Di suatu pagi yang cerah, gue berangkat ke kantor seperti
biasa. Dengan penampilan simple tentunya. Celana kain hitam, tanktop yang
dilapisi brazzer eh maksudnya blazer hitam dan jilbab hitam. Percis kayak mau
ngelayat.
Gue mengendarai sepeda motor kesayangan gue menuju kantor. Sambil
mengendarai sepeda motor, gue senyum-senyum bahagia di balik kaca helm
sekaligus di balik masker penutup mulut. Mengingat sebelumnya perut sudah
terisi segelas susu hangat dan wafer cokelat, ini berarti gue tidak akan
merasakan lapar pra makan siang yang kerap sekali terjadi pada jam 10 ke atas.
Pagi itu tidak ada aneh. Semua berjalan sebagaimana biasanya. Dimana ketika itu meja gue penuh
dengan tumpukan lembaran kertas yang nantinya akan gue input dan itu menjadi
kegiatan rutin gue di setiap harinya. Gue memperhatikan meja kerja gue yang
berantakan dengan kertas. Rasa-rasanya meja ini terlalu kecil untuk menjadi
wadah segala barang-barang gue. Mulai dari botol minum, hp, body mint, cologne,
freshcare, body lotion, tisu, baby oil, sunblock dan pretelan lainnya yang
berjejer rapi di atas meja kerja gue.
Di tengah kesibukan gue akan padatnya inputan data, sebuah
sms masuk dari seorang laki-laki. Laki-laki tersebut adalah sahabat semasa SMK
gue. Sahabat yang selalu ada untuk gue dalam keadaan apapun. Namanya Jeri.
Laki-laki tergokil dan tergila yang pernah ada. Tingkahnya absurd banget. Asli.
Setelah melihat layar hp, gue membaca satu pesan dari Jeri.
‘’ Nyok, lu di mana? Gue mau ke kantor lu. Ada perlu nih,
penting! ‘’
Sok keren banget sih elah pake pentang penting segala.
‘’ Ngapain woy? Ada perlu apa? Gue lagi banyak kerjaan nih.
Bilang aja di sms. Telfon kalo ga? ‘’
Sekitar 5 menit kemudian, barulah sms gue dibales oleh Jeri.
‘’ Gue di depan tempat kerja lu. Keluar cepet. ‘’
Gue menggaruk kepala sebelum pada akhirnya celingukan keluar
mencari Jeri. Gue melihat Jeri yang berjalan tergesa-gesa menghampiri gue. Raut
wajahnya tampak panik sekaligus cemas sekaligus kaget. Ga karuan dah pokoknya.
‘’ Napa lu? ‘’ tanya gue to the point.
‘’ Ini gue bawa ini, Nyok, ‘’ ujarnya dengan napas yang
ngos-ngosan kaya abis mengerahkan seluruh tenaga untuk ngeden saat boker, namun
yang diharapkan tak kunjung keluar. Kegiatan yang sia-sia tiada guna.
‘’ Apaan tuh, Cung? ‘’ tanya gue.
Gue memanggilnya Cung, dan
Jeri memanggil gue Nyok. Entah darimana panggilan Nyok yang sungguh tidak layak
dilafalkan itu tercipta. Mungkin dia menciptakan nama itu saat melihat hati gue
yang penyok beberapa tahun yang lalu. Jadi munculah panggilan Nyok alias
Penyok. Hhh.
Sementara gue memanggilnya Cung karena ehem karena maap maap ajanih ya, karena giginya agak mancung sedikit. Hhh.
Jeri mengeluarkan sebuah amplop cokelat kecil berukuran
persegi panjang yang disampul plastik.
‘’ LU MAU NIKAH ANJEEERR?? ‘’ Gue shock.
Mengingat dulu semasa sekolah dia pernah cerita ke gue saat
kami menjadi sahabat sebangku, setidaknya satu level di atas teman sebangku.
Ketika itu dia pernah cerita bahwa nanti kalo udah sukses, dia bakalan nikahin
gue dan punya bisnis rental mobil di mana-mana. Satu-satunya kegiatan yang bisa
dilakukannya jika hal itu terjadi adalah,
‘ jadi gue enak, tinggal duduk nyantai, makan, nonton di rumah aja. ‘
Gue yang mendengar impian dan harapannya yang menurutnya
indah itu hanya cengar-cengir. Setidaknya dia masih punya tujuan hidup aja gue
udah seneng bukan main.
‘’ Bukan elaah. Ini nih, ini cek bukan sih? ‘’ tanyanya
sambil mengeluarkan selembar kertas dari dalam amplop. Gue mengambil kertas itu
dan membacanya. Memastikan yang diberikan Jeri beneran cek dan bukan sekedar
cek dan ricek.
Gue melongo. Di
tangan gue tergenggam sebuah cek yang bertuliskan tiga milyar empat ratus tujuh
puluh juta rupiah.
Seriously?
Gue membaca dan membuka selembar surat yang turut ada di dalam
amplop tersebut. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
‘’ INI BENERAN CEK ASTAGAAAA. OMAIGAAT… ‘’
Gue kaget bukan main.
‘’ Lu dapet di mana nih? ‘’ tanya gue pada Jeri yang tampak
serius memperhatikan ekspresi alay gue.
‘’ Di jalan raya. Depan penjual pecel deket jalan ambisi. ‘’
Jeri menjelaskan.
‘’ Gue udah nelfon nomer yang ada di situ….. ‘’
‘’ Trus? ‘’
‘’ Yang ngangkat bapak-bapak dan namanya sesuai dengan nama
yang ada di cek. Trus dia bilang kalo dia udah lama nyari kertas ini. Dia minta
kirimkan pake JNE. Dan dia juga minta rekening gue. Dia bilang sebagai imbalan,
nanti dia bakalan ngasi uang seratus. ‘’
Gue mengerutkan alis. Kok, ini di tanggal yang tertera pada
cek, tanggal 15 Mei ya. Sedangkan hari ini hari Selasa tanggal 16 Mei. Tapi gue langsung membuang jauh pikiran aneh
tersebut.
‘’ Yaudah kirimin aja. Ongkir kesana juga ga nyampe seratus
ribu kok, Cung, ‘’ ucap gue dengan bijak.
‘’ BUKAN SERATUS REBU ANJER, SERATUS JUTAAAA…. ‘’
‘’ OMAIGAAAT. OMAIGAAATT… ‘’
Gue kaget. Rasanya kayak didatengin Rafi lewat dapur pas lagi
nyuci piring pake mama lemon. Ya kagetlah, si
Rafi salah alamat rumah. Yang pake sanlaik mah tetangga sebelah.
‘’ Nomer rekening lu sini dah. ‘’
Gue langsung memberikan nomer rekening gue ke Jeri. Gue
sengaja memberikan rekening Mandiri yang di mana rekening itu hanya digunakan
sebulan sekali saat masuknya gaji. Dan tentu saja di ATM Mandiri itu, saldo gue
tinggal Rp 111,000 . Wow. Angka yang sangat fantastis.
Gue sengaja ga pernah nabung di Mandiri. Gue lebih memilih menabung di BRI dikarenakan berbagai alasan. Jadi untuk transferan seratus juta nanti, gue bersedia memberikan rekening Mandiri yang saldonya kandas agar supaya terisi lagi.
‘’ Ini nih nomer rekening gue. ‘’ Gue menyodorkan sederatan
angka yang gue catat di note hp.
‘’ Gue ga ada pulsa buat nelfon si bapak itu. Beda operator,
abis pulsa gue, ‘’ terang Jeri. Raut mukanya langsung berubah.
‘’Yailaah si bangke. Bentar dah. ‘’
Gue masuk kembali ke dalam kantor dan keluar dengan membawa
uang lima belas ribu dan menyodorkan ke Jeri. Parah memang tu anak.
Setelah mengisi pulsa, gue langsung mengetikan nomor
rekening gue di hp Jeri. Selang beberapa
detik, si bapak yang mengaku tinggal di Jakarta sesuai dengan alamat yang
tertera di surat menelfon Jeri. Jeri mengangkat panggilan telfon dari si bapak
di hadapan gue.
‘’ Pak, nomer rekeningnya udah saya kirim ya. ‘’
‘’ Bank Mandiri, Pak,
atas nama Rahayu Wulandari. ‘’
‘’ Iya, Pak. Saldonya
ada seratus sebelas ribu rupiah. ‘’
‘’ Iya, Pak. Nomor
rekeningnya benar dan atas nama yang saya bilang tadi. ‘’
‘’ Baik, Pak. ‘’
Setelah Jeri selesai berbicara dengan si bapak, Jeri tampak
senyum-senyum.
‘’ Kayanya dia beneran mau ngirim deh, Nyok. Dia tadi
bilang, tolong dipastikan nomor rekeningnya benar dan atas nama yang bapak
sebut tadi ya. Gitu. ‘’ Jeri mencoba menirukan ucapan si bapak tadi.
‘’ Waah iya ya. Semoga deh beneran. Dapet seratus juta lu
cuy, ‘’ ujar gue sambil menepok jidat Jeri yang lebar.
‘’ Tenang aja, Nyok. Ntar seratus juta kita bagi dua ya, ‘’
ujarnya menjanjikan.
‘’ Waah serius lu? Duh baik amat sih lu. Kalo dapat
limapuluh juta, gue bakalan beli eksrim segaban, dua minggu makan bakso pake es
teh, seminggu makan nasi padang, uwooohh… ‘’ ujar gue sambil mengkhayal babu.
‘’ Makan terus lu woy! ‘’
‘’ Etapi inget sedekah. Rejeki kita bukan sepenuhnya untuk
kita. ‘’ Jeri mengangguk-ngangguk mendengar kalimat islamiyah yang keluar dari
mulut gue.
Kami terdiam untuk beberapa saat. Otak gue langsung
menyalakan beberapa rencana yang akan gue lakukan dengan uang limapuluh juta
yang nantinya akan gue terima. Salah satunya, gue akan melakukan operasi payudara. Agar supaya gue bisa menggantikan Ovi jika sekiranya Ovi akan mengikuti jejak Pamela untuk keluar dari duo serigala. Sungguh impian yang indah!
Cukup lama Jeri mampir di kantor gue. Sambil cerita-cerita,
gue memperhatikan penampilan Jeri ketika itu. Tidak banyak yang berubah darinya
sejak 6 bulan kami terakhir bertemu. Badannya tetap kurus, giginya tetap setia
keluar dari batas barisan yang telah ditetapkan, rambutnya masih gondrong
hingga hampir menutupi telinga.
Kalo dibandingkan dengan Jeri saat sekolah dulu, oh jelas
dia sudah banyak berubah. Salah satunya adalah cara berpakaian.
Kalo dulu pas masih sekolahan, gue selalu geli melihat
penampilan Jeri. Dengan celana sekolah yang dipensil (ujung bawahnya
dikecilin), juga celananya yang dikenakan hanya sebatas pinggul. Kalo ngeliat Jeri jalan, celananya kayak antara
ragu mau melorot apa enggak. Melihat boxernya yang menyembul dengan corak
kotak-kotak putih merah kayak warna bendera Indonesia, ini mengartikan bahwa
Jeri seorang rakyat yang memiliki jiwa patriotisme yang tinggi untuk negara
ini.
Belom lagi rambutnya yang nauujubilah kerasnya. Belom
diapa-apain aja udah keras.
…. rambutnya.
Gue masih inget, Jeri pernah ngomong sama gue pas di kelas.
‘’ Gue kalo ntar udah lulus sekolah, rambut ini mau gue
panjangin ah. Biar gondrong, ‘’ ujarnya sambil merapikan pucuk atas rambutnya.
Gue inget percis gaya bicara dan gerak-geriknya ketika itu.
‘’ Buat apasih? ‘’ tanya gue.
‘’ BIAR KAYAK ANAK PANG. UYEEAAHHH….. ‘’
Dan beberapa bulan setelah lulus sekolah, Jeri main ke rumah
gue bersama blankon yang nempel di kepalanya. Saat gue tanya kenapa ada blankon
di kepalanya, Jeri mengatakan bahwa ini karena kesalahan fatal si tukang
pangkas rambut.
Gue melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan
kiri gue. Jam setengah sebelas.
‘’ Eeh udah jam setengah sebelas jir, gue bikin laporan dulu
ya. Lu mau di sini apa gimana nih? ‘’ tanya gue. Jeri beranjak bangkit dari
posisi duduknya.
‘’ Gue pulang aja deh. Ntar kalo ada apa-apa, gue telfon lu
ya. ‘’ Gue mengangguk setelah Jeri berpamitan pulang.
Sekembalinya gue ke meja kerja, gue langsung browsing
tentang penipuan cek yang didapat di jalan.
Dan benar saja, ada banyak sekali berita-berita tentang
kasus penipuan dengan cara menebarkan cek milyaran di jalanan.
Dan gue sempat
membaca ada korban yang tertipu karena dengan baik hatinya ia malah menransfer
uang ke penipu dikarenakan si penipu bilang bahwa dia tidak punya uang dalam
bentuk rupiah. Jadi, si korban mengirim sejumlah uang untuk si penipu. Si
penipu menjanjikan akan memberikan uang ratusan juta sebagai imbalannya. Dan
seperti yang kita duga, si penipu langsung kabur.
Gue langsung nelfon Jeri dan kita tertawa terbahak-bahak
bersama.
‘’ WANJEER KITA KENA TIPU COY. HAHAHAHAHAA… ‘’
Gue ngakak ketawa tanpa bisa berkata-kata apalagi. Terlebih
saat mendengar info dari Jeri, tentang nomornya si bapak yang tidak bisa dihubungi lagi.
‘’ Nih ya, kalo dia beneran mau ngasi seratus juta buat
kita, ya buat apasih dia nanya saldo di atm gue ada berapa. Coba deh lu pikir.
Aneh kan? ‘’ ujar gue menceritakan kejanggalan tersebut.
Juga tentang tanggal yang tertera di cek. Beda sehari doang
dengan tanggal di mana cek itu ditemukan oleh Jeri, lah si bapak malah bilang
kalo dia udah lama banget nyari cek itu yang katanya hilang.
Aneh kuadrat!
Di obrolan penutup dalam telfon singkat itu, gue sempat berkata,
'' Bener deh ya. Cowok di mana-mana tukang tipu. Hih. ''
Mang enak ditipuin? Wkekekee - H. Hendi Santoso, penipu ulung. |