Ngomongin cita-cita.
Sampai sekarang, di umur yang masih belasan ini gue masih bingung mencari jawaban saat ditanya mengenai cita-cita.
Eh bentar, umur sembilan belas masih termasuk belasan ye kan? Masihkan? Oke.
Jujur, gue masih bingung dalam menemukan jati diri gue sebenarnya.
Mari kita bahas tentang satu per satu cita-cita yang dulu pernah gue impikan.
1. Guru Ngaji
Ini cita-cita paling subhanallah banget gaes. Gila, mana ada cita-cita anak kecil yang waktu itu masih berumur 4 tahun memiliki cita-cita itu. Di saat anak lain bercita-cita pengen jadi dokter, guru, polisi, pilot, de el el, gue dengan bangga bercita-cita menjadi seorang guru ngaji.
Ini bermula saat gue ikut ngaji bersama temen di suatu mesjid. Gue dan kakak. Kakak waktu itu masih berumus 5 tahun. Gue waktu itu seneng banget datang telat. Sekarang enggak, apalagi telat datang bulan. Enggak seneng.
Hukuman bagi murid ngaji yang suka datang telat adalah pukulan rotan spesial dari pak ustadz. Maknyus. Dan gue harus rela menyodorkan telapak tangan untuk dipukul dengan rotan setiap kali gue datang telat.
Kamprednya gue nggak jera.
Karena gue sering telat dan dapat teguran dari pak ustadz, gue akhirnya diberhentikan ibu dari kegiatan mengaji di mesjid. Sebenernya alesan yang tepat karena gue pernah bolos sekali waktu ngaji. Pamitnya ngaji, tapi malah main-main sama temen.
Hingga akhirnya ibu menyuruh gue untuk mengaji dengan tetangga sebelah rumah. Setiap selesai magrib, gadis kecil nan imut ini buru-buru menenteng iqra dengan mukenah yang sumpah-itu-mukenah-apa-baju-pengantin. Pake ekor segala dibelakangnya. Mukenahnya kegedean. Gue kayak kain putih berjalan. Serem.
Gue sangat nyaman ngaji dengan tetangga gue ini. Dengan perempuan yang sudah berusia senja. Gue memanggilnya nenek.
Gimana nggak nyaman, wong tiap ketemu waqaf dan selesai membaca satu ayat, gue selalu ngajak ngobrol nenek.
Baca ayat sampe ketemu waqaf.
'' Nek, Wulan belum makan. Makan ciki dulu nggak papa ya. ''
Nenek ngangguk sambil berzikir. Gue ngambil cemilan ke rumah, makan di depan nenek.
Lima menit kemudian, baca lagi ayat satu baris sampe ketemu waqaf.
'' Nek, nenek ada minum dingin nggak? Nanti habis ngaji, Wulan minta ya. ''
Lanjut lagi baca satu ayat.
'' Nek, tadi sore Wulan kan jalan-jalan sama ayah. Itu Wulan beli lego baru. Wulan ambil dulu ya. ''
Dulu waktu kecil gue penggila lego. Beda sama sekarang, sekarang mah jadi penggila cinta kamu. Walaupun dalam diam, ya tetep lego. LEGO-WO AE LAH.
'' Enggak usah. Ngaji dulu. ''
'' Iya Nek. ''
Gue kembali ngaji. Gila ya, seru banget ngaji kayak gitu. Dan diumur segitu, setiap kali ditanya guru TK tentang cita-cita, gue selalu menjawab dengan yakin, '' Jadi guru ngaji. ''
2. Penjahit
Gue pernah bercita-cita menjadi penjahit. Punya ide kreatif dalam mendesain pola baju, menjahit baju. Gue selalu senang setiap kali Ibu mengajak gue ke rumah teman Ibu. Teman Ibu seorang penjahit. Dan gue dengan polosnya berdiri di samping teman ibu, memperhatikan bagaimana gerakan tangan yang super cepat dan lincah itu memainkan mesin jahit serta kaki yang menimbulkan suara mesin jahit yang semakin membuat gue berdecak kagum.
'' Enaknya jadi penjahit. ''
Tapi kayaknya gue nggak bisa menjahit dan jadi seorang penjahit. Menjahit luka di hati aja gue nggak bisa. Mungkin gue lebih cocok jadi perajut. Perajut tali cinta diantara kita. Asoooy.
3. Pemadam Kebakaran
Entahlah. Darimana asalnya gue bisa memiliki cita-cita menjadi pemadam kebakaran. Seingat gue, sewaktu gue duduk di kelas 4 SD, gue sangat suka menonton berita. Sungguh, masa kecil yang barokah. Dulu sinetron alay binatang-binatang bisa jatuh cinta mah nggak ada.
Anehnya, gue cuma suka menonton berita kebakaran. Bodo amat dengan berita pencurian,perkosaan, perselingkuhan, tawuran, curanmor, koruptor de el el. Pokoknya setiap kali gue denger suara pembawa berita yang mengatakan,
'' Pemirsa, telah terjadi kebakaran di bla bla blaaa.... ''
Gue langsung buru-buru duduk bersila di depan tv dengan kepala mendongak menatap layar tv.
Ada perasaan bangga setiap kali gue melihat pemadam kebakaran yang berusaha memadamkan api dengan selang yang panjang terulur. Kayak kamu, yang suka tarik ulur. Huh.
Seringkali gue membayangkan diri sendiri di depan cermin dengan mengenakan seragam merah pemadam kebakaran sambil memegang yang panjang-panjang di kedua tangan. Iya, itu maksudnya selang air pemadam kebakaran. Kan panjang.
Dalam pemikiran gue ketika itu, tugas sugas seorang pemadam kebakaran adalah, nyiram api dengan selang panjang ke lokasi kebakaran dari atas mobil, apinya padam, yaudah kelar.
Gila ya, anak kecil diumur segitu cita-citanya udah mulia banget.
4. Cheff
Sampai saat ini, gue nggak terlalu suka memasak. Bisa sih masak, tapi nggak terlalu digemari banget. Kan ada tuh orang yang hobi banget masak. Bahkan bisa-bisanya nemuin masakan baru. Bahan ini dicampur ini, jadi deh masakan baru dan muncul juga nama makanan baru. Biasanya orang kayak gini nih kreatif. Segala bahan makanan bisa dijadikan sebuah masakan lezat. Apa-apa dimasak.
Sebelum pernah bercita-cita menjadi cheff, gue terlebih dahulu menyukai bagian memasak yang berupa memanggang/membakar. Bakar apa aja deh. Bakar ayam, ikan, jagung, muka pacar kalo ketahuan selingkuh juga gue bisa gue bakar.
Tapi semua berubah setelah gue melihat acara masak memasak ala cheff perempuan di tv. Masih nggak habis fikir.
Itu cheffnya, dari cabe masih dipetik di kebun cabe sampe makanan tersaji sambil keluar kata, '' so delicious, '' itu kenapa pakaiannya tetep rapi aja sih? Rambutnya juga tetap tergerai indah. Make upnya juga nggak luntur kena asap dari wajan penggorengan.
Karena rasa penasaran itu, gue akhirnya berniat menjadi seorang cheff. Cita-cita luar biasa ini muncul saat gue duduk di kelas satu SMP.
Hari Minggu pagi, gue bangun jam setengah tujuh. Ke dapur, mempersiapkan segala jenis bahan yang akan di masak.
'' Bu, Wulan bikin nasi goreng ya. ''
'' Iya bikin aja, '' sahut Ibu.
Setelah gue mengupas semua bawang merah dan putih serta bumbu yang nantinya akan gue blender, tiba-tiba Ibu menghampiri gue ke dapur.
'' INI KENAPA BIKIN NASI GORENG PAKE JAHE DAN KUNYIT YA? MAU BIKIN JAMU ATAU NASI GORENG? ''
Gue bengong. Kemudian ketawa receh.
'' Hehee, untung belum dimasukkin ke blender. '' Gue langsung saja menyingkirkan jahe dan kunyit yang sudah gue kupas tadi.
Untung, ndasmu!
Dengan gaya cheff handal, gue dengan lincah mengaduk nasi goreng dengan sendok masak. Sok ahli gitu.
Selama mengaduk-aduk nasi goreng agar bumbunya rata kayak dada gue ketika itu, gue sibuk mikir. Gue memikirkan, '' ini kalo jadi nasi gorengnya, gue namain apa ya? ''
Nasgor cokelat ala Cheff chimoed.
Nasgor ala Cheff nyonya Wulan
Nasgor yumy ala Lancut (Wulan-Cute) sekalian aja kancut. Oke.
Nasgor lezat ala Cheff myself
Aaaa apa ya namanya? Belum sempat gue menemukan nama keren untuk penemuan nasi goreng yang gue buat ketika itu, ibu langsung memanggil gue dan menyuruh gue mematikan kompor. Jangan kelamaan, takutnya nasinya malah gosong.
Pikiran gue bener-bener memutar keras untuk mencari nama yang akan gue pakai untuk menamakan masakan lezat ini. Nggak kebayang kan kalo suatu hari nanti, gue bakal ngegantiin Cheff Farah Quinn. Kalo gue, Cheff Farah Amat ini masakan apa sih!
Nggak kebayang juga kalau suatu hari nama masakan lezat ini bisa muncul di buku menu masakan. Uuh gila ya. Gue sehebat itu.
Oke. Setelah nasi goreng selesai, orang di rumah langsung mencoba mencicipi nasi goreng untuk sarapan pagi itu. Ada 2 kemungkinan yang terjadi setelah mereka memakan nasi goreng itu. Kalau nggak muji gue ya meninggal keracunan.
Belum sampai setengah jam, gue tersenyum lega melihat nasi goreng gue yang sudah ludes di atas kompor.
Duh, keren ya gue. Waktu SMP aja gue udah bisa masak.
Kakak gue datang sambil meletakkan piring di atas meja. Dan di atas meja itu gue melihat banyak piring lainnya yang berisi nasi goreng tergeletak begitu saja.
'' Ini nasi goreng apa sih? ''
'' Nasgor nikmat ala Cheff Lancut alias Wulan Cute. Enak kan? ''
'' Enak apaan. Ini nasi goreng kenapa banyak gini minyaknya? ''
Gue langsung mengangkat piring yang berisi nasi goreng dari atas meja.
Eeeh iya yak. Ini nasi gorengnya banyak banget minyaknya. Sampai bergelimangan.
Fix, ini nasi goreng kuah minyak ala cheff Wulan!
Sejak saat itu, harapan gue untuk menjadi Cheff seperti Farah Quinn yang pinter masak dan berbadan dan berdada bohay, musnah seketika. Karena nasi goreng itu.
'' Cheff Farah Quinn, aku tidak bisa menjadi penerusmu. Dadaku rata. Tengkiyu. ''
5. Pramugari
Cita-cita ini muncul saat gue duduk di kelas 2 SMK. Di mata gue, jadi pramugari adalah cita-cita yang sangat gue banggakan. Berpakaian rapi, bersih, bertutur halus, setiap hari bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak, cakep, badannya langsing dan bisa ngegebet abang pilot cakep. Sampai suatu hari, di teras rumah gue berbincang-bincang dengan ibu dan ayah.
'' Bu, habis lulus SMK ini, Wulan mau jadi pramugari ya. ''
'' Pramugari? Memang berani pergi-pergi jauh? ''
'' Berani dong. '' Gue menjawab dengan mantap.
'' Kalo ada kecelakaan pesawat gimana? Pesawatnya hilang, pesawat jatuh, pesawat tenggelam, ''
'' Itu sih udah jadi resiko pekerjaan, Bu. Masuk dalam kategori mati syahid. Meninggal dalam bekerja yang semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah. ''
Anjir, gue udah kayak mamah dedeh.
Ibu manggut-manggut doang. Diem.
'' Memang tinggi koe berapa? '' kali ini Ayah membuka mulut.
'' 154 cm, Yah. ''
'' Nggak bisa dong. Tingginya nggak cukup. Blabla blablaaa.. ''
Gue masuk kamar. Buka gugel nyari persyaratan masuk pramugari. Ternyata bener, tinggi gue nggak pantas untuk jadi seorang pramugari. Kampred. Gue pendek bener. Huhuu
Seminggu setelah itu, setiap sore gue rajin berolahraga dengan skipping. Sampai pada akhirnya, saat sedang serius menggunakan skipping dengan harapan gue bisa nambah tinggi dan bisa masuk pramugari trus bisa ngegebet abang pilot ganteng dan kece, tiba-tiba saja PLAKK.
Tali skipping menampar ujung mata gue.
HUWAAAA gue nangis kejer. Bukan apa-apa, kalo nanti mata gue bermasalah gimana? Gue nggak bisa lagi dong ngelirik abang-abang ganteng di kasir swalayan langganan gue?
Masa depan gue hancur hanya gara-gara skipping sialan ini.
Semenjak itu, aku mencintaimu.
Halah. Semenjak itu, gue memutuskan untuk menghapus daftar impian menjadi seorang pramugari.
Jangankan jadi pramugari, jadi roda kopernya pramugari aja gue nggak lolos.
Entahlah. Sampai saat ini gue masih bingung dengan cita-cita gue yang sebenarnya. Seperti apa? Ingin jadi apa? Bisanya apa?
Apapun itu, saat ini gue sedang mempersiapkan diri dan bercita-cita menjadi ibu yang baik dan cerdas untuk anak-anak kita kelak. Hasek.
Eh betewe, Cita-citanya Cita Citata yang selama ini Cita Citata cita-citakan itu cita-cita menjadi apa ya?
Sampai sekarang, di umur yang masih belasan ini gue masih bingung mencari jawaban saat ditanya mengenai cita-cita.
Eh bentar, umur sembilan belas masih termasuk belasan ye kan? Masihkan? Oke.
Jujur, gue masih bingung dalam menemukan jati diri gue sebenarnya.
Mari kita bahas tentang satu per satu cita-cita yang dulu pernah gue impikan.
1. Guru Ngaji
Ini cita-cita paling subhanallah banget gaes. Gila, mana ada cita-cita anak kecil yang waktu itu masih berumur 4 tahun memiliki cita-cita itu. Di saat anak lain bercita-cita pengen jadi dokter, guru, polisi, pilot, de el el, gue dengan bangga bercita-cita menjadi seorang guru ngaji.
Ini bermula saat gue ikut ngaji bersama temen di suatu mesjid. Gue dan kakak. Kakak waktu itu masih berumus 5 tahun. Gue waktu itu seneng banget datang telat. Sekarang enggak, apalagi telat datang bulan. Enggak seneng.
Hukuman bagi murid ngaji yang suka datang telat adalah pukulan rotan spesial dari pak ustadz. Maknyus. Dan gue harus rela menyodorkan telapak tangan untuk dipukul dengan rotan setiap kali gue datang telat.
Kamprednya gue nggak jera.
Karena gue sering telat dan dapat teguran dari pak ustadz, gue akhirnya diberhentikan ibu dari kegiatan mengaji di mesjid. Sebenernya alesan yang tepat karena gue pernah bolos sekali waktu ngaji. Pamitnya ngaji, tapi malah main-main sama temen.
Hingga akhirnya ibu menyuruh gue untuk mengaji dengan tetangga sebelah rumah. Setiap selesai magrib, gadis kecil nan imut ini buru-buru menenteng iqra dengan mukenah yang sumpah-itu-mukenah-apa-baju-pengantin. Pake ekor segala dibelakangnya. Mukenahnya kegedean. Gue kayak kain putih berjalan. Serem.
Gue sangat nyaman ngaji dengan tetangga gue ini. Dengan perempuan yang sudah berusia senja. Gue memanggilnya nenek.
Gimana nggak nyaman, wong tiap ketemu waqaf dan selesai membaca satu ayat, gue selalu ngajak ngobrol nenek.
Baca ayat sampe ketemu waqaf.
'' Nek, Wulan belum makan. Makan ciki dulu nggak papa ya. ''
Nenek ngangguk sambil berzikir. Gue ngambil cemilan ke rumah, makan di depan nenek.
Lima menit kemudian, baca lagi ayat satu baris sampe ketemu waqaf.
'' Nek, nenek ada minum dingin nggak? Nanti habis ngaji, Wulan minta ya. ''
Lanjut lagi baca satu ayat.
'' Nek, tadi sore Wulan kan jalan-jalan sama ayah. Itu Wulan beli lego baru. Wulan ambil dulu ya. ''
Dulu waktu kecil gue penggila lego. Beda sama sekarang, sekarang mah jadi penggila cinta kamu. Walaupun dalam diam, ya tetep lego. LEGO-WO AE LAH.
'' Enggak usah. Ngaji dulu. ''
'' Iya Nek. ''
Gue kembali ngaji. Gila ya, seru banget ngaji kayak gitu. Dan diumur segitu, setiap kali ditanya guru TK tentang cita-cita, gue selalu menjawab dengan yakin, '' Jadi guru ngaji. ''
2. Penjahit
Gue pernah bercita-cita menjadi penjahit. Punya ide kreatif dalam mendesain pola baju, menjahit baju. Gue selalu senang setiap kali Ibu mengajak gue ke rumah teman Ibu. Teman Ibu seorang penjahit. Dan gue dengan polosnya berdiri di samping teman ibu, memperhatikan bagaimana gerakan tangan yang super cepat dan lincah itu memainkan mesin jahit serta kaki yang menimbulkan suara mesin jahit yang semakin membuat gue berdecak kagum.
'' Enaknya jadi penjahit. ''
Tapi kayaknya gue nggak bisa menjahit dan jadi seorang penjahit. Menjahit luka di hati aja gue nggak bisa. Mungkin gue lebih cocok jadi perajut. Perajut tali cinta diantara kita. Asoooy.
3. Pemadam Kebakaran
Entahlah. Darimana asalnya gue bisa memiliki cita-cita menjadi pemadam kebakaran. Seingat gue, sewaktu gue duduk di kelas 4 SD, gue sangat suka menonton berita. Sungguh, masa kecil yang barokah. Dulu sinetron alay binatang-binatang bisa jatuh cinta mah nggak ada.
Anehnya, gue cuma suka menonton berita kebakaran. Bodo amat dengan berita pencurian,perkosaan, perselingkuhan, tawuran, curanmor, koruptor de el el. Pokoknya setiap kali gue denger suara pembawa berita yang mengatakan,
'' Pemirsa, telah terjadi kebakaran di bla bla blaaa.... ''
Gue langsung buru-buru duduk bersila di depan tv dengan kepala mendongak menatap layar tv.
Ada perasaan bangga setiap kali gue melihat pemadam kebakaran yang berusaha memadamkan api dengan selang yang panjang terulur. Kayak kamu, yang suka tarik ulur. Huh.
Seringkali gue membayangkan diri sendiri di depan cermin dengan mengenakan seragam merah pemadam kebakaran sambil memegang yang panjang-panjang di kedua tangan. Iya, itu maksudnya selang air pemadam kebakaran. Kan panjang.
Dalam pemikiran gue ketika itu, tugas sugas seorang pemadam kebakaran adalah, nyiram api dengan selang panjang ke lokasi kebakaran dari atas mobil, apinya padam, yaudah kelar.
Gila ya, anak kecil diumur segitu cita-citanya udah mulia banget.
4. Cheff
Sampai saat ini, gue nggak terlalu suka memasak. Bisa sih masak, tapi nggak terlalu digemari banget. Kan ada tuh orang yang hobi banget masak. Bahkan bisa-bisanya nemuin masakan baru. Bahan ini dicampur ini, jadi deh masakan baru dan muncul juga nama makanan baru. Biasanya orang kayak gini nih kreatif. Segala bahan makanan bisa dijadikan sebuah masakan lezat. Apa-apa dimasak.
Sebelum pernah bercita-cita menjadi cheff, gue terlebih dahulu menyukai bagian memasak yang berupa memanggang/membakar. Bakar apa aja deh. Bakar ayam, ikan, jagung, muka pacar kalo ketahuan selingkuh juga gue bisa gue bakar.
Tapi semua berubah setelah gue melihat acara masak memasak ala cheff perempuan di tv. Masih nggak habis fikir.
Itu cheffnya, dari cabe masih dipetik di kebun cabe sampe makanan tersaji sambil keluar kata, '' so delicious, '' itu kenapa pakaiannya tetep rapi aja sih? Rambutnya juga tetap tergerai indah. Make upnya juga nggak luntur kena asap dari wajan penggorengan.
Karena rasa penasaran itu, gue akhirnya berniat menjadi seorang cheff. Cita-cita luar biasa ini muncul saat gue duduk di kelas satu SMP.
Hari Minggu pagi, gue bangun jam setengah tujuh. Ke dapur, mempersiapkan segala jenis bahan yang akan di masak.
'' Bu, Wulan bikin nasi goreng ya. ''
'' Iya bikin aja, '' sahut Ibu.
Setelah gue mengupas semua bawang merah dan putih serta bumbu yang nantinya akan gue blender, tiba-tiba Ibu menghampiri gue ke dapur.
'' INI KENAPA BIKIN NASI GORENG PAKE JAHE DAN KUNYIT YA? MAU BIKIN JAMU ATAU NASI GORENG? ''
Gue bengong. Kemudian ketawa receh.
'' Hehee, untung belum dimasukkin ke blender. '' Gue langsung saja menyingkirkan jahe dan kunyit yang sudah gue kupas tadi.
Untung, ndasmu!
Dengan gaya cheff handal, gue dengan lincah mengaduk nasi goreng dengan sendok masak. Sok ahli gitu.
Selama mengaduk-aduk nasi goreng agar bumbunya rata kayak dada gue ketika itu, gue sibuk mikir. Gue memikirkan, '' ini kalo jadi nasi gorengnya, gue namain apa ya? ''
Nasgor cokelat ala Cheff chimoed.
Nasgor ala Cheff nyonya Wulan
Nasgor yumy ala Lancut (Wulan-Cute) sekalian aja kancut. Oke.
Nasgor lezat ala Cheff myself
Aaaa apa ya namanya? Belum sempat gue menemukan nama keren untuk penemuan nasi goreng yang gue buat ketika itu, ibu langsung memanggil gue dan menyuruh gue mematikan kompor. Jangan kelamaan, takutnya nasinya malah gosong.
Pikiran gue bener-bener memutar keras untuk mencari nama yang akan gue pakai untuk menamakan masakan lezat ini. Nggak kebayang kan kalo suatu hari nanti, gue bakal ngegantiin Cheff Farah Quinn. Kalo gue, Cheff Farah Amat ini masakan apa sih!
Nggak kebayang juga kalau suatu hari nama masakan lezat ini bisa muncul di buku menu masakan. Uuh gila ya. Gue sehebat itu.
Oke. Setelah nasi goreng selesai, orang di rumah langsung mencoba mencicipi nasi goreng untuk sarapan pagi itu. Ada 2 kemungkinan yang terjadi setelah mereka memakan nasi goreng itu. Kalau nggak muji gue ya meninggal keracunan.
Belum sampai setengah jam, gue tersenyum lega melihat nasi goreng gue yang sudah ludes di atas kompor.
Duh, keren ya gue. Waktu SMP aja gue udah bisa masak.
Kakak gue datang sambil meletakkan piring di atas meja. Dan di atas meja itu gue melihat banyak piring lainnya yang berisi nasi goreng tergeletak begitu saja.
'' Ini nasi goreng apa sih? ''
'' Nasgor nikmat ala Cheff Lancut alias Wulan Cute. Enak kan? ''
'' Enak apaan. Ini nasi goreng kenapa banyak gini minyaknya? ''
Gue langsung mengangkat piring yang berisi nasi goreng dari atas meja.
Eeeh iya yak. Ini nasi gorengnya banyak banget minyaknya. Sampai bergelimangan.
Fix, ini nasi goreng kuah minyak ala cheff Wulan!
Sejak saat itu, harapan gue untuk menjadi Cheff seperti Farah Quinn yang pinter masak dan berbadan dan berdada bohay, musnah seketika. Karena nasi goreng itu.
'' Cheff Farah Quinn, aku tidak bisa menjadi penerusmu. Dadaku rata. Tengkiyu. ''
5. Pramugari
Cita-cita ini muncul saat gue duduk di kelas 2 SMK. Di mata gue, jadi pramugari adalah cita-cita yang sangat gue banggakan. Berpakaian rapi, bersih, bertutur halus, setiap hari bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak, cakep, badannya langsing dan bisa ngegebet abang pilot cakep. Sampai suatu hari, di teras rumah gue berbincang-bincang dengan ibu dan ayah.
'' Bu, habis lulus SMK ini, Wulan mau jadi pramugari ya. ''
'' Pramugari? Memang berani pergi-pergi jauh? ''
'' Berani dong. '' Gue menjawab dengan mantap.
'' Kalo ada kecelakaan pesawat gimana? Pesawatnya hilang, pesawat jatuh, pesawat tenggelam, ''
'' Itu sih udah jadi resiko pekerjaan, Bu. Masuk dalam kategori mati syahid. Meninggal dalam bekerja yang semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah. ''
Anjir, gue udah kayak mamah dedeh.
Ibu manggut-manggut doang. Diem.
'' Memang tinggi koe berapa? '' kali ini Ayah membuka mulut.
'' 154 cm, Yah. ''
'' Nggak bisa dong. Tingginya nggak cukup. Blabla blablaaa.. ''
Gue masuk kamar. Buka gugel nyari persyaratan masuk pramugari. Ternyata bener, tinggi gue nggak pantas untuk jadi seorang pramugari. Kampred. Gue pendek bener. Huhuu
Seminggu setelah itu, setiap sore gue rajin berolahraga dengan skipping. Sampai pada akhirnya, saat sedang serius menggunakan skipping dengan harapan gue bisa nambah tinggi dan bisa masuk pramugari trus bisa ngegebet abang pilot ganteng dan kece, tiba-tiba saja PLAKK.
Tali skipping menampar ujung mata gue.
HUWAAAA gue nangis kejer. Bukan apa-apa, kalo nanti mata gue bermasalah gimana? Gue nggak bisa lagi dong ngelirik abang-abang ganteng di kasir swalayan langganan gue?
Masa depan gue hancur hanya gara-gara skipping sialan ini.
Semenjak itu, aku mencintaimu.
Halah. Semenjak itu, gue memutuskan untuk menghapus daftar impian menjadi seorang pramugari.
Jangankan jadi pramugari, jadi roda kopernya pramugari aja gue nggak lolos.
Entahlah. Sampai saat ini gue masih bingung dengan cita-cita gue yang sebenarnya. Seperti apa? Ingin jadi apa? Bisanya apa?
Apapun itu, saat ini gue sedang mempersiapkan diri dan bercita-cita menjadi ibu yang baik dan cerdas untuk anak-anak kita kelak. Hasek.
Eh betewe, Cita-citanya Cita Citata yang selama ini Cita Citata cita-citakan itu cita-cita menjadi apa ya?