Gue anaknya suka mengenang. Suka mengingat segala hal yang menurut gue penting, sekalipun itu sebenernya ga penting-penting amat. Tapi sayangnya, gue gabisa mengingat suatu hal dalam jangka waktu yang pendek.
Gue hanya bisa mengingat suatu hal yang sudah terjadi bertahun-tahun lewat ke belakang. Bahkan gue masih bisa mengingat detail tanggal, bulan, tahun, suasana kondisi ketika itu, ekpresi raut orang-orang yang ada pada saat itu. Kalo untuk jangka waktu yang pendek, gue gabisa. Boro-boro mau inget, sore pas mandi aja kadang gue sering ngomong dalam hati, '' tadi sebelum mandi gue pake baju warna apa ya? ''
Kejadian lain, misalnya pas lagi tiduran di depan tv sambil menikmati iklan yang ga abis-abis, tiba-tiba gue bisa mikir, '' lah tadi sebelum iklan gue nonton apaan ya? ''
Gue terus mikir. Mikirnya lama banget. Sampai akhirnya iklannya abis, lalu munculah acara yang gue tonton sedari tadi. Bersamaan dengan raut muka komo yang lehernya penuh urat, akhirnya gue tau bahwa gue sedang menonton acara Katakan Putus.
Dan banyak kejadian lain yang secara perlahan seakan menyadarkan gue bahwa pikun ternyata bisa menyerang siapa saja. Waspadalah!
Lagi asyik-asyiknya nonton Katakan Putus, eh kagak anjir. Paan. Tontonan gue biasanya lebih bermutu sih daripada tayangan Katakan Putus yang ga berkualitas itu.
Nonton tayangan Anti Jones, misalnya.
Ya pokoknya itu dah. Lagi asyik-asyik nonton, gue tiba-tiba teringat dengan salah satu siswi baru di SMK gue. Yang ketika itu ia masuk sebagai siswi baru saat duduk di kelas 2 SMK. Inisialnya JY. Nama sebenarnya Jaya Yanti.
Sebelum masuk di sekolah gue, dia bersekolah di salah satu SMK Negeri di daerah gue. Katanya, dia kena DO oleh pihak sekolah karena ulahnya yang ada-ada aja. Menurut cerita dari berbagai sumber yang gue kenal, yang kebetulan gue juga punya temen anak SMKN, katanya Jaya sering bertingkah laku aneh. Kadang jedotin kepalanya di pintu secara berulangkali. Bukan apa-apa, dia gatau apa perbaikan fasilitas sekolah itu cuma dilakukan 10 tahun sekali. Ada yang bilang kalo dia sering ngompol di sekolah, ada yang bilang dia sering ketawa sendiri dan banyak sekali kelakuan Jaya yang bikin kening gue mengerut saat mendengar testimoni dari beberapa orang.
Baru beberapa hari di sekolah gue, Jaya sudah kebingungan saat mengetahui bahwa di sekolah gue setiap bulan sekali, ujian bulanan akan diadakan. Iya, di sekolahan gue tiap bulan ujian. Puyeng.
Maka, di suatu pagi Jaya yang duduknya di depan meja guru mengerjakan ujiannya dengan lancar. Sampai di penghujung waktu ujian, barulah anak-anak seisi kelas tau bahwa Jaya menyontek dari buku yang ia letakkan di laci meja.
Jaya dipanggil ke meja guru.
Jaya nangis. Marah-marah. Nangis.
* * *
Keesokan harinya, di jam istirahat Jaya berjalan menyusuri koridor sekolah tanpa menggunakan sepatu. Jalan lurus gitu, ga liat kanan-kiri. Kaya buibu naik motor tanpa ngeliat spion kanan kiri.
Jaya naik ke lantai dua, berdiri di ujung koridor. Diem. Turun lagi. Jalan ke sudut koridor lagi, diem kemudian turun lagi.
Aneh memang.
Sampai pada suatu siang, kelas kami kosong. Sama kayak hati.
Temen-temen iseng menulis di papan tulis menggunakan spidol.
Dengan kalimat, ' Jaya cantik. '
Jaya yang duduk di kursinya tersenyum.
Ada yang nulis, ' Jaya imut. '
Jaya ngangguk-ngangguk.
Ada lagi yang nulis, ' Jaya baik hati. '
Jaya makin senyum lebar.
Sampai pada akhirnya gue ikutan nulis di papan tulis menggunakan spidol.
' JAYA CENGENG. '
Selesai menutup spidol, semua arah pandangan mata murid mengarah ke gue. Seakan mereka tau apa yang akan terjadi setelah gue duduk kembali di kursi. Benar saja pemirsa, Jaya mendatangi meja gue dengan ekspresinya yang teramat lebay. Mukanya marah.
'' Eh, itu apa sih maksudnya? ''
'' Ha, yang mana? '' ujar gue sambil fokus mainin hp.
'' Itu apa? Aku cengeng? ''
'' Apa sih Jaya? ''
'' Itu! '' Jaya menunjuk ke papan tulis.
'' Aduuh aku salah tulis. Itu maksudnya aku mau nulis Jaya Cerdas. Gitu. ''
Telat. Jaya keburu nangis sambil teriak-teriak di meja gue. HAHAHAHAHAA
Entah bagaimana ceritanya, akhirnya gue dan Jaya berhadapan dengan wali kelas di ruang guru untuk menyelesaikan masalah itu.
Selang beberapa hari, justru karena hal itu gue malah deket dengan Jaya. Kami pulang sekolah jalan kaki bersama. Jarak rumah gue ke sekolah deket banget anjir. Gue berdiri hormat upacara bendera di sekolah aja, udah keliatan emak gue lagi ngejemur baju di samping rumah. Hal itu jelas mengganggu suasana khidmat gue dalam mengikuti upacara bendera.
Saking deketnya gue dengan Jaya, kadang kalo pulang sekolah, gue ngajak Jaya untuk makan siang bareng di rumah gue. Ibu yang mengetahui bagaimana Jaya setelah gue ceritakan sebelumnya, mencoba mengobrol dengan Jaya seusai makan.
Yang dimana gue bisa kesimpulan bahwa, Jaya kekurangan perhatian. Beda tipis sama gue yang kekurangan kasih sayang plus kekurangan duit saat akhir bulan.
Info baru yang bisa gue dapatkan adalah, Jaya sedang jatuh cinta dengan ketua kelas. Namanya Edi. Tapi dia gatau gimana cara menarik perhatian Edi. Kalo cara menarik becak, mungkin dia tau.
* * *
Kejadian lain, pernah di suatu hari, di tengah pelajaran berlangsung dan guru sedang menerangkan di papan tulis, entah karena apa tiba-tiba Jaya bangkit dari kursinya dan menjedotkan kepalanya ke tembok.
Duk, duk, duk.
Suaranya seakan mengingatkan gue dengan suasana bulan ramadhan. Lebih tepatnya suara bedug magrib pertanda waktunya berbuka puasa.
Duk, duk, duk.
Seisi kelas memperhatikannya. Jaya berteriak entah ngomong apa. Dari nadanya kayanya dia marah. Gatau apa penyebabnya. Sebagai teman baru Jaya, sampe-sampe gue dijuluki dengan sebutan 'kakak Jaya', gue langsung berdiri dan meletakan tangan gue di kepala Jaya. Berusaha agar kepalanya tidak terbentur pada tembok. Namun, Jaya masih saja membenturkan kepalanya.
Duk, duk, duk.
Ini suara adzannya mana sih elah
'' Jaya, udah! '' ujar gue. Jaya tidak menggubris omongan gue. Ia tetap melakukan aksinya yang nekat tersebut.
'' JAYA! ''
Jaya tidak peduli akan kehadiran gue di situ. Seisi kelas hening.
'' JAYA, UDAH UDAH! DUDUK CEPET. ''
Jaya tetep diem. Rasanya gue pengen teriak, '' TANGAN GUA SAKIT ANJIR, LU JEDOT JEDOTIN KE TEMBOK!! ''
Tapi gue mengurungkan niat itu. Gue rela, gue ikhlas tangan gue sakit. Setidaknya sakitnya tidak separah saat kamu meninggalkanku dan memilih perempuan lain seperti dia.
Halah.
Entah udah berapa jari gue yang gugur karena aksi jedot-jedotan ke tembok itu, akhirnya Jaya kembali ke kursinya.
* * *
Kejadian lain, pernah di hari Sabtu, di mana kegiatan pengembangan diri (ekstrakulikuler) diadakan, gue iseng masuk ke ruang seni musik. Ya abis gue gatau dengan diri gue sendiri mau dikembangkan ke dalam bidang apa. Alhasil gue keluar masuk ruangan aja.
Dan di hari itu, gue masuk ke ruang seni musik. Di sana ada beberapa temen sekelas gue. Ada Jaya, Sarah, Edi dan Eva. Mereka bernyanyi bersama dan Edi sebagai pemain keyboardnya. Percis kayak biduan di pesta-pesta nikah.
Entah darimana pasalnya, tiba-tiba Jaya mengamuk parah. Ia membentak-bentak Eva, ia menampar Eva. Karena tidak terima diperlakukan seperti itu, Eva balik menampar Jaya. Dan entah sekuat apa tamparan Eva, Jaya tiba-tiba terjatuh di lantai.Gatau dah, emang Jayanya aja yang lebay apa ya.
Musik berhenti. Jaya bangkit dari lantai dan berusaha membalas tamparan Eva. Sebagai perempuan berhati mulia, tentu saja gue melerai perkelahian di antara mereka. Namun sayang, gue malah kena ciprat juga. Iya, gue kena omel juga anjir.
Lah kenapa gue diomelin juga sih fak?
Beberapa guru datang, dan well kami bertiga masuk ke kantor guru. Lagi.
Di situ gue menjelaskan panjang lebar tentang apa yang dialami Jaya. Tentang ia yang berusaha mencari perhatian Edi. Dan usut punya usut, ternyata Jaya menampar Eva karena ketika itu posisi Eva sangat dekat dengan Edi.
Istilah anak kekiniannya, Jaya jealous alias cemburu buta.
* * *
Mulai hari itu, gue mulai menjaga jarak dengan Jaya. Anak-anak seisi kelas juga mulai berhati-hati jika berhubungan dengan Jaya.
Sampai pada suatu hari, di jam istirahat, gue sedang duduk mengobrol berdua dengan ehem sang pacar masa sekolahan dulu. Gue menoleh ke belakang kemudian tertawa.
'' Liat deh, itu si Indra. Narsis banget di youcam, '' ujar gue ke pacar.
Sang pacar menoleh ke belakang kemudian kami sama-sama tertawa. Indra, seorang lelaki betina yang memiliki ratusan video boy band di laptopnya. Ya, Indra anaknya agak lembek. Ehe.
Ketika itu, Indra terlihat sibuk memonyongkan bibir seksinya ke kamera laptop. Berpose dengan wajah miring ke kiri, ke kanan, mulut dikatup rapat, mulut dimonyongkan, ya sebagaimana lelaki betina narsis karena ingin terlihat cantik di depan kamera pada umumnya.
Gue dan sang pacar ketawa ngakak bersamaan.
Di tolehan ketiga, gue menyadari sesuatu. Ada tatapan yang bisa gue tangkap dari sudut mata, yang tak gue sadari bahwa sebenarnya, sedari tadi ada yang menatap gue dan pacar saat cekikan. Gue menoleh lagi, memastikan siapa yang menatap gue sampai sebegitu tajamnya.
Yak. JAYA.
Posisi duduknya ketika itu tepat di depan Indra. Sama-sama di pojokan di kelas.
Gue saling bertatapan dengan sang pacar. Gue menaikkan bahu.
Tak butuh waktu berapa lama, Jaya menghampiri gue. Mukanya merah, rambut ikalnya yang sejajar dengan telinga tampak acak-acakan.Matanya melotot.
'' KALIAN NGETAWAIN AKU? ''
'' Ha? maksudnya apa? '' tanya gue masih dengan nada biasa.
'' IYA. KALIAN LIAT-LIAT AKU TRUS NGETAWAIN AKU KAN. KALIAN JAHAT YA SAMA AKU. KALIAN TEGA SAMA AKU. ''
Gue dan sang pacar saling berpandangan sekaligus menahan tawa. Iya, lucu banget anjir liat Jaya yang super drama.
'' Apa sih, Jaya. Kami tadi lagi ngeliatin Indra yang foto-foto di youcam. Lucu liat posenya, '' ujar sang pacar.
'' ENGGAK. KALIAN NGETAWAIN AKU KAN. KALIAN JAHAT. NGGAK NYANGKA KALIAN SEJAHAT ITU SAMA AKU. HUHUUHHUUU... ''
Lah sianjir. Alay banget.
Jaya langsung naik ke atas meja. Lompat-lompat, lari-lari dari meja satu ke meja lainnya. Dia beratraksi sebahagianya dia. Seisi kelas melihat tingkahnya, dan tentu saja tidak ada yang memperdulikan tingkahnya. Semua anak sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Bagi anak di kelas, tingkah Jaya yang aneh seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Kalo lagi kumat, dia bisa-bisanya naruh kursi di atas meja trus berdiri di atasnya. Dengan raut wajah bahagia, dia mengangkat-ngangkat tangannya. Melambai-lambai seakan ia menjadi seorang Ratu yang memimpin sebuah negeri yang penuh kejayaan.
Etapi emang beneran deng, kelas 2 SMK pada tahun itu memang bener-bener masa jayanya si Jaya banget. Dia bener-bener jadi pusat perhatian seluruh anak di sekolah. Bahkan buibu yang jual tempe goreng dengan irisan tipis setipis silet, di kantin juga ikutan memperhatikan tingkah laku Jaya yang aneh.
Setelah puas berlari, berlompat di atas meja, Jaya turun. Mungkin dia kecapekan. Suasana yang tadinya sudah normal, mendadak heboh saat Jaya kembali menghampiri gue dan sang pacar lagi.
'' Lan, kamu kok jahat sih sama aku? ''
'' Ha? '' gue cengo. Masih heran aja dengan kelakuannya yang tiba-tiba.
'' APA SALAHKU LAN? APAAA? '' Jaya memukul-mukul dadanya.
Yawlaa, itu ekspresi mukanya percis kayak pemain ratapan anak tiri yang sedang cosplay jadi awkarin di video nangis yang habis diputusin pacar.
'' APA SIH JAYA. GAUSAH LEBAY. '' Emosi gue mulai terpancing. Jaya semakin tak mau kalah dengan gue.
'' KALIAN SEMUA JAHAT. JAHAT. ''
Jaya langsung menjatuhkan badannya di lantai. Ia nangis terisak-isak. Dengan ucapan serta emosinya yang masih saja ia lontarkan di tengah isak tangisnya, Jaya semakin leluasa untuk miring ke kiri dan ke kanan. Posisi terakhir yang gue liat, dia udah telungkup sambil terus menangis terisak.
Asli. Gue ilfil ngeliat tingkahnya. Mau negur, tapi takut dia semakin drama.
Gue gatau ada apa dengan diri seorang Jaya Yanti. Apakah ia memiliki sedikit gangguan kejiwaan atau kelakuan aneh dia selama ini hanya sebagai bentuk untuk mencari perhatian belaka?
Bahkan, Jaya sempat mengirim sms broadcast ke semua kontak yang isinya,
'' Nanti siang, sepulang sekolah jam 2, aku mau bunuh diri. Aku mau lompat ke dalam sumur. ''
Ia mengirim sms itu ke seluruh kontak teman sekelas. Maka, sepulang sekolah, gue beserta teman sekelas pulang ke rumah masing-masing tanpa memperdulikan sms itu.
Ya abis, itu sms puluhan kalinya yang Jaya broadcast ke seluruh kontak teman sekelas. Jadi ya respon anak-anak, biasa aja.
Toh, besok paginya dia tetep masuk sekolah seperti biasa. Hahahaaa.
* * *
Jaya bersekolah di SMK gue hanya sampai kelas 2 SMK. Naik ke kelas 3, kata-katanya dia udah ga sekolah lagi karena orangtuanya malu akibat terlalu sering mendapat pengaduan dari guru tentang ulah Jaya yang tiap hari ada aja.
Terakhir kali gue ketemu dia, pas lebaran tahun 2013. Gue yang ketika itu sedang ngobrol bersama 2 teman SMP di rumah gue, kaget ketika Jaya meminta kami bertiga untuk menuliskan nomor handphone di selembar kertas.
'' Buat apa, Jay? '' tanya salah seorang temen SMP gue. Jaya cuma diem.
Sebelumnya Jaya udah gue kenalkan terlebih dahulu dengan 2 temen SMP gue.
Selang beberapa hari, kami bertiga terkejut saat mengetahui bahwa pulsa 5 ribu masuk ke handphone kami bertiga. Fix, ini Jaya yang ngirim pasti.
Beberapa bulan berikutnya, gue mendapat cerita dari Ibu bahwa beliau melihat Jaya jalan tanpa menggunakan sendal di pinggir jalan. Dan lokasi di mana Jaya berjalan kaki yang Ibu sebutkan itu cukup jauh dari kota. Gils banget.
Terakhir gue denger kabarnya, katanya Jaya sakit trus meninggal. Etapi gatau deng kabar duka itu benar apa enggak. Dan sampai saat ini, gue belum pernah bertemu dengan Jaya lagi.
Seenggaknya, dengan hadirnya Jaya di sekolah gue ketika itu, saat ini gue bisa kembali mengenang peristiwa lucu, aneh, absurd yang Jaya lakukan semasa SMK dulu.
Gue hanya bisa mengingat suatu hal yang sudah terjadi bertahun-tahun lewat ke belakang. Bahkan gue masih bisa mengingat detail tanggal, bulan, tahun, suasana kondisi ketika itu, ekpresi raut orang-orang yang ada pada saat itu. Kalo untuk jangka waktu yang pendek, gue gabisa. Boro-boro mau inget, sore pas mandi aja kadang gue sering ngomong dalam hati, '' tadi sebelum mandi gue pake baju warna apa ya? ''
Kejadian lain, misalnya pas lagi tiduran di depan tv sambil menikmati iklan yang ga abis-abis, tiba-tiba gue bisa mikir, '' lah tadi sebelum iklan gue nonton apaan ya? ''
Gue terus mikir. Mikirnya lama banget. Sampai akhirnya iklannya abis, lalu munculah acara yang gue tonton sedari tadi. Bersamaan dengan raut muka komo yang lehernya penuh urat, akhirnya gue tau bahwa gue sedang menonton acara Katakan Putus.
Ini kenapa picnya ga nyambung gini sih nyet? Iya sengaja, abis bingung mau aplot gambar apa di postingan ini. EHE |
Dan banyak kejadian lain yang secara perlahan seakan menyadarkan gue bahwa pikun ternyata bisa menyerang siapa saja. Waspadalah!
Lagi asyik-asyiknya nonton Katakan Putus, eh kagak anjir. Paan. Tontonan gue biasanya lebih bermutu sih daripada tayangan Katakan Putus yang ga berkualitas itu.
Nonton tayangan Anti Jones, misalnya.
Ya pokoknya itu dah. Lagi asyik-asyik nonton, gue tiba-tiba teringat dengan salah satu siswi baru di SMK gue. Yang ketika itu ia masuk sebagai siswi baru saat duduk di kelas 2 SMK. Inisialnya JY. Nama sebenarnya Jaya Yanti.
Sebelum masuk di sekolah gue, dia bersekolah di salah satu SMK Negeri di daerah gue. Katanya, dia kena DO oleh pihak sekolah karena ulahnya yang ada-ada aja. Menurut cerita dari berbagai sumber yang gue kenal, yang kebetulan gue juga punya temen anak SMKN, katanya Jaya sering bertingkah laku aneh. Kadang jedotin kepalanya di pintu secara berulangkali. Bukan apa-apa, dia gatau apa perbaikan fasilitas sekolah itu cuma dilakukan 10 tahun sekali. Ada yang bilang kalo dia sering ngompol di sekolah, ada yang bilang dia sering ketawa sendiri dan banyak sekali kelakuan Jaya yang bikin kening gue mengerut saat mendengar testimoni dari beberapa orang.
Baru beberapa hari di sekolah gue, Jaya sudah kebingungan saat mengetahui bahwa di sekolah gue setiap bulan sekali, ujian bulanan akan diadakan. Iya, di sekolahan gue tiap bulan ujian. Puyeng.
Maka, di suatu pagi Jaya yang duduknya di depan meja guru mengerjakan ujiannya dengan lancar. Sampai di penghujung waktu ujian, barulah anak-anak seisi kelas tau bahwa Jaya menyontek dari buku yang ia letakkan di laci meja.
Jaya dipanggil ke meja guru.
Jaya nangis. Marah-marah. Nangis.
* * *
Keesokan harinya, di jam istirahat Jaya berjalan menyusuri koridor sekolah tanpa menggunakan sepatu. Jalan lurus gitu, ga liat kanan-kiri. Kaya buibu naik motor tanpa ngeliat spion kanan kiri.
Jaya naik ke lantai dua, berdiri di ujung koridor. Diem. Turun lagi. Jalan ke sudut koridor lagi, diem kemudian turun lagi.
Aneh memang.
Sampai pada suatu siang, kelas kami kosong. Sama kayak hati.
Temen-temen iseng menulis di papan tulis menggunakan spidol.
Dengan kalimat, ' Jaya cantik. '
Jaya yang duduk di kursinya tersenyum.
Ada yang nulis, ' Jaya imut. '
Jaya ngangguk-ngangguk.
Ada lagi yang nulis, ' Jaya baik hati. '
Jaya makin senyum lebar.
Sampai pada akhirnya gue ikutan nulis di papan tulis menggunakan spidol.
' JAYA CENGENG. '
Selesai menutup spidol, semua arah pandangan mata murid mengarah ke gue. Seakan mereka tau apa yang akan terjadi setelah gue duduk kembali di kursi. Benar saja pemirsa, Jaya mendatangi meja gue dengan ekspresinya yang teramat lebay. Mukanya marah.
'' Eh, itu apa sih maksudnya? ''
'' Ha, yang mana? '' ujar gue sambil fokus mainin hp.
'' Itu apa? Aku cengeng? ''
'' Apa sih Jaya? ''
'' Itu! '' Jaya menunjuk ke papan tulis.
'' Aduuh aku salah tulis. Itu maksudnya aku mau nulis Jaya Cerdas. Gitu. ''
Telat. Jaya keburu nangis sambil teriak-teriak di meja gue. HAHAHAHAHAA
Entah bagaimana ceritanya, akhirnya gue dan Jaya berhadapan dengan wali kelas di ruang guru untuk menyelesaikan masalah itu.
Selang beberapa hari, justru karena hal itu gue malah deket dengan Jaya. Kami pulang sekolah jalan kaki bersama. Jarak rumah gue ke sekolah deket banget anjir. Gue berdiri hormat upacara bendera di sekolah aja, udah keliatan emak gue lagi ngejemur baju di samping rumah. Hal itu jelas mengganggu suasana khidmat gue dalam mengikuti upacara bendera.
Saking deketnya gue dengan Jaya, kadang kalo pulang sekolah, gue ngajak Jaya untuk makan siang bareng di rumah gue. Ibu yang mengetahui bagaimana Jaya setelah gue ceritakan sebelumnya, mencoba mengobrol dengan Jaya seusai makan.
Yang dimana gue bisa kesimpulan bahwa, Jaya kekurangan perhatian. Beda tipis sama gue yang kekurangan kasih sayang plus kekurangan duit saat akhir bulan.
Info baru yang bisa gue dapatkan adalah, Jaya sedang jatuh cinta dengan ketua kelas. Namanya Edi. Tapi dia gatau gimana cara menarik perhatian Edi. Kalo cara menarik becak, mungkin dia tau.
* * *
Kejadian lain, pernah di suatu hari, di tengah pelajaran berlangsung dan guru sedang menerangkan di papan tulis, entah karena apa tiba-tiba Jaya bangkit dari kursinya dan menjedotkan kepalanya ke tembok.
Duk, duk, duk.
Suaranya seakan mengingatkan gue dengan suasana bulan ramadhan. Lebih tepatnya suara bedug magrib pertanda waktunya berbuka puasa.
Duk, duk, duk.
Seisi kelas memperhatikannya. Jaya berteriak entah ngomong apa. Dari nadanya kayanya dia marah. Gatau apa penyebabnya. Sebagai teman baru Jaya, sampe-sampe gue dijuluki dengan sebutan 'kakak Jaya', gue langsung berdiri dan meletakan tangan gue di kepala Jaya. Berusaha agar kepalanya tidak terbentur pada tembok. Namun, Jaya masih saja membenturkan kepalanya.
Duk, duk, duk.
Ini suara adzannya mana sih elah
'' Jaya, udah! '' ujar gue. Jaya tidak menggubris omongan gue. Ia tetap melakukan aksinya yang nekat tersebut.
'' JAYA! ''
Jaya tidak peduli akan kehadiran gue di situ. Seisi kelas hening.
'' JAYA, UDAH UDAH! DUDUK CEPET. ''
Jaya tetep diem. Rasanya gue pengen teriak, '' TANGAN GUA SAKIT ANJIR, LU JEDOT JEDOTIN KE TEMBOK!! ''
Tapi gue mengurungkan niat itu. Gue rela, gue ikhlas tangan gue sakit. Setidaknya sakitnya tidak separah saat kamu meninggalkanku dan memilih perempuan lain seperti dia.
Halah.
Entah udah berapa jari gue yang gugur karena aksi jedot-jedotan ke tembok itu, akhirnya Jaya kembali ke kursinya.
* * *
Kejadian lain, pernah di hari Sabtu, di mana kegiatan pengembangan diri (ekstrakulikuler) diadakan, gue iseng masuk ke ruang seni musik. Ya abis gue gatau dengan diri gue sendiri mau dikembangkan ke dalam bidang apa. Alhasil gue keluar masuk ruangan aja.
Dan di hari itu, gue masuk ke ruang seni musik. Di sana ada beberapa temen sekelas gue. Ada Jaya, Sarah, Edi dan Eva. Mereka bernyanyi bersama dan Edi sebagai pemain keyboardnya. Percis kayak biduan di pesta-pesta nikah.
Entah darimana pasalnya, tiba-tiba Jaya mengamuk parah. Ia membentak-bentak Eva, ia menampar Eva. Karena tidak terima diperlakukan seperti itu, Eva balik menampar Jaya. Dan entah sekuat apa tamparan Eva, Jaya tiba-tiba terjatuh di lantai.Gatau dah, emang Jayanya aja yang lebay apa ya.
Musik berhenti. Jaya bangkit dari lantai dan berusaha membalas tamparan Eva. Sebagai perempuan berhati mulia, tentu saja gue melerai perkelahian di antara mereka. Namun sayang, gue malah kena ciprat juga. Iya, gue kena omel juga anjir.
Lah kenapa gue diomelin juga sih fak?
Beberapa guru datang, dan well kami bertiga masuk ke kantor guru. Lagi.
Di situ gue menjelaskan panjang lebar tentang apa yang dialami Jaya. Tentang ia yang berusaha mencari perhatian Edi. Dan usut punya usut, ternyata Jaya menampar Eva karena ketika itu posisi Eva sangat dekat dengan Edi.
Istilah anak kekiniannya, Jaya jealous alias cemburu buta.
* * *
Mulai hari itu, gue mulai menjaga jarak dengan Jaya. Anak-anak seisi kelas juga mulai berhati-hati jika berhubungan dengan Jaya.
Sampai pada suatu hari, di jam istirahat, gue sedang duduk mengobrol berdua dengan ehem sang pacar masa sekolahan dulu. Gue menoleh ke belakang kemudian tertawa.
'' Liat deh, itu si Indra. Narsis banget di youcam, '' ujar gue ke pacar.
Sang pacar menoleh ke belakang kemudian kami sama-sama tertawa. Indra, seorang lelaki betina yang memiliki ratusan video boy band di laptopnya. Ya, Indra anaknya agak lembek. Ehe.
Ketika itu, Indra terlihat sibuk memonyongkan bibir seksinya ke kamera laptop. Berpose dengan wajah miring ke kiri, ke kanan, mulut dikatup rapat, mulut dimonyongkan, ya sebagaimana lelaki betina narsis karena ingin terlihat cantik di depan kamera pada umumnya.
Gue dan sang pacar ketawa ngakak bersamaan.
Di tolehan ketiga, gue menyadari sesuatu. Ada tatapan yang bisa gue tangkap dari sudut mata, yang tak gue sadari bahwa sebenarnya, sedari tadi ada yang menatap gue dan pacar saat cekikan. Gue menoleh lagi, memastikan siapa yang menatap gue sampai sebegitu tajamnya.
Yak. JAYA.
Posisi duduknya ketika itu tepat di depan Indra. Sama-sama di pojokan di kelas.
Gue saling bertatapan dengan sang pacar. Gue menaikkan bahu.
Tak butuh waktu berapa lama, Jaya menghampiri gue. Mukanya merah, rambut ikalnya yang sejajar dengan telinga tampak acak-acakan.Matanya melotot.
'' KALIAN NGETAWAIN AKU? ''
'' Ha? maksudnya apa? '' tanya gue masih dengan nada biasa.
'' IYA. KALIAN LIAT-LIAT AKU TRUS NGETAWAIN AKU KAN. KALIAN JAHAT YA SAMA AKU. KALIAN TEGA SAMA AKU. ''
Gue dan sang pacar saling berpandangan sekaligus menahan tawa. Iya, lucu banget anjir liat Jaya yang super drama.
'' Apa sih, Jaya. Kami tadi lagi ngeliatin Indra yang foto-foto di youcam. Lucu liat posenya, '' ujar sang pacar.
'' ENGGAK. KALIAN NGETAWAIN AKU KAN. KALIAN JAHAT. NGGAK NYANGKA KALIAN SEJAHAT ITU SAMA AKU. HUHUUHHUUU... ''
Lah sianjir. Alay banget.
Jaya langsung naik ke atas meja. Lompat-lompat, lari-lari dari meja satu ke meja lainnya. Dia beratraksi sebahagianya dia. Seisi kelas melihat tingkahnya, dan tentu saja tidak ada yang memperdulikan tingkahnya. Semua anak sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Bagi anak di kelas, tingkah Jaya yang aneh seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Kalo lagi kumat, dia bisa-bisanya naruh kursi di atas meja trus berdiri di atasnya. Dengan raut wajah bahagia, dia mengangkat-ngangkat tangannya. Melambai-lambai seakan ia menjadi seorang Ratu yang memimpin sebuah negeri yang penuh kejayaan.
Etapi emang beneran deng, kelas 2 SMK pada tahun itu memang bener-bener masa jayanya si Jaya banget. Dia bener-bener jadi pusat perhatian seluruh anak di sekolah. Bahkan buibu yang jual tempe goreng dengan irisan tipis setipis silet, di kantin juga ikutan memperhatikan tingkah laku Jaya yang aneh.
Setelah puas berlari, berlompat di atas meja, Jaya turun. Mungkin dia kecapekan. Suasana yang tadinya sudah normal, mendadak heboh saat Jaya kembali menghampiri gue dan sang pacar lagi.
'' Lan, kamu kok jahat sih sama aku? ''
'' Ha? '' gue cengo. Masih heran aja dengan kelakuannya yang tiba-tiba.
'' APA SALAHKU LAN? APAAA? '' Jaya memukul-mukul dadanya.
Yawlaa, itu ekspresi mukanya percis kayak pemain ratapan anak tiri yang sedang cosplay jadi awkarin di video nangis yang habis diputusin pacar.
'' APA SIH JAYA. GAUSAH LEBAY. '' Emosi gue mulai terpancing. Jaya semakin tak mau kalah dengan gue.
'' KALIAN SEMUA JAHAT. JAHAT. ''
Jaya langsung menjatuhkan badannya di lantai. Ia nangis terisak-isak. Dengan ucapan serta emosinya yang masih saja ia lontarkan di tengah isak tangisnya, Jaya semakin leluasa untuk miring ke kiri dan ke kanan. Posisi terakhir yang gue liat, dia udah telungkup sambil terus menangis terisak.
Asli. Gue ilfil ngeliat tingkahnya. Mau negur, tapi takut dia semakin drama.
Gue gatau ada apa dengan diri seorang Jaya Yanti. Apakah ia memiliki sedikit gangguan kejiwaan atau kelakuan aneh dia selama ini hanya sebagai bentuk untuk mencari perhatian belaka?
Bahkan, Jaya sempat mengirim sms broadcast ke semua kontak yang isinya,
'' Nanti siang, sepulang sekolah jam 2, aku mau bunuh diri. Aku mau lompat ke dalam sumur. ''
Ia mengirim sms itu ke seluruh kontak teman sekelas. Maka, sepulang sekolah, gue beserta teman sekelas pulang ke rumah masing-masing tanpa memperdulikan sms itu.
Ya abis, itu sms puluhan kalinya yang Jaya broadcast ke seluruh kontak teman sekelas. Jadi ya respon anak-anak, biasa aja.
Toh, besok paginya dia tetep masuk sekolah seperti biasa. Hahahaaa.
* * *
Jaya bersekolah di SMK gue hanya sampai kelas 2 SMK. Naik ke kelas 3, kata-katanya dia udah ga sekolah lagi karena orangtuanya malu akibat terlalu sering mendapat pengaduan dari guru tentang ulah Jaya yang tiap hari ada aja.
Terakhir kali gue ketemu dia, pas lebaran tahun 2013. Gue yang ketika itu sedang ngobrol bersama 2 teman SMP di rumah gue, kaget ketika Jaya meminta kami bertiga untuk menuliskan nomor handphone di selembar kertas.
'' Buat apa, Jay? '' tanya salah seorang temen SMP gue. Jaya cuma diem.
Sebelumnya Jaya udah gue kenalkan terlebih dahulu dengan 2 temen SMP gue.
Selang beberapa hari, kami bertiga terkejut saat mengetahui bahwa pulsa 5 ribu masuk ke handphone kami bertiga. Fix, ini Jaya yang ngirim pasti.
Beberapa bulan berikutnya, gue mendapat cerita dari Ibu bahwa beliau melihat Jaya jalan tanpa menggunakan sendal di pinggir jalan. Dan lokasi di mana Jaya berjalan kaki yang Ibu sebutkan itu cukup jauh dari kota. Gils banget.
Terakhir gue denger kabarnya, katanya Jaya sakit trus meninggal. Etapi gatau deng kabar duka itu benar apa enggak. Dan sampai saat ini, gue belum pernah bertemu dengan Jaya lagi.
Seenggaknya, dengan hadirnya Jaya di sekolah gue ketika itu, saat ini gue bisa kembali mengenang peristiwa lucu, aneh, absurd yang Jaya lakukan semasa SMK dulu.