Wew. Sudah 11 hari gue nggak nge-blog.
Pikiran gue mumet. Kacau. Berantakan.
Pikiran gue terbagi dengan tugas kuliah yang sampai saat ini baru beberapa soal gue kerjain. Itu juga masih dikerjain, belum dibaca ulang. Yang lebih parahnya awal Desember gue udah ujian. Omaigats.
Pikiran gue terbagi lagi dengan urusan pekerjaan. Bangun pagi pulang sore dan akhirnya kelelahan.
Pikiran gue terbagi lagi dengan mikirin hubungan gue sendiri. Alhasil gue jadi ngambek-ngambek nggak jelas. Aneh memang. Emosi gue labil. Naik turun.
Hampir setiap hari gue membuka blog ini. Kayak kemarin. Halaman kosong udah terbuka di depan mata. Cukup lama gue bengong sampai akhirnya gue memilih untuk meng-close tab. Pikiran gue buntu. :(
Keliatannya doang gue nggak ada masalah. Kalau gue jabarkan di sini, mungkin Mahabrata nggak bakal sanggup menayangkannya. Huh.
Setelah membaca postingan sebelumnya, gue akan menceritakan tentang kejadian kesurupan yang gue alami. Kejadian ini sungguh memalukan dan menjatuhkan harga diri gue sebagai senior terkece saat itu.
Gue si Pembuka
Senin pagi selesai upacara, gue masih biasa biasa saja. Masih kiyut dan ramah serta rajin menebarkan senyuman manis. Haseek.
Siang itu selesai istirahat untuk masuk ke les pelajaran, (betewe waktu itu gue kelas tiga esempe) gue memilih untuk duduk di anak tangga. Sendirian. Kayak jomblo. Sedih. Memang waktu itu gue jomblo.
Gue lama duduk di anak tangga itu dengan sikap bengong. Gue suka bengong. Rasanya beban pikiran yang memenuhi kepala gue hilang begitu saja. Plong.
Gue bengong sampai pada akhirnya gue mendengar suara panggilan dari seorang temen.
'' Lan ''
Gue diem.
'' Hei Lan! ''
Gue masih diem.
'' LAN. HOI. LAN!! ''
Sumpah, gue denger mereka manggilin gue. Tapi gue nggak bisa gerak sama sekali. Noleh juga nggak bisa. Gue mendadak kaku. Diem.
'' Woi Lan, lu nggak kenapa-napa kan? ''
Beberapa temen gue mulai berdatangan menghampiri gue.
'' Lu sakit? ''
Gue tetep diem. Pandangan gue kosong. Telinga gue mendengar semua pertanyaan yang mereka suarakan. Tapi apa daya, saat itu gue nggak bisa ngapa-ngapain. Hingga akhirnya gue diajak berdiri dan dibawa ke UKS. Belum sempat gue berdiri sempurna, gue jatuh pingsan.
Begitu sadar, gue berada di ruang UKS.
Cukup lama gue berbaring di atas tempat tidur UKS. Hingga seorang guru kemahasiswaan mendatangi gue.
'' Kamu sakit? ''
Gue diem. Kemudian duduk. Pandangan mata gue lurus ke depan. Dengan kondisi-masih-kaku.
Nggak tau deh gue sadar atau enggak. Yang pasti gue mendengar semua pertanyaan yang dilontarkan bapak guru itu ke gue. Gue pengen ngomong, menjawab pertanyaannya. Tapi nggak bisa. Seperti ada yang menahan gue untuk bergerak dan mengeluarkan suara. Tenggorokan gue tercekat. Badan gue berat untuk digerakkan.
Sampai pada akhirnya gue pulang dengan ditemani oleh dua temen perempuan gue. Baik sekali :))
Setelah kejadian aneh di hari Senin itu, ibu menyarankan agar gue beristirahat dulu satu hari.
Hari Selasa, gue tidak masuk sekolah.
Jempol gue
Setelah merasa agak mendingan, di hari Rabunya gue kembali masuk sekolah. Awalnya biasa saja. Sampai pada akhirnya setelah masuk jam istirahat, badan gue tiba-tiba lemes dan akhirnya pingsan.
Gue dibawa ke UKS.
Selang beberapa menit gue sadar.
Ebuseet, rame bener orang yang mengelilingi gue.
Saat itu gue cuma ingin memastikan bahwa mereka yang mengelilingi gue sedang tidak memegang surat yasin. Ternyata memang enggak. Huft. Syukurlah.
Gue diem dengan menatap langit-langit ruang UKS. Pertanyaan serta obrolan dari mulut mereka cukup jelas terdengar ditelinga gue. Mulai dari bertanya,
'' Lan, lu nggak kenapa-napa? ''
Gue diem. Rasanya gue pengen menjawab, '' YA MENURUT LU AJE ''
'' Lan, ngomong dong. ''
'' Hei Lan, pusing ya? ''
Gue menarik nafas sedalam mungkin. Dada gue sesak. Beha gue kayaknya mengecil.
Dan entahlah. Gue nggak tau lagi apa yang terjadi ketika itu.
Bangun-bangun air mata gue udah membanjiri kedua pipi. Kaki dan tangan gue sakit. Gue perlahan bangkit untuk duduk.
'' Kaki gue, '' ucap gue lirih.
Bener saja gaes. Jempol kedua kaki gue luka. berdarah.
Jadi gini, menurut kata orang kalau ada yang kesurupan jempol kakinya harus ditekan kuat. Entah apa gunanya. Supaya setannya cepat keluar kali yak. Dan itu yang diterapkan oleh temen-temen gue. Mereka menekan jempol kaki gue. Gue tau tujuan mereka baik. Supaya gue sadar.
YA TAPI NGGAK GITU JUGA NEKAN JEMPOL GUE. :(
Yang dimaksud menekan jempol kaki itu dengan menekan bagian sela jari jempol kaki.
BUKAN NEKAN KUKU JEMPOLNYA.
BUKAN KUKUNYA.
Lu cobain deh nekan kuku jempol sendiri. Pasti di bagian kuku yang paling bawah terangkat. Belum lagi itu yang nekan kuku jempol kaki gue bodyguard Obama semua. Badannya kekar abis. Gimana enggak berdarah kuku jempol gue.
Alhasil, gue pulang kerumah dengan jempol kaki yang berdarah dan luka. Sedih amat.
Keesokan harinya gue nggak masuk sekolah. Di hari Kamis itu gue memilih untuk beristirahat dan mengobati kuku jempol gue yang sakitnya bukan main.
Massal
Di hari Jumat berikutnya gue kembali masuk ke sekolah. Gue baru sadar. Ternyata enak juga ya masuk sekolah yang harinya di kelang-kelang. Senin masuk, Selasa enggak. Rabu masuk, Kamis enggak. Jumat masuk lagi.
Serasa jadi anak kepala sekolah. Bebaaaass.
Gue mendengar kabar dari temen gue, katanya di hari Kamis yang dimana gue nggak masuk di hari itu, banyak sekali anak kelas lain yang kesurupan. Gue dengernya aja udah merinding.
Seperti biasa, di hari Jumat sekolah gue selalu mengadakan yasinan di lapangan. Di tengah-tengah membaca yasin, seorang adik kelas cewek berteriak di belakang gue. Nangis kejer. Kayak anak-anak yang ngambek.
Gue menoleh ke belakang.
Beberapa menit kemudian, suara tangisan serta jeritan lain terdengar di ujung sana-sini. Ada siswi lain yang ikut kesurupan.
'' Lan? ''
'' Iya. ''
'' Fokus. Lanjut saja baca yasinnya. ''
Gue kembali melanjutkan membaca yasin. Selesai membaca, semua guru dan beberapa teman sibuk menangani siswi-siswi yang kesurupan. Gue diem sambil memeluk salah seorang temen gue.
'' Gue takut. '' Gue berkata pelan.
Saat itu suasana lapangan sekolah terlihat ricuh. Jeritan di sana-sini. Teriakan nggak jelas. Bahkan ada juga yang berlari-lari sambil menimang tasnya. Tas yang diperlakukan sebagai bayi. Ada juga yang marah nggak jelas. Ntah bicara apa.
Gue takut.
'' Yuk ambil tas yuk. Kita pulang aja. Keluar. '' Teman gue menyarankan. Gue menggeleng cepat.
'' Kenapa Lan? Ayuk deh. Nanti lu kena lagi. ''
Gue menggeleng dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Gue pingsan lagi.
Singkat cerita, gue dibawa ayah untuk di rukiyah. Andai saja rukiyah nggak cuma bisa menghilangkan setan, tapi juga bisa menghilangkan kenangan mantan. Mungkin sampai sekarang kenangan itu nggak teringat di benak gue lagi.
Hmm..
Kalau kata temen ayah, gue kesurupan karena gue sering ngerumpi di kamar mandi bawah tangga. Lah gimana enggak ngerumpi. Gue anaknya doyan pipis.
Minum dua gelas. Ntar pipisnya juga dua kali. Nggak heran kalau gue selalu hadir di kamar mandi sekolah setiap hari.
Entahlah. Yang jelas gue ngerasa bersalah. Karena gue, 20-an siswi lain ikut mengalami kesurupan. Awalnya kan cuma gue kenapa yang lainnya pada tertular.
Intinya,
Pikiran gue mumet. Kacau. Berantakan.
Pikiran gue terbagi dengan tugas kuliah yang sampai saat ini baru beberapa soal gue kerjain. Itu juga masih dikerjain, belum dibaca ulang. Yang lebih parahnya awal Desember gue udah ujian. Omaigats.
Pikiran gue terbagi lagi dengan urusan pekerjaan. Bangun pagi pulang sore dan akhirnya kelelahan.
Pikiran gue terbagi lagi dengan mikirin hubungan gue sendiri. Alhasil gue jadi ngambek-ngambek nggak jelas. Aneh memang. Emosi gue labil. Naik turun.
Hampir setiap hari gue membuka blog ini. Kayak kemarin. Halaman kosong udah terbuka di depan mata. Cukup lama gue bengong sampai akhirnya gue memilih untuk meng-close tab. Pikiran gue buntu. :(
Keliatannya doang gue nggak ada masalah. Kalau gue jabarkan di sini, mungkin Mahabrata nggak bakal sanggup menayangkannya. Huh.
Setelah membaca postingan sebelumnya, gue akan menceritakan tentang kejadian kesurupan yang gue alami. Kejadian ini sungguh memalukan dan menjatuhkan harga diri gue sebagai senior terkece saat itu.
Gue si Pembuka
Senin pagi selesai upacara, gue masih biasa biasa saja. Masih kiyut dan ramah serta rajin menebarkan senyuman manis. Haseek.
Siang itu selesai istirahat untuk masuk ke les pelajaran, (betewe waktu itu gue kelas tiga esempe) gue memilih untuk duduk di anak tangga. Sendirian. Kayak jomblo. Sedih. Memang waktu itu gue jomblo.
Gue lama duduk di anak tangga itu dengan sikap bengong. Gue suka bengong. Rasanya beban pikiran yang memenuhi kepala gue hilang begitu saja. Plong.
Gue bengong sampai pada akhirnya gue mendengar suara panggilan dari seorang temen.
'' Lan ''
Gue diem.
'' Hei Lan! ''
Gue masih diem.
'' LAN. HOI. LAN!! ''
Sumpah, gue denger mereka manggilin gue. Tapi gue nggak bisa gerak sama sekali. Noleh juga nggak bisa. Gue mendadak kaku. Diem.
'' Woi Lan, lu nggak kenapa-napa kan? ''
Beberapa temen gue mulai berdatangan menghampiri gue.
'' Lu sakit? ''
Gue tetep diem. Pandangan gue kosong. Telinga gue mendengar semua pertanyaan yang mereka suarakan. Tapi apa daya, saat itu gue nggak bisa ngapa-ngapain. Hingga akhirnya gue diajak berdiri dan dibawa ke UKS. Belum sempat gue berdiri sempurna, gue jatuh pingsan.
Begitu sadar, gue berada di ruang UKS.
Cukup lama gue berbaring di atas tempat tidur UKS. Hingga seorang guru kemahasiswaan mendatangi gue.
'' Kamu sakit? ''
Gue diem. Kemudian duduk. Pandangan mata gue lurus ke depan. Dengan kondisi-masih-kaku.
Nggak tau deh gue sadar atau enggak. Yang pasti gue mendengar semua pertanyaan yang dilontarkan bapak guru itu ke gue. Gue pengen ngomong, menjawab pertanyaannya. Tapi nggak bisa. Seperti ada yang menahan gue untuk bergerak dan mengeluarkan suara. Tenggorokan gue tercekat. Badan gue berat untuk digerakkan.
Sampai pada akhirnya gue pulang dengan ditemani oleh dua temen perempuan gue. Baik sekali :))
Setelah kejadian aneh di hari Senin itu, ibu menyarankan agar gue beristirahat dulu satu hari.
Hari Selasa, gue tidak masuk sekolah.
Jempol gue
Setelah merasa agak mendingan, di hari Rabunya gue kembali masuk sekolah. Awalnya biasa saja. Sampai pada akhirnya setelah masuk jam istirahat, badan gue tiba-tiba lemes dan akhirnya pingsan.
Gue dibawa ke UKS.
Selang beberapa menit gue sadar.
Ebuseet, rame bener orang yang mengelilingi gue.
Saat itu gue cuma ingin memastikan bahwa mereka yang mengelilingi gue sedang tidak memegang surat yasin. Ternyata memang enggak. Huft. Syukurlah.
Gue diem dengan menatap langit-langit ruang UKS. Pertanyaan serta obrolan dari mulut mereka cukup jelas terdengar ditelinga gue. Mulai dari bertanya,
'' Lan, lu nggak kenapa-napa? ''
Gue diem. Rasanya gue pengen menjawab, '' YA MENURUT LU AJE ''
'' Lan, ngomong dong. ''
'' Hei Lan, pusing ya? ''
Gue menarik nafas sedalam mungkin. Dada gue sesak. Beha gue kayaknya mengecil.
Dan entahlah. Gue nggak tau lagi apa yang terjadi ketika itu.
Bangun-bangun air mata gue udah membanjiri kedua pipi. Kaki dan tangan gue sakit. Gue perlahan bangkit untuk duduk.
'' Kaki gue, '' ucap gue lirih.
Bener saja gaes. Jempol kedua kaki gue luka. berdarah.
Jadi gini, menurut kata orang kalau ada yang kesurupan jempol kakinya harus ditekan kuat. Entah apa gunanya. Supaya setannya cepat keluar kali yak. Dan itu yang diterapkan oleh temen-temen gue. Mereka menekan jempol kaki gue. Gue tau tujuan mereka baik. Supaya gue sadar.
YA TAPI NGGAK GITU JUGA NEKAN JEMPOL GUE. :(
Yang dimaksud menekan jempol kaki itu dengan menekan bagian sela jari jempol kaki.
BUKAN NEKAN KUKU JEMPOLNYA.
BUKAN KUKUNYA.
Lu cobain deh nekan kuku jempol sendiri. Pasti di bagian kuku yang paling bawah terangkat. Belum lagi itu yang nekan kuku jempol kaki gue bodyguard Obama semua. Badannya kekar abis. Gimana enggak berdarah kuku jempol gue.
Alhasil, gue pulang kerumah dengan jempol kaki yang berdarah dan luka. Sedih amat.
Keesokan harinya gue nggak masuk sekolah. Di hari Kamis itu gue memilih untuk beristirahat dan mengobati kuku jempol gue yang sakitnya bukan main.
Massal
Di hari Jumat berikutnya gue kembali masuk ke sekolah. Gue baru sadar. Ternyata enak juga ya masuk sekolah yang harinya di kelang-kelang. Senin masuk, Selasa enggak. Rabu masuk, Kamis enggak. Jumat masuk lagi.
Serasa jadi anak kepala sekolah. Bebaaaass.
Gue mendengar kabar dari temen gue, katanya di hari Kamis yang dimana gue nggak masuk di hari itu, banyak sekali anak kelas lain yang kesurupan. Gue dengernya aja udah merinding.
Seperti biasa, di hari Jumat sekolah gue selalu mengadakan yasinan di lapangan. Di tengah-tengah membaca yasin, seorang adik kelas cewek berteriak di belakang gue. Nangis kejer. Kayak anak-anak yang ngambek.
Gue menoleh ke belakang.
Beberapa menit kemudian, suara tangisan serta jeritan lain terdengar di ujung sana-sini. Ada siswi lain yang ikut kesurupan.
'' Lan? ''
'' Iya. ''
'' Fokus. Lanjut saja baca yasinnya. ''
Gue kembali melanjutkan membaca yasin. Selesai membaca, semua guru dan beberapa teman sibuk menangani siswi-siswi yang kesurupan. Gue diem sambil memeluk salah seorang temen gue.
'' Gue takut. '' Gue berkata pelan.
Saat itu suasana lapangan sekolah terlihat ricuh. Jeritan di sana-sini. Teriakan nggak jelas. Bahkan ada juga yang berlari-lari sambil menimang tasnya. Tas yang diperlakukan sebagai bayi. Ada juga yang marah nggak jelas. Ntah bicara apa.
Gue takut.
'' Yuk ambil tas yuk. Kita pulang aja. Keluar. '' Teman gue menyarankan. Gue menggeleng cepat.
'' Kenapa Lan? Ayuk deh. Nanti lu kena lagi. ''
Gue menggeleng dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Gue pingsan lagi.
***
Singkat cerita, gue dibawa ayah untuk di rukiyah. Andai saja rukiyah nggak cuma bisa menghilangkan setan, tapi juga bisa menghilangkan kenangan mantan. Mungkin sampai sekarang kenangan itu nggak teringat di benak gue lagi.
Hmm..
Kalau kata temen ayah, gue kesurupan karena gue sering ngerumpi di kamar mandi bawah tangga. Lah gimana enggak ngerumpi. Gue anaknya doyan pipis.
Minum dua gelas. Ntar pipisnya juga dua kali. Nggak heran kalau gue selalu hadir di kamar mandi sekolah setiap hari.
Entahlah. Yang jelas gue ngerasa bersalah. Karena gue, 20-an siswi lain ikut mengalami kesurupan. Awalnya kan cuma gue kenapa yang lainnya pada tertular.
Intinya,