Gue sama sekali bukan tipikal orang yang mencintai binatang atau pecinta binatang atau animal lovers. Pokoknya gitu gitu dah.
Kadang gue bingung kalo ditanya tentang binatang kesukaan, binatang peliharaan. Nggak tau mau jawab apa. Pengen jawab kucing. Kucingta kamu selamanya.
Tapi gue nggak suka kucing.
Kemarin pagi saat berangkat kerja gue memutuskan untuk lewat jalan raya. Rencananya sekalian mau ke ATM. Dan gue memilih pergi ke ATM yang ada di SPBU. Sekalian lewat SPBU juga sih.
Sesampainya disana, gue menghela nafas saat melihat beberapa orang yang ngantri di depan pintu ATM. Baru inget gue, ini kan awal bulan. Pantesan ATM rame.
Akhirnya gue melewati ATM yang rame itu dan memutar melewati antrian kendaraan yang sedang mengisi bahan bakar. Gue ngerasa jadi orang aneh. Datang ke SPBU cuma numpang muter doang trus pergi.
Melihat jam tangan yang sudha menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit, gue langsung menancap gas motor.
Dari kejauhan gue ngeliat ada sesuatu yang tergeletak di tengah jalan. Karena penasaran, gue akhirnya mendekat. Mendekat. Lebih dekat.
Iyak. Itu bangkai.
Bangkai anjing.
Di hadapan gue tergeletak seekor anjing yang badannya sudah berceceran di sekitarnya. Bisa dikatakan, anjing itu sudah hancur. Sudah gepeng. Tapi bercak darahnya masih kelihatan jelas.
Serem..
Pagi hari yang menegangkan.
Sepulang kerja, seperti biasa gue memilih untuk melewati jalan belakang. Jalan yang jauh dari keramaian dan padatnya jalan raya. Jalanan yang bener-bener sepi menurut gue. Lengang.
Dengan penuh rasa lapar, gue menancap gas motor kencang. Pengen cepetan pulang kerumah soalnya.
Sial !
Laju motor gue terpaksa berhenti mendadak. Di depan gue terlihat banyak sekali pejalan kaki bapak-bapak dan remaja laki-laki yang berbaris berjalan di pinggi kiri-kanan jalanan.
Nggak hanya itu, masing-masing mereka juga memegang tali pengikat anjing. Iya, mereka bawa anjing.
Satu orang bawa lima anjing. Memang diikat sih.
Tapi banyak banget kayak demo.
Gue kaget. Beneran kaget. Saat sebuah motor dari arah berlawanan berhenti mendadak di depan gue. Apa gue salah jalur ya?
Gue bingung. Lebih bingung lagi saat melihat ekspresi dua pemuda yang naik motor dari arah berlawanan itu. Kedua pemuda itu juga ikutan kaget. Dan kayaknya itu bukan kaget karena gue yang tiba-tiba menyalip motor si bapak. Bukan kaget karena gue hampir menabrak si pemuda itu. Bukan juga kaget karena melihat gue yang seperti eehmm.... Raisa. Bukan, bukan karena itu.
Si bapak dan dua pemuda itu terdiam melihat ban motor gue. Mereka melihat ke bawah. Melihat anu.
ASTAGA.
Gue ngelindes ular.
Dengan perasaan takut, gue menoleh lagi ke bawah.
Sumpah, itu ularnya gede banget. Segede lengan gue. Panjang juga.
Saat itu gue ngerasa semuanya berjalan lambat. Dan ada kira-kira dua detik gue terdiam bego di atas motor dengan ular gede meliuk di bawah kaki gue.
Gue beneran pasrah. Dan saking gugupnya karena nggak pernah melihat yang besar dan panjang, gue sampe nggak berkutik sama sekali. Gue nggak melajukan motor dari posisi itu. Bego memang.
Sampai akhirnya gue tersadar dan gue langsung saja pergi dari ular itu.
Alhamdulillah gue nggak kenapa-kenapa. Nggak ada yang lecet, nggak ada yang digigit. Tapi di hati siapa yang tau? Luka dihati kan nggak terlihat.
Ini kenapa jadi baper gini tulisannya sih.
Sesampinya di rumah, baru turun dari motor gue langsung ngomong dengan rasa bangga sok hebat pada ayah dan ibu.
'' Bu, tadi Wulan ngelindes ular. Keren kan. Nggak kenapa-napa sih. Ularnya juga nggak tau ntah udah mati atau belum. Ularnya gede. ''
Dengan penuh semangat yang berkoar-koar gue menceritakan itu ke hadapan ayah dan ibu.
Dan kalian tau apa jawaban ibu?
'' Oh, iya ya. hmm. ''
Padahal dalam hati ibu,
'' Kenapa nggak digigit ular aja sih nih anak. Nyusahin aja. Mana makannya banyak di rumah. Ngabisin beras mulu. ''
Mungkin seperti itu. Hiks.
Kadang gue bingung kalo ditanya tentang binatang kesukaan, binatang peliharaan. Nggak tau mau jawab apa. Pengen jawab kucing. Kucingta kamu selamanya.
Tapi gue nggak suka kucing.
Kemarin pagi saat berangkat kerja gue memutuskan untuk lewat jalan raya. Rencananya sekalian mau ke ATM. Dan gue memilih pergi ke ATM yang ada di SPBU. Sekalian lewat SPBU juga sih.
Sesampainya disana, gue menghela nafas saat melihat beberapa orang yang ngantri di depan pintu ATM. Baru inget gue, ini kan awal bulan. Pantesan ATM rame.
Akhirnya gue melewati ATM yang rame itu dan memutar melewati antrian kendaraan yang sedang mengisi bahan bakar. Gue ngerasa jadi orang aneh. Datang ke SPBU cuma numpang muter doang trus pergi.
Melihat jam tangan yang sudha menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit, gue langsung menancap gas motor.
Dari kejauhan gue ngeliat ada sesuatu yang tergeletak di tengah jalan. Karena penasaran, gue akhirnya mendekat. Mendekat. Lebih dekat.
Iyak. Itu bangkai.
Bangkai anjing.
Di hadapan gue tergeletak seekor anjing yang badannya sudah berceceran di sekitarnya. Bisa dikatakan, anjing itu sudah hancur. Sudah gepeng. Tapi bercak darahnya masih kelihatan jelas.
Serem..
Pagi hari yang menegangkan.
***
Sepulang kerja, seperti biasa gue memilih untuk melewati jalan belakang. Jalan yang jauh dari keramaian dan padatnya jalan raya. Jalanan yang bener-bener sepi menurut gue. Lengang.
Dengan penuh rasa lapar, gue menancap gas motor kencang. Pengen cepetan pulang kerumah soalnya.
Sial !
Laju motor gue terpaksa berhenti mendadak. Di depan gue terlihat banyak sekali pejalan kaki bapak-bapak dan remaja laki-laki yang berbaris berjalan di pinggi kiri-kanan jalanan.
Nggak hanya itu, masing-masing mereka juga memegang tali pengikat anjing. Iya, mereka bawa anjing.
Satu orang bawa lima anjing. Memang diikat sih.
Tapi banyak banget kayak demo.
Gue sempat kebingungan harus lewat mana saat anjing-anjing itu berjalan ke tengah.
Gue ngerasa seolah-olah mereka sedang menyambut kedatangan gue sebagai induknya. Ehm maksud gue tuannya. Cuma kurang karpet merah doang.
Gue bener-bener takut. Anjingnya ada di kanan kiri. Dan itu posisinya juga berbaris gitu.
Gue menurukan laju kecepatan motor. Sampai gue mendengar sebuah suara.
'' Kakak, baru pulang ya kak? ''
Entah itu suara dari abang-abang yang sedang jalan dengan anjingnya, atau suara anjing. Entahlah. Yang pastinya adrenalin gue seolah terpacu saat melewati itu.
Selepas dari barisan dan jalanan yang penuh dengan anjing itu, gue langsung menancap gas kencang. Geli. Serem.
Sekitar lima menitan dari jalan yang banyak anjing itu, gue hampir menabrak motor yang dikendarai bapak-bapak dari belakang. Hampir saja. Untung gue buru-buru memutar stang motor.
Sebel juga sih. Itu bapak-bapak apa banget pake acara berhenti mendadak di tengah jalan. Cari perhatian banget.
Langsung saja gue melewati bapak itu setelah membunyikan klakson berkali-kali.
Gue ngerasa seolah-olah mereka sedang menyambut kedatangan gue sebagai induknya. Ehm maksud gue tuannya. Cuma kurang karpet merah doang.
Gue bener-bener takut. Anjingnya ada di kanan kiri. Dan itu posisinya juga berbaris gitu.
Gue menurukan laju kecepatan motor. Sampai gue mendengar sebuah suara.
'' Kakak, baru pulang ya kak? ''
Entah itu suara dari abang-abang yang sedang jalan dengan anjingnya, atau suara anjing. Entahlah. Yang pastinya adrenalin gue seolah terpacu saat melewati itu.
Selepas dari barisan dan jalanan yang penuh dengan anjing itu, gue langsung menancap gas kencang. Geli. Serem.
Sekitar lima menitan dari jalan yang banyak anjing itu, gue hampir menabrak motor yang dikendarai bapak-bapak dari belakang. Hampir saja. Untung gue buru-buru memutar stang motor.
Sebel juga sih. Itu bapak-bapak apa banget pake acara berhenti mendadak di tengah jalan. Cari perhatian banget.
Langsung saja gue melewati bapak itu setelah membunyikan klakson berkali-kali.
Gue kaget. Beneran kaget. Saat sebuah motor dari arah berlawanan berhenti mendadak di depan gue. Apa gue salah jalur ya?
Gue bingung. Lebih bingung lagi saat melihat ekspresi dua pemuda yang naik motor dari arah berlawanan itu. Kedua pemuda itu juga ikutan kaget. Dan kayaknya itu bukan kaget karena gue yang tiba-tiba menyalip motor si bapak. Bukan kaget karena gue hampir menabrak si pemuda itu. Bukan juga kaget karena melihat gue yang seperti eehmm.... Raisa. Bukan, bukan karena itu.
Si bapak dan dua pemuda itu terdiam melihat ban motor gue. Mereka melihat ke bawah. Melihat anu.
ASTAGA.
Gue ngelindes ular.
Dengan perasaan takut, gue menoleh lagi ke bawah.
Sumpah, itu ularnya gede banget. Segede lengan gue. Panjang juga.
Saat itu gue ngerasa semuanya berjalan lambat. Dan ada kira-kira dua detik gue terdiam bego di atas motor dengan ular gede meliuk di bawah kaki gue.
Gue beneran pasrah. Dan saking gugupnya karena nggak pernah melihat yang besar dan panjang, gue sampe nggak berkutik sama sekali. Gue nggak melajukan motor dari posisi itu. Bego memang.
Sampai akhirnya gue tersadar dan gue langsung saja pergi dari ular itu.
Alhamdulillah gue nggak kenapa-kenapa. Nggak ada yang lecet, nggak ada yang digigit. Tapi di hati siapa yang tau? Luka dihati kan nggak terlihat.
Ini kenapa jadi baper gini tulisannya sih.
Sesampinya di rumah, baru turun dari motor gue langsung ngomong dengan rasa bangga sok hebat pada ayah dan ibu.
'' Bu, tadi Wulan ngelindes ular. Keren kan. Nggak kenapa-napa sih. Ularnya juga nggak tau ntah udah mati atau belum. Ularnya gede. ''
Dengan penuh semangat yang berkoar-koar gue menceritakan itu ke hadapan ayah dan ibu.
Dan kalian tau apa jawaban ibu?
'' Oh, iya ya. hmm. ''
Padahal dalam hati ibu,
'' Kenapa nggak digigit ular aja sih nih anak. Nyusahin aja. Mana makannya banyak di rumah. Ngabisin beras mulu. ''
Mungkin seperti itu. Hiks.
***
Dan hari ini saat gue berangkat kerja tadi gue kembali lewat dari jalan belakang. Awalnya semua berjalan seperti biasa.
Jalanan sepi, udara dingin, asap dimana-mana. Semuanya seperti biasa. Nggak ada yang beda. Yang beda cuma cara makan bengbeng doang.
Sampai akhirnya gue melihat banyak sekali anak anjing yang lucu bermain-main di tengah jalan. Karena takut menabrak anak anjing itu, gue menurunkan kecepatan motor menjadi sangat pelan. Pelan sekali.
Gue nggak tau kenapa, tiba-tiba seekor anjing gede mengejar gue dari arah samping kanan. Kayaknya itu induk si anjing. Induknya mengira gue bakal gangguin anak-anaknya. Padahal mah enggak. Gue kan sukanya gangguin om-om.
Eh enggak gitu. Maksud gue anaknya om gue. Anaknya lucu.
Gue dikejar anjing. Sampe dua meter lebih.
HUUWAAAAA..
Apa coba salah gue? Gue kan cewek. Cewek nggak pernah salah.
Gue benci mantan. Emm maksud gue, gue benci anjing. Pokoknya gue nggak suka binatang. Tapi bukan gue sering menyakiti binatang juga. Yang ada gue yang sering disakiti. Tersakiti. Pedih men disakiti itu.
Intinya gue nggak suka melihara binatang. Memelihara hubungan aja udah repot, apalagi harus memelihara binatang.
Mulai hari ini gue bertekad untuk nggak melewati jalan itu lagi. Lewat jalan raya lebih baik daripada harus berhadapan dengan anjing dan ular.
Nggak bakal lewat jalan itu lagi!
Jalanan sepi, udara dingin, asap dimana-mana. Semuanya seperti biasa. Nggak ada yang beda. Yang beda cuma cara makan bengbeng doang.
Sampai akhirnya gue melihat banyak sekali anak anjing yang lucu bermain-main di tengah jalan. Karena takut menabrak anak anjing itu, gue menurunkan kecepatan motor menjadi sangat pelan. Pelan sekali.
Gue nggak tau kenapa, tiba-tiba seekor anjing gede mengejar gue dari arah samping kanan. Kayaknya itu induk si anjing. Induknya mengira gue bakal gangguin anak-anaknya. Padahal mah enggak. Gue kan sukanya gangguin om-om.
Eh enggak gitu. Maksud gue anaknya om gue. Anaknya lucu.
Gue dikejar anjing. Sampe dua meter lebih.
HUUWAAAAA..
Apa coba salah gue? Gue kan cewek. Cewek nggak pernah salah.
Gue benci mantan. Emm maksud gue, gue benci anjing. Pokoknya gue nggak suka binatang. Tapi bukan gue sering menyakiti binatang juga. Yang ada gue yang sering disakiti. Tersakiti. Pedih men disakiti itu.
Intinya gue nggak suka melihara binatang. Memelihara hubungan aja udah repot, apalagi harus memelihara binatang.
Mulai hari ini gue bertekad untuk nggak melewati jalan itu lagi. Lewat jalan raya lebih baik daripada harus berhadapan dengan anjing dan ular.
Nggak bakal lewat jalan itu lagi!