Gue suka . Beribadah, Dakwah, Salat, Mengaji; apalagi ketika bulan puasa.
Oh ya, gue baru inget kalo di bulan puasa tahun kemarin, gue cuma nulis satu postingan doang. Iya cuma sebiji. Huahahaaa. Parah ya.
Entah kenapa, semakin bertambahnya umur, gue nggak ngerasain lagi bagaimana hawa-hawa bulan ramadhan yang biasanya gue rasakan saat masa kecil dulu. Buka di rumah mah ga penting, yang penting itu bisa main ke mesjid dengan modus solat tarawih. Abis main lari-larian dengan mengelilingi teras mesjid, gue pasti laper lagi dong. Kalo udah gitu, gue langsung ngambil makanan dari meja tempat makanan bukaan. Selesai tarawih, otomatis gue udah keringetan abis lari-larian. Namun hal itu tidak menghentikan niat gue untuk tadarus di mesjid. Gue dan kakak gue sangat rutin menghabiskan waktu dengan tadarus bersama ibu-ibu lainnya di mesjid. Gue yang ketika itu masih kelas 4 atau 5 esde merasa senang bukan main karena bisa ikut tadarusan dengan menggunakan mikrofon mesjid. Dan tentu saja setelah sampai rumah, gue langsung berlari menghampiri ibu dan bertanya,
'' Bu, denger suara adek nggak tadi? ''
Fyi, adek sebutan untuk diri gue sendiri. Padahal ketika itu gue udah punya adek. Ya itu adalah salah satu bentuk harapan gue yang pernah menginginkan akan menjadi anak bungsu, walaupun harapan itu telah pupus.
Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut gue, Ibu langsung mengangguk senang.
'' Iya denger dong. Suara adek bagus ya kalo ngaji. Tapi ngajinya jangan cepet-cepet loh, pelan-pelan aja. ''
Setelah mengangguk mendengar saran Ibu, gue berbalik dengan perasaan bahagia. Bahagia gue sesederhana itu. Pada masa itu :)
Belum lagi ketika malam takbiran. Gue dan temen-temen sekompleks memutuskan untuk membagi 2 tim. Tim
satu terdiri dari lelaki alim yang ditempatkan di mesjid untuk gabung takbiran bersama bapak-bapak dan pengurus mesjid melalui mikrofon mesjid sedangkan
tim kedua terdiri dari para lelaki bandel yang di mana mereka ikut bergabung dengan kami, para cewe-cewe imut nan menggemaskan. Setelah berdiskusi dengan hangat karena empet-empetan, kami akhirnya memutuskan untuk keliling kompleks untuk mengumandangkan takbir. Dengan modal suara pas-pasan, kaleng susu untuk digetok-getok, kaleng cat untuk dipukul-pukul dan dua buah batu besar berwarna putih kami melaksanakan rencana itu.
Sumpah, gue gatau apa fungsi batu itu. Mungkin untuk ngelempar rumah mantan kalo ngeliat ada si mantan lagi berduaan di teras rumah sama pacar barunya. Mungkin.
Eetapi gue pas masih esde belum pacar-pacaran kok.
Satu-satunya hal yang membuat kami bahagia dan ngerasa percaya diri saat keliling kompleks adalah ketika para anak-anak dan ibu-ibu keluar untuk melihat kami yang berombongan melantunkan takbir. Ketika itu gue langsung ngerasa sebagai Kendall Jenner yang berjalan di atas karpet merah dengan diiringi suara takbir.
Kegiatan takbiran keliling kompleks itu harus berakhir ketika Ibu teriak-teriak memanggil gue dan menyuruh gue untuk tidur.
Ok mam.
Kalo mengingat kejadian itu, gue mendadak rindu dengan semuanya. Dengan momennya, teman-temannya, tingkah lucunya, gue rindu semuanya. Gue rindu dengan bulan ramadhan yang seperti itu. Berbeda dengan saat ini. Tapi tetep, gue nggak pernah lepas dari BDSM. Gue bahkan sangat menyukai hal itu.
Oh ya, gue masih inget kejadian saat tarawih beberapa tahun lalu. Saat itu, gue duduk di kelas 4 SD. Seperti biasa, kegiatan tarawih yang kami lakukan hanyalah omong kosong saat kami berpamitan dengan orangtua di rumah. Tentu saja kami menghabiskan waktu tarawih itu dengan bermain. Kami memilih untuk bermain di malam hari karena ketika siang hari kami sedang berpuasa, tentu saja kami tidak bisa main dengan keadaan lemah tak berdaya.
Gue inget banget, malam itu mungkin malam -H2 atau -H3 menjelang lebaran. Suasana mesjid semakin lengang, terlebih pada shaf perempuan. Buibu kebanyakan memilih di rumah untuk membuat kue lebaran. Shaf laki-laki juga semakin sedikit, tapi ga separah shaf perempuan sih. Karena itu, mau gamau gue harus menempati shaf barisan pertama perempuan. Dan shaf itu berhadapan langsung dengan tirai kain yang membatasi shaf perempuan dan laki-laki. Posisi yang amat sangat gue benci.
Gue pernah sholat dengan posisi seperti ini sebelumnya, namun ketika gue sujud, hembusan dari kipas angin yang menggantung di langit-langit mesjid membuat gue kaget saat gue bangun dari sujud.
Tirai kain pembatas sudah menyangkut di bagian pantat gue saat sujud. Dan ketika gue duduk di antara dua sujud, gue shock.
INI GUE DI SHAF MANA ANJEEER??
KOK BANYAK LAKI-LAKI SEMUA SIK
Sholat gue semakin ga khusyuk. Temen-temen gue di shaf perempuan mulai panik saat melihat gue hilang ditelan tirai kain pembatas. Namun, untung saja ketika gue sujud kembali, tirai kain tersebut sudah kembali pada posisi semula. Entah gue harus bersyukur atau shock karena kejadian ini. Shock karena tiba-tiba sudah berada di shaf laki-laki atau bersyukur karena dikasih kesempatan untuk melihat para lelaki ganteng nan sholehah idaman wanita.
Entahlah.
Oke, kembali ke malam di mana gue sedang melaksanakan solat tarawih. Sebenarnya dari lubuk hati yang terdalam gue benar-benar ogah untuk melaksanakannya, maka gue pun menghasut temen-temen lainnya untuk kembali bermain seperti biasa. Karena bingung mau main apa, kami akhirnya hanya duduk berkelompok dan menggosip. Sedang asyik-asyik menggosip, sebuah telapak kaki berukuran kecil menyembul dari balik tirai kain pembatas.
Sepertinya telapak kaki ini milik seorang anak kecil yang berusia 3 atau 4 tahun. Dari posisi telapak kakinya gue sudah jelas bisa memastikan bahwa anak tersebut sedang dalam posisi telungkup. Mungkin dia ngantuk nungguin bapaknya selesai tarawih.
Maka, karena sifat usil sudah mendarah daging di tubuh gue, maka gue pun mencubit telapak kaki milik si anak.
Tidak ada respon.
.
.
Gue mencubit lebih keras. Kali ini dengan 2 cubitan.
.
. Kaki si anak mulai bergerak pertanda cubitan gue terasa sakit. Mantap nih, pikir gue.
.
Gue mencubit kakinya lagi, kali ini bukan telapak kaki, melainkan di betis.
Sontak si anak langsung menangis histeris.
MAMPUS GUE!
Gue langsung panik. Temen-temen langsung memandangi gue sambil berkata dalam hati, 'MAMPUS LO !'
Gue langsung melepas mukenah, melipatnya dan bergegas untuk keluar dari mesjid. Belum sempat gue melangkah keluar, sebuah suara memanggil gue. Gue menoleh ke belakang.
FAK.
Tampak seorang bapak muda sedang menggandeng anak laki-laki. Meskipun gue cuma nyubit kaki si anak tanpa tau bentuk mukanya kayak gimana, gue bisa menduga bahwa itu adalah anak laki-laki yang kakinya gue cubit tadi. Terlihat dari raut mukanya yang sedang menangis.
'' Kamu anak siapa? '' tanya bapak muda tersebut dengan ketus.
'' Anak Pak Kasmat, Om, '' ujar gue keringet dingin.
'' Yaudah, pulang sana. ''
Gue akhirnya pulang dengan perasaan menyesal.
Pertanyaannya:
Kenapa gue menyesal?
A. Karena gue memberi tahu nama asli Ayah gue
B. Karena ga sempet minta nomer hape si bapak muda tersebut
C. Karena telah menyia-nyiakan cinta yang kau berikan kepadaku pada saat itu
Tulisan ini merupakan proyek menulis WIRDY. Bagi yang ingin membaca tulisan teman WIRDY lainnya, silahkan klik di bawah ini:
Icha : Kamu Nggak Sendirian, Tapi Bertiga
Robby : Mencari Berkah Dengan BDSM
Yoga : Gadis Macan
Darma : Masih kelayapan di Turki