diadakan tes kenaikan tingkat sabuk hijau. Dan setelah mendapatkan sabuk hijau, gue hanya bertahan selama 2 bulan sebelum pada akhirnya gue memilih untuk mengundurkan diri. Sedangkan kakak gue masih ikut sampai mendapatkan sabuk putih dan lulus.


Begitulah kisah gue sebagai mantan siswi pencak silat.
Kisah yang menginspirasi.




Share
Tweet
Pin
Share
72 comments
Newer Posts
Older Posts

Rahayu Wulandari

Rahayu Wulandari
Atlet renang terhebat saat menuju ovum dan berhasil mengalahkan milyaran peserta lainnya. Perempuan yang doyan nulis curhat.

Teman-teman

Yang Paling Sering Dibaca

  • ADAM
  • Ciri-ciri cowok yang beneran serius
  • Pelecehan
  • 5 Tipe Cowok Cuek

Arsip Blog

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  September (1)
      • Perjalanan Baru
    • ►  June (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  July (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (14)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (39)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  June (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (8)
    • ►  January (7)
  • ►  2015 (138)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (9)
    • ►  May (10)
    • ►  April (15)
    • ►  March (21)
    • ►  February (11)
    • ►  January (24)
  • ►  2014 (18)
    • ►  December (10)
    • ►  November (6)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates